The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani July 03, 2013

Masih terlihat murung seperti putri malu yg menguncup setelah dikecup. Lampu jalan terus menerang,  kemudian mengerang beberapa tikus got saat lajunya terlihat Junarto Wijaya.

Ini kali keempat Aku melintas di depan rumah mewah tingkat dua. Hanya lampu remang yg menyala di teras rumah dan balkon atas. Tapi, tidak seperti biasa, satu lampu menyala di salah satu sudut ruangan lantai atas. Yup, itu kamar Gisele, seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas ternama Jakarta. Mungkin Ia sedang mengejakan skripsi, pikirku.

Kembali, Aku berjalan mengelilingi teritorialku untuk sekedar memastikan bahwa semoga terkendali dan baik-baik saja. Sesekali Aku mengingat saat pertama jumpa dengan Gisele di perempatan jalan dekat rumahnya. Ia sungguh menawan dengan t-shirt putih dengan dipadu-padankan jeans biru gelap sebagai bawahan, rambutnya dikuncir satu kebelakang dan menyisakan ratuasan helai dibagian depannya menjadi poni yg disisir rapih ke kiri. Kala itu, Ia mendekap dua buku besar dan ketika berpapasan, satu senyum lebar yg mampu menghidupkan bunga mati kembali mekar.

Gisele tidaklah seperti wanita lainnya yg sombong karena kekayaan orang tuanya. Gisele tidaklah manja seperti wanita lainnya karena 'anak bontot'. Ia lebih sering menggunakan kendaraan umum ketimbang menggunakan mobil pribadi hadiah ulang tahun ke-20 dari kakaknya. Ya, Gisele hanya dua bersaudara, kini kakaknya telah menikah dan tinggal di Luar Negeri karena urusan pekerjaan. Bisa dihitung dengan jari satu tangan bila kakaknya pulang ke Indonesia dalam satu tahun.

Di setiap sudut perumahan serasa menakutkan dengan segala kegelapan yg disajikan. Bukan, bukan karena makhluk halus tapi, tapak-tapak yg tertinggal di sana. Tapak kaki itu nampak hidup kembali dengan segala kesibukan pemiliknya. Aku mendengarkan setiap langkah yg hilir-mudik tak karuan.

Terlihat seseorang berdiri di bawah lampu jalan. Siluetnya menggambarkan orang yg kebingungan. Menoleh ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu atau sedang memperhatikan sekitar. Aku berlari mendekat. Ternyata Gisele, orang yg tadi Aku pikir adalah maling.

"Hey, dari mana aja kamu ?" kata Gisele memulai perbincangan.
Aku masih mengatur napas karena habis berlari. Sebenarnya, napas yg tak teratur keluarnya karena nervous melihat Gisele lebih dekat dan ditambah sedikit rasa tak percaya.
"Eum, Aku habis keliling." jawabku, "Ada apa keluar malam-malam gini ?"
"Ouw, tadi Aku masak nasi goreng. Maklum, lagi ngejain skripsi malem-malem eh, perut sirik minta dikerjain juga." Aku memperhatikan setiap kata yg keluar dari bibir tipisnya. Sangat cantik. "Kamu mau nyobain 'kan ? Tadi Aku masaknya kebanyakan." Tanpa menunggu jawaban dariku, Ia langsung masuk ke dalam rumah dan keluar membawa dua piring nasi goreng.

***

Perbincangan kami tak terarahkan. Dimulai dari skripsi yg tengah dikerjakan Gisele sampai hal-hal remeh seperti membicarakan tukang sayur yg sering lewat tiap pagi dan menggoda Gisele dengan gombal-gombal kelas teri. Laki-laki manapun pasti iri denganku sekarang dan malam ini mimpi buruk sedang berkunjung ke ruang imajinasi mereka. Gisele adalah idaman setiap laki-laki.

Benar, dunia malam sungguh tidak bisa ditebak. Semua poros berputar terbalik. Tiga jam lagi tugasku selesai, Gisele-pun sudah terlelap di kamarnya. Kini, Aku kembali kesepian. Satu senter yg tergeletak Aku ambil dan kembali berkeliling. Cukup sudah melihat bungkus rokok, dedaunan kering, juga batu kerikil yg enggan menemaniku. Malam ini, akan seperti malam-malam biasanya. Bila terjadi hal seperti tadi, mungkin Aku sedang mengigau.


Diadopsi dari puisi, "Kesepian dalam Kesunyian" karya Harry Ramdhani.

Dan terinspirasi dari lagu Bruno Mars - Just The Way You Are

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -