The Pop's

Archive for March 2013

Aku (hanya) Suka, Lucu.

By : Harry Ramdhani
#Chapter1


Malam itu, tidak menyurutkan niat Surya Atmaja untuk datang ke OpenMic. Sudah jelas, karena Ia ingin mencoba beberapa materi stand-up yg akan Ia bawakan di show stand-up tunggalnya akhir bulan ini. Beberapa bit-nya mesti diuji di panggung OpenMic dan dengan harapan, tidak terlalu banyak yg di re-write pada beberapa bagian set-nya nanti.

Surya Atmaja, yg kerap dipanggil Jaja ini adalah seorang stand-up comedian. Bukan, bukan itu profesi utamanya melainkan, menjadi seorang copy writer disalah satu agency di Jakarta merupakan pekerjaan hariannya. Ia begitu tertarik dengan stand-up comedy karena dapat melatih tulisannya sendiri dan dapat dibawakannya secara langsung oleh dirinya.

"Tidak ada hal terindah bagi seorang penulis selain dapat mem-visual-kan tulisannya sendiri." kata Jaja.

Café InWin, tempat OpenMic biasa Jaja menguji materinya tampak (sedikit) ramai. Ramai, karena dari 15 meja yg tersedia di sana hanya tersisa lima meja kosong. Seperti inilah kondisi Café InWin ketika ada OpenMic, ramai.

Sudah ada beberapa Comic yg sudah datang lebih dulu daripada Jaja, di antaranya si Kembar, Agus Salim dan Alaidrus Salim. Aneh memang pasangan kembar ini, lahir dari satu rahim, satu waktu tapi, wajah dan tinggi badan mereka berbeda. Entah apa yg terjadi sehingga bisa beda. Namun, kata Agus, "Saat kecil, kita memang tidak memiliki kesamaan seperti orang kembar lainnya. Bila Alaidrus suka makan nasi tapi, Aku hanya makan lontong. Bila Alaidrus suka wanita rambut panjang tapi, Aku suka (melihat) Pria berambut panjang. 'loh."

Satu per satu orang berdatangan. Beberapa lampu sudah mulai diredupkan. Jaja yg baru saja datang langsung membuka tas dan mengeluarkan alat tulisnya. Si kembar sudah asyik ketawa-ketiwi menjajal materinya ketika comedy buddy. Di depan sana, juga tidak kalah sibuk, pengelola Café mengecek ulang sound system.

***

Kartika masih merasa bingung untuk meng-iya-kan ajakan Selvi untuk datang ke OpenMic. Silvi memang salah satu penikmat stand-up comedy. Sudah hampir satu tahun Ia tidak pernah absen dari OpenMic yg ada di CaféInWin. Sekedar datang, makan, dan ikut tertawa tapi, tanpa pernah ada niat menjajal ikut OpenMic dan menjadi seorang stand-up comedian.

Yup, dalam stand-up comedy memang terbagi atas tiga bagian, Penonton, Penikmat, dan Pelaku. Penonton dalam stand-up comedy hanyalah orang-orang yg ikut berkecimpung dan kalau diibaratkan, mungkin 'duri' dari buah durian. Lain halnya dengan penikmat, orang-orang ini adalah penonton yg setia mengikuti perkembangan stand-up comedy juga sering memberikan kritik serta saran bagi para pelaku, kalau diibaratkan, mungkin lebih tepatnya 'kulit' yg ikut menempel dengan daging durian. Dan, yg terakhir adalah Pelaku stand-up comedy, orang-orang ini adalah orang yg turut serta dalam dunia stand-up comedy. Mereka adalah comic, admin, dan para comedy buddy. Bila diibaratkan, ini adalah daging durian, daging yg mestinya jadi bagian dan dicari oleh para penonton juga penikmat stand-up comedy. Mereka (pelaku stand-up comedy), merupakan orang yg menjalankan serta mengatur keberlangsungan stand-up comedy. Salah satu orang itu, Jaja.

Dengan berat hati, Kartika ikut Selvi ke InWin Café. Alasannya, Selvi sudah berjanji ingin mengajarkan Kartika beberapa mata kuliah yg kerap ditinggalkan Kartika karena sakit. Lobby yg dilayangkan Selvi berhasil dan Nego-pun disepakati oleh Kartika, win-win solution.

Secepat kerumunan semut melihat gula, Selvi dan Kartika sudah ada di Café InWin. Saking seringnya Selvi datang ke OpenMic, sudah disediakan satu meja kosong untuknya. Semacam meja reserved tanpa boking terlebih dulu. Berada dua di dekat meja panjang yg khusus untuk para comic menunggu giliran stand-up, Selvi dan Kartika duduk manis. Bukan hal yg aneh bila para comic yg sering stand-up di Café InWin menggoda Selvi setiap OpenMic. Selain karena Ia pengunjung tetap OpenMic, paras wajah Selvi memang cantik dan paling berwarna dengan kerudung cerahnya. Dalam Semiotika, mungkin, itu melambangkan bahwa Ia selalu senang datang ke sana (baca: Café InWin) karena secerah warna-warna kerudungnya.

Makanannya-pun tidak semahal cafe-cafe lainnya. Cocok dengan kantong Mahasiswa. Sambil menyelam, minum air. Selvi memanfaatkan Kartika yg menemaninya nonton OpenMic, Ia meminta Kartika untuk mentraktir Selvi.
"Kar, bayarin makan sama minum gue, yah ?" Dengan sedikit manyun, Kartika pasrah akan permintaan Selvi.
"Heh, Sel, kalo Aku gak butuh diajarin mata kuliah itu sama Kamu. Aku gak pengen deh datang ke sini. Apa lagi nongtonnya sama Kamu. Cih." Cetus Kartika
"Terus, Kamu mau nonton sama siapa ? Kamu 'kan jomblo." Selvi terus meledek Kartika.
"Selvi…." Tangan Kartika langsung menghampiri pinggang Selvi. Mungkin karena gemas.

***

OpenMic sudah dimulai, Agus yg merangkap sebagai MC membuka. Ia diminta sekalian untuk persiapan di Show stand-up Jaja nanti. Beberapa comic bergantian menguji materi. Selvi tidak hentinya tertawa tapi, Kartika hanya memutar-mutar sedotan di gelas minumnya. Nampaknya Kartika datang di tempat yg tidak semestinya Ia datangi.

Alaidrus mulai menyapa Selvi yg dari tadi asyik ketawa.
"Siapa itu, Sel ? Cantik." Kata Alaidrus.
"Mana ? Ini ?" Sambil menunjuk ke arah Kartika yg makin lama menjatuhkan kepalanya di atas meja tapi, tetap, masih memutar-mutar sedotannya.
"Bukan, Mamaknya. Yaiyalah itu sebelah Kamu."
"Ouw, namanya, Kartika. Cantik sih tapi, lebih cantik Aku 'kan ?"
"Iyaah, Selvi emang cantik deh tapi, biar Selvi lebih cantik, kenalin dong." Gaya Alaedrus mulai seperti lelaki kampung yg doyan godain gadis desa kalau lewat bawa rantang nasi ke sawah.
"Wuoooo." Sorak Selvi ke arah Alaedrus juga dibarengi semburan air dari dalam sedotan yg masih tertinggal di dalamnya. "Kar, ada yg mau kenalan nih. Namanya, Ale."
"Kartika." Ia menyodorkan tangannya.
"Alaedrus. Panggil aja, Ale." Tangan Ale mulai menyambangi tangan Kartika. "Kok dari tadi diem aja sih ? Ngantuk ? Atau gak ada yg lucu." Tanya Ale.
"Engga, cuma sedikit pusing aja. Banyak orang."
"Lah, namanya juga OpenMic, pasti rame. Tapi, tadi Aku lucu 'kan di panggung ?"
"Bagus. Hebat deh pokoknya."
"Yah, berarti tadi Aku gak lucu dong, malahan bagus."
Ale meninggalkan meja Selvi dan Kartika. Tak lama kemudian, giliran penampil terakhir, Jaja. Ia naik panggung dengan sedikit hentakan kaki. Maklum, karena badannya yg (cukup) besar.

Sesaat ingin memulai, Selvi menunjuk-nujuk Jaja, "Nah, ini, Kar, Aku pengen nonton show Jaja nanti. Temenin yah ?" Tanpa membiarkan otak Kartika berpikir sejenak, langsung satu kata keluar dari mulutnya, "ENGGAK."

Jaja memulai beberapa bit-nya tentang tumbuhan. Selvi cekikikan, dan Kartika mulai memperhatikan. Entah, mungkin Jaja dari tadi sudah melihat Kartika yg termenung di meja maka, Jaja memutuskan untuk me-riffing (mengajak ngobrol penonton dan membuat sebuah kelucuan dari sana.) Kartika dengan lip-sing lagu Coboy Junior sambil menirukannya. Gelak tubuh Jaja yg (cukup) besar bergelombang seperti air laut menari di panggung, goyangan pinggangnya tak kalah dengan milik Dewi Perssik. Dan, Kartika (akhirnya) tertawa.

OpenMic selesai. Jaja menutupnya dengan penuh tawa dari awal sampai akhir penampilannya. Selama di jalan pulang menuju kostan, Selvi sedikit lega karena temannya yg dari tadi cemberut bisa tertawa diakhir OpenMic.

"Seru yah, Kar, OpenMic-nya ?" Tanya Selvi memulai sepinya keheningan selama di dalam kendaraan umum dan sedikit bingung melihat Kartika yg kadang tertawa sendiri.
"Iyah, seru." Jawab Kartika yg sedikit kaget ketika ditanya.
"Minggu depan dateng lagi yuk ?"
"Eum, gimana yah ? Tapi, Jaja tampil lagi ?" Kartika mulai bingung.
"Kok, Jaja ? Kenapa sama Jaja ? Kamu suka yah ?"
"Dih, kok jadi suka sih, Sel ? Engga, emang tadi dia lucu."

"Yang lainnya juga lucu, kenapa yg ditanya cuma Jaja ?" Selvi memojokan Kartika dengan pertanyaan-pertanyaan 'menjurus'.
"Soalnya Aku cuma tau Jaja sama Ale yg tampil tadi."
"Jadi, Kamu suka sama Jaja ?"
"Aku (hanya) suka. Karena Ia emang tadi lucu. Materinya juga okeh."
"Yaudah, minggu depan dateng lagi yah ?"
"Tapi, giliran Kamu yg traktir Aku makan sama minum."
"Siap, Bos."
"Heh, ajarin Aku dulu mata kuliah yg Kamu udah janjiin."
"Besoooook, bawell." Selvi kian senang karena mulai saat itu Ia punya teman yg menemaninya nonton OpenMic.

Seperti itulah wanita jika sudah ngobrol. Tidak akan tau di mana Dermaga berlabuh. Terus dan terus saja.
 

Penjaga Malam

By : Harry Ramdhani
Masih terlihat murung seperti putri malu yg menguncup setelah dikecup. Lampu jalan terus menerang, mengerang beberapa tikus got saat lajunya terlihat Junarto Wijaya.

Ini kali keempat Aku melintas di depan rumah mewah tingkat dua. Hanya lampu remang yg menyala di teras rumah dan balkon atas. Tapi, tidak seperti biasa, satu lampu menyala di salah satu sudut ruangan lantai atas. Yup, itu kamar Gisele, seorang mahasiswi tingkat akhir Universitas ternama Jakarta. Mungkin Ia sedang mengejakan skripsi, pikirku.

Kembali, Aku berjalan mengelilingi teritorialku untuk sekedar memastikan bahwa semoga terkendali dan baik-baik saja. Sesekali Aku mengingat saat pertama jumpa dengan Gisele di perempatan jalan dekat rumahnya. Ia sungguh menawan dengan t-shirt putih dengan dipadu-padankan jeans biru gelap sebagai bawahan, rambutnya dikuncir satu kebelakang dan menyisakan ratuasan helai dibagian depannya menjadi poni yg disisir rapih ke kiri. Kala itu, Ia mendekap dua buku besar dan ketika berpapasan, satu senyum lebar yg mampu menghidupkan bunga mati kembali mekar.

Gisele tidaklah seperti wanita lainnya yg sombong karena kekayaan orang tuanya. Gisele tidaklah manja seperti wanita lainnya karena Ia 'anak bontot'. Ia lebih sering menggunakan kendaraan umum ketimbang menggunakan mobil pribadi hadiah ulang tahun ke-20 dari kakaknya. Ya, Gisele hanya dua bersaudara, kini kakaknya telah menikah dan tinggal di Luar Negeri karena urusan pekerjaan. Bisa dihitung dengan jari satu tangan bila kakaknya pulang ke Indonesia dalam satu tahun.

Di setiap sudut perumahan serasa menakutkan dengan segala kegelapan yg disajikan. Bukan, bukan karena makhluk halus tapi, tapak-tapak yg tertinggal di sana. Tapak kaki itu nampak hidup kembali dengan segala kesibukan pemiliknya. Aku mendengarkan setiap langkah yg hilir-mudik tak karuan.

***

Terlihat seseorang berdiri di bawah lampu jalan. Siluetnya menggambarkan orang yg kebingungan. Menoleh ke kanan dan kiri seperti mencari sesuatu atau sedang memperhatikan sekitar. Aku berlari mendekat. Ternyata Gisele, orang yg tadi Aku pikir adalah maling.

"Hey, dari mana aja kamu ?" kata Gisele memulai perbincangan.
Aku masih mengatur napas karena habis berlari. Sebenarnya, napas yg tak teratur keluarnya karena nervous melihat Gisele lebih dekat dan ditambah sedikit rasa tak percaya.
"Eum, Aku habis keliling." jawabku, "Ada apa keluar malam-malam gini ?"
"Ouw, tadi Aku masak nasi goreng. Maklum, lagi ngejain skripsi malem-malem eh, perut sirik minta dikerjain juga." Aku memperhatikan setiap kata yg keluar dari bibir tipisnya. Sangat cantik. "Kamu mau nyobain 'kan ? Tadi Aku masaknya kebanyakan." Tanpa menunggu jawaban dariku, Ia langsung masuk ke dalam rumah dan keluar membawa dua piring nasi goreng.

***

Perbincangan kami tak terarahkan. Dimulai dari skripsi yg tengah dikerjakan Gisele sampai hal-hal remeh seperti membicarakan tukang sayur yg sering lewat tiap pagi dan menggoda Gisele dengan gombal-gombal kelas teri. Laki-laki manapun pasti iri denganku sekarang dan malam ini mimpi buruk sedang berkunjung ke ruang imajinasi mereka. Gisele adalah idaman setiap laki-laki.

Benar, dunia malam sungguh tidak bisa ditebak. Semua poros berputar terbalik. Tiga jam lagi tugasku selesai, Gisele-pun sudah terlelap di kamarnya. Kini, Aku kembali kesepian. Satu senter yg tergeletak Aku ambil dan kembali berkeliling. Cukup sudah melihat bungkus rokok, dedaunan kering, juga batu kerikil yg enggan menemaniku. Malam ini, akan seperti malam-malam biasanya. Bila terjadi hal seperti tadi, mungkin Aku sedang mengigau.


Diadopsi dari puisi, "Kesepian dalam Kesunyian" karya Harry Ramdhani.

Kesepian dalam Kesunyian

By : Harry Ramdhani
Aku berdiri dalam gelap. tersungkur dalam keheningan malam. berlarian dalam pikiran. terkapar oleh angin liar.

Aku melihat tiga bintang berdekatan. Bentuknya mirip anak panah sedang meluncur bak deburan ombak. Meluncur, memecahkan malam, meleburkan dingin malam, menghancurkan dinding keterpaksaan perasaan.

Aku masih kesepian. Sepi ini menerkam sampai dalam. Sakitnya mencuat dari raut muka yg sudah pucat. Lukanya tak berbekas bagai tapak kaki di pantai lepas. Terbawa ombak tanpa mempedulikan akan kemana bertepi kelak.

Daun kering,
batu kerikil,
bungkus rokok,
sampai bunga mawar berduri enggan menemaniku dalam kesunyian.

Peribahasa lama, 'Manikam telah menjadi sekam', sesuatu yg tidak berharga lagi. Jika dijaga akan tetap bernilai, tapi jika dibuka sudah tak bernilai.

Sepi membuatku kalap. Sunyi membuatku ingin bernyanyi. Angin malam bersiul ketika bertabrakan dengan daun didahan. Langkahku bertinjak di atas aspal. Menembus malam hingga gerbang kesunyian.

Tiga jam lagi tugasku selesai. Cahaya lampu jalan masih setia menemaniku.

Embun diatas rumput sudah mulai bermunculan. Ayam-pun sudah siap membangunkan. Matahari perlahan memperlihatkan fajarnya. Tidak seperti putri malu yang menguncup ketika dikecup.

Satu per-satu lampu tengah didalam rumah menyala. Tapi tidak meyadari, masih ada orang kesepian di luar. Bunyi mesin air terdengar bagai air terjun. Masih tidak menyadari, ada orang sedang bermain dalam sunyi.

Aku, seorang penjaga malam. Kesepian dalam kesuyian.

Rintihan Sesal

By : Harry Ramdhani
Suara itu, terdengar memecah senja.
Matahari mulai malu akan dirinya.
Masuk,
ke dalam ruangan seperti bilik.

Kau datang dengan segudang cerita. Cerita yang membenamkan setumpuk asa. Kau terlihat lelah dengan kemeja tipis bergambar bunga. Entah, apa hubungannya, tapi, yang jelas bunga di kemaja-mu tidak mekar bak seorang juara. Malah terpikir, sepertinya ini bukan orang yang biasa yang sering datang mengetuk pintu lalu membukanya dengan paksa.

Kau, apa yang telah terjadi ? Kau, membuat seluruh isi ruang menjadi basi ? Belum sempat bercerita, awan telah berubah menjadi gelap. Yaa, tidak seperti biasa. Kau, bersandar dipundak dan lesu tak terkelak. Kantung kedua bola mata mulai membesar dan berwarna kemerahan. Itu tampak jelas karena keputihan di wajah-mu memancarkan kesedihan yang tertahan.

Kau, berbalik dan erat memeluk, juga menangis. Suaranya memang tidak keras tapi, air mata mengucur deras. Hela napasmu sampai terasa didalam pelukan. Tidak teratur. Kini Kau menatap, jauh kedalam mataku. Seakan ingin memberitahu beragam kejadian yg telah menimpamu hari ini.

"Aku hamil." katamu.
Kalimat singkat yg memecahkan kerasnya awan oleh kilat.

hanya sedikit yg teringat.

Lihat.
tubuhmu, kaku terkekang nafsu.
matamu, merayu berbinar malu.

meraba tubuhku mesra. menaikan libido dalam darah menjadi gairah. mencibir manja dengan goyangan lidah.

tanpa sehelai benang, tubuhmu, gairahmu, menampar-nampar imanku.

Kenikmatan ini, sesaat, tak jelas kapan terjadi. tak jelas kapan dimulai. dan, tak jelas kapan berakhir.

hanya tubuh ini, yg lelah karena terbius kecantikan berlebel surga berinti neraka. kehausan dalam sahara dipadang gurun oase membanjiri otak dengan liar.

pelan kataku, "Untuk apa Aku berpacaran denganmu jika hanya sebatas ciuman yg Kamu berikan. dimana tubuhmu yg orang lain bilang itu sebuah kenikmatan. Kamu, memberikan ini (ciuman), sama halnya dengan menyuguhkan sebotol beer tanpa kacang."

kepala di dada. wangi rambut meninggikan semangat. semangat yg telah tidak terkendali. kita, bercinta dengan cepat.

Aku tidak menganggapmu perempuan murahan. Tapi, sungguh, kini kenikmatan telah dirasakan. Sebatas menjilat madu dari sarangnya, terasa takut ketika belum dimulai tapi, nikmat setelah mendapatkan madu asli dari sarang lebah.

Terus Belajar, Just It

By : Harry Ramdhani
Hari ini, Kamis, 21 Maret 2013, bagi sebagian yg tau mungkin akan memperingatinya. Yup, pada tanggal itu tepat kita memperingati Down Syndrome International dan Perayaan Wisuda mahasiswa Unida. Entah, mungkinkah ini sebuah Konspirasi Zionis ? Memperingati kedua hal yg berbeda di tanggal yg sama atau memang ada kaitannya. Bukan urusanku, yg jelas, Aku ingin memperingati dengan sesuatu yg berbeda juga. Pikirku, perayaan apa yg tepat ? Selebrasi ini tidak dapat dilakukan kapanpun, selebrasi ini hanya pada momen tertentu, dan selebrasi ini mesti dilakukan secara positive.

Eumm… merayakan selebrasi dengan dateng ke Openmic BSI mungkin tepat. Yup, Aku putuskan dan tetapkan untuk ke sana. Ada kaitannya juga dengan perayaan Down Syndrome International dan Wisuda Mahasiswa Unida dengan dateng ke Open mic BSI, yaitu belum tentu Aku bisa menemukan momen serupa, karena minggu depan setiap hari kamis Aku ada kuliah.

***

Berangkat dengan sedikit membawa badan yg remuk pasca bertanding dengan Tim Mahasiswa Papua Unida sama sekali tidak menyurutkan pilihanku.

Di perjalanan, Aku berpikir, saat pertama dateng ke Openmic BSI, Aku dipertemukan dengan Bakri, kali ini akan dipertemukan dengan makhluk seperti apa lagi ? Makhluk apapun nanti, Aku sudah siap untuk menerima dengan ikhlas.

BSI… siapapun tau BSI, Aku jadi ingat beberapa iklannya, mungkin intinya seperti ini, "Dengan kuliah di BSI, jenjang karier di dunia pekerjaan akan terus menanjak." Wuiiih !! kalau kali pertama Aku dateng ke sana sebagai penonton, mungkin sekarang karierku akan naik menjadi host openmic, kali ketiga Aku jadi Komika, kali ke empat menjadi karyawan, kali ke lima menjadi pemilik Café, terus dan terus mungkin Aku menjadi Presiden Amerika. Ahh, sudah, itu hanya pengalih pikiranku agar tidak terlalu terkejut bila bertemu Bakri.

Kadang, jarum jam berputar lebih cepat daripada laju otak. Tanpa terasa, Aku sudah sampai di Bruce Coffee, tempat Openmic @StandUpBSIBogor. Aku sudah tidak bertemu dengan lelaki tua yg asyik merokok tapi, malah dikira pengen potong rambut. Tidak adakah karyawan di sini yg bisa menilai dari pandangan pertama dengan benar.

Aku sudah wanti - wanti ketika manaiki anak tangga, bahwa tidak boleh sampai terkejut bila di anak tangga terakhir nanti orang pertama yg Aku lihat adalah Bakri. Jujur, rasanya jatuh dari anak tangga paling atas ke paling bawah itu sakit. Aku sering melihat di semua film Jackie Chan dan semua lawan Jackie Chan tidak ada yg mampu bangkit bila jatuh dari tangga setelah ditendang.

Sedikit curhat, jika Bakri kuliah di Unida, maka Aku adalah orang pertama yg mengajukan beasiswa seumur hidup untuknya menjadi mahasiswa abadi. Jika Bakri bergabung dengan Stand-up Unida, maka Aku adalah orang pertama yg menjadikannya maskot, Ia memiliki daya magnet yg sampai sekarang belum dihitung oleh para ilmuwan fisika. Jika sampai Bakri dapet 'cewek' di Unida, maka Aku adalah orang pertama yg mengundurkan diri secara tertulis di Unida. Rasanya belum bisa terima kalau Bakri dapet 'cewek' di sana, Aku yg sudah kuliah hampir empat tahun saja gak (pernah) dapet. Jancuuuk. 


Seperti yg sudah Aku duga saat masih di jalan. Orang yg hadir di sana hanya lima orang dan ada Bakri salah satunya. Melihat formasi seperti ini, lekat sekali tawaran kepadaku nanti untuk menjadi host. Sebenarnya, bukan masalah bagiku untuk menolak tawaran tersebut bila memang benar terjadi tapi, … mungkin lebih tepatnya begini, bila Aku dengar dari beberapa orang yg sudah sering openmic di sini pasti intinya sama "Komika yg tampil sedikit." Aku mesti menyiasati agar ke lima orang ini tetap tampil semua, menguji materi yg telah dibuat. Aha!! pakai saja cara seperti tur MDB Pandji di Bogor, jadi nanti setiap Komika yg tampil akan memanggil Komika selanjutnya. Good Idea.

Ada satu hal yg Aku suka dari openmic BSI, tepat waktu. Aku selalu belajar untuk itu. Dalam hati, kalau saja mereka belajar dari saat Aku pertama datang, pasti mereka akan mengundurkan waktu untuk memulai karena setelah openmic selesai akan banyak orang yg datang. Tapi, mereka tetap memulai sesuai jadwal. Walau agak sedikit melar 30 menit namun, melarnya waktu dipakai untuk memusyawarahkan stage, line-up, dan yg terpenting adalah saranku tadi diterima. Yup, Aku bisa melihat semua Komika tampil.

Hipotesis-ku terbukti, satu per-satu orang berdatangan setelah openmic selesai. Tetap saja, Aku tetap salut kepada @StandUpBSIBogor yg konsisten terhadap waktu.

Gathering dimulai, Kang Rifki mengawali dengan beragam masukan positive ke semua Komika. Aku pikir, ini gara-gara Bakri yg nanya soal pembayaran saat mendapat gigs. For your info: Bakri bakalan stand-up diacara perpisahan sekolahnya dulu di… Tri Darma. Ternyata Bakri alumni Tri Darma, kini Aku paham kenapa Bakri bisa seperti ini sekarang ? Hanya ada dua kemungkinan, kalau tidak karena sering dijadikan tameng saat tawuran, ya, mungkin karena ke jepit mesin press di bengkel praktek.

Jui, seperti biasa, mengawali dengan Bakri. Ia dijadikan penyemangat untuk Komika lain untuk tetap berusaha menjadi Komika profesional. Bagus. Semua Komika com-bud dengan Jui, tidak ada yg diam. Semua ditanyakan, dari A - Z, dari rumus termudah sampai terrahasia. Intinya, Jui memberi tau kata kuncinya, "Dalam stand-up comedy, apa lagi untuk pemula, hal pertama yg dicari itu comedy-nya, setelah bisa, baru deh masuk stand-up." Tidak mudah tapi, pasti bisa (sedikit meminjam dari buku Merdeka Dalam Bercanda).

Aku selalu suka bagian seperti ini, bagian di mana Komika tidak malu untuk menanyakan materi-materi yg telah dibuat. Kebanyak dari Komika ogah melakukannya karena mereka masih beranggapan bahwa 'tertawa adalah tindak spontanitas jadi, bila materi yg telah Ia buat diberitahu ke orang lain, akan tidak lucu lagi, sudah ketauan'.

Akbar, Robby, Agly, Fajar, Bakri khususnya, sampai beberapa calon stand-up comedian, juga Awan secara bergantian bertanya ke Jui. Mereka ingin belajar agar tampil lebih baik. Belajar untuk membuat materi secara sederhana namun serius. Belajar menerima bahwa materi yg dibuat tidak bagus. Intinya adalah BELAJAR, just it.

R.I.P (Rest in Present) Ricky Jo

By : Harry Ramdhani
Kalau memang ada pembawa acara olah raga terfavorit, maka satu nama yg keluar dari mulutku adalah Ricky Jo.

Sebagai seorang pembawa acara, tidak hanya bermodalkan public speaking namun, bisa menempatkan passion-nya tersendiri dalam membawakan dan wawasannya. Ricky Jo, merupakan satu-satunya orang yg menggiringku ke (pinggir) lapang hijau untuk menjadi komentator sepak bola.

Banyak, bahkan ribuan pembawa acara olah raga di Indonesia. Namun, nama Ricky Jo mulai melambung namanya sejak membawakan acara olimpiade di RCTI (setidaknya itu yg Aku tahu). Wawasannya terhadap beragam cabang olah raga dapat membuat pemirsa ikut semangat untuk menonton. Apapun hasil yg diterima oleh Atlet nasional Indonesia dapat Ia kemas menjadi sebuah harapan untuk tetap mendukung demi masa gemilang Bangsa Indonesia.

Kalau ditanya, orang kedua yg paling sedih saat Atlet Indonesia gagal meraih hasil maksimal selain Atlet itu sendiri adalah pembawa acaranya, Ricky Jo. Bagaimana tidak sedih ? Ia sendiri yg menyajikan kepada pemirsa Indonesia jalannya pertandingan Atlet-atlet kita bertanding kemudian… kalah.

Pembawa acara olah raga di Indonesia mesti banyak belajar dari seorang Ricky Jo. Jarang ada pembawa acara yg begitu semangat membawakan suatu acara olah raga sebelum pertandingan dimulai. Jarang ada pembawa acara olah raga yg terus memberikan semangat kepada pemirsa di rumah bahwa tim kesayangannya kalah setelah bertanding.

Menonton pertanding Liga Champion (saat masih di RCTI) yg disiarkan langsung dini hari, seakan rasa kantuk hilang seketika. Bayangkan, disaat orang-orang tertidur pulas dan terbangun demi menonton pertandingan sepak bola tapi, pembawa acaranya malah 'lemes' dalam membawakan, yg ada nanti Televisi yg akan menonton kita tertidur. Tapi, tidak untuk Ricky Jo, selalu memulai dengan sedikit candaan-candaan singkat. Biasanya, Ia akan melempar jokes-nya ke bintang tamu yg akan menemaninya. Ucapan, "Salam olah raga, Bung." Kental ditelinga pemirsa.

Kini, Engkau telah beristirahat dari dunia yg telah membesarkanmu. Kini, Engkau telah meninggalkan api semangat kepada Bangsa ini yg (sangat) minim kemenangan. Tapi, karenamu, Bangsa ini tidak pernah berhenti terus memberikana asa kepada para Atlet-atlet kita yg berjuang di lapangan sana. Kini, Engkau telah memilih Tuhan untuk menemanimu membawakan acara olah raga di Surga. Pasti, para Atlet yg telah lebih dulu meninggalkan kita akan banyak mengucapkan "Terimakasih" padamu.

Salam olah raga, Bung Ricky Jo, sampai bertemu di pertandingan berikutnya. Rest in Present. I Love You.
Tag : ,

Product Saying

By : Harry Ramdhani
Untuk mendapat 'hasil' dengan mudah, membandingkan adalah caranya.

Kadang, Aku mengamati ini ke arah yg negative. Entah, alasan yg tepat apa ? yg jelas, membandingkan merupakan cara terendah. Sebenarnya, masih bisa mendapatkan 'hasil' secara maksimal tanpa mesti membandingkan seperti menganalisis atau yg lain. Membandingkan antara satu dengan yg lain biasanya akan mendapat 'hasil' seperti 'lebih baik ini daripada yg itu'. Semua memiliki kelebihan dan semua memiliki kekurangan.

Aku jadi ingat, tahun lalu, saat peringatan World Environment Day, Aku berjalan kaki dari rumah ke kampus yg berjarak hampir 65 kilometer. Pada waktu yg bersamaan, hari iru merupakan job stand-up yg Aku terima (walaupun cuma-cuma… bayarannya) di Seminar Kanker Serviks.

Bukan berjalan kaki dari rumah ke kampus yg ingin Aku ceritakan tapi, keberlangsungan Seminar Kanker Serviks-nya.

Acara molor satu jam. Tidak masalah, karena Aku masih lelah. Dimulai dengan beberapa basa-basi seperti sambutan ini-itu, acara dimulai. Seminar berlangsung seru, mungkin ini kali pertama Aku merasakan peserta seminar yg begitu antusias terhadap 'isi' seminar daripada sertifikat yg nanti akan diberikan.

Aku, di sana sedikit canggung. Tentu saja karena ini seminar Kanker Serviks. Jadi, Kanker Serviks adalah kanker pada mulut rahim perempuan. Damn. Sebagai lelaki yg telah menerima tawaran stand-up, maka Aku bersikap profesional karena memang tidak ada yg salah.

Lama, sungguh lama karena antusiasme yg dibangun oleh penyaji seminar bisa menarik perhatian peserta seminar. Dimulai dengan telat dan acara jauh dari kata sepakat.

Tunggu dulu. Selain penyaji dapat membangun perhatian dari peserta, ternyata komunitas tersebut (sekalian) menjual produk. Setelah mereka menyajikan betapa mengerikannya perempuan bila (amit-amit) terkena penyakit Kanker Serviks, maka diakhiri dengan demo pruduk. Ini seperti di arisan ibu-ibu RT tiap bulan.

Hal terpenting untuk tidak terkena Kanker Serviks, menurut mereka (baca: penyaji seminar) adalah penggunaan pembalut. Yup, ternyata banyak pembalut yg beredar di pasaran itu berpotensi terkena penyakit tersebut. Mengenaskannya saat Ia meminta peserta seminar yg notabene-nya perempuan untuk mengeluarkan pembalut yg dibawa. Damn, saat ada salah seorang menyerahkan pembalut seperti polisi yg pasrah meyerahkan senjata andalannya kepada perampok. Dengan segala hormat, itu menjijikan. Tapi, ini dia kejekannya orang saat menjual produk, membandingkan antara pruduknya dengan produk lain. Di satu sisi Ia menjelek-jelekan produk lain dan membanggakan produk sendiri. Saling menjatuhkan.

Dalam product salling memang banyak terjadi hal demikian. Inilah yg mengakibatkan bisnis di Indonesia 'kotor'. Melihat hal demikian, seperti membandingkan 'Uang' dengan 'Tuhan'.

Jika memang ingin bersaing, bersainglah dengan sehat. Keputusan akhir ada ditangan konsumen tapi, jangan meyakinkan dengan cara menjatuhkan. Biarkan keunggulan produk yg bicara sendiri dan konsumen-pun akan memilihnya untuk membeli. Product Saying, jarang diterapkan oleh pebisnis di Indonesia.
Tag : ,

Gathering, Menulis Materi Stand-up

By : Harry Ramdhani
Pertemuan pertama memang tak seindah pertemuan kedua, ketiga, keempat, dst, dsb, dll.

Manusia memang bisa memprediksi tapi, tetap saja, Tuhan yg menghendaki. Kala itu, angin kencang dan hujan yg datang tak lama belakangan mengguyur hampir 3/4 bagian Bogor. Awalnya, sama sekali tidak aada yg menduga akan adanya hujan turun. bahkan, BMKG saja tidak memberitahukan sebelumnya. Mereka asyik bermain 'Mencari Harta Karun Peninggalan Fir'aun' di kantor.

Tidak seperti biasanya, Aku begitu 'getol' untuk mencari penerus-penerus Stand-up Comedian yg berteduh di bawah @StandUp_Unida. Salah seorang teman sempat berkata, "Kalian tuh musti buat kaderisasi di sini (baca: Stand-up Unida) untuk bisa nerusin napas komunitas ini. Jangan asyik sendiri. Jangan asyik belajar sendiri. Pokoknya, gue baru gabung kalo kalian itu 'jelas'." Aku diam saja menyikapi. Pikirku, semua orang akan berbicara hal serupa jika diajak bergabung 'asalkan jelas'.

Setelah lama berlalu, Aku tidak bilang ada benarnya juga tapi, kini dihadapkan masalah serupa seperti temanku pernah katakan. Satu persatu orang keluar, satu persatu orang 'bergelantungan' disini. Manusia organisasi bilang mungkin, "Seleksi Alam" untuk hal seperti ini.

Kadang, hal yg dianggap remeh akan terlihat penting saat dipertemukan secara langsung. Yup, Aku tidak boleh tinggal diam, saatnya berusaha untuk mencari kader-kader baru.

***

Malam minggu, seperti malam-malam biasanya. Jomblo-jomblo ogah di rumah, mereka sibuk berkeliaran mencari pasangan. Orang-orang yg memiliki pasangan biasanya lebih memilih berdua-an di rumah, mungkin biar lebih irit, mungkin akan ada adegan buka-bukaan, Aku tidak tahu. Dan, #OpenMicGedy dari Stand-up Unida. Seperti biasa (juga) komika yg ingin menguji materi dapat dihitung dengan jari satu tangan tapi, penontonnya ada sedikit peningkatan. Dari situlah asal-muasal otak picikku untuk mencari orang-orang yg ingin dijadikan 'kader' demi keberlangsungan Stand-up Unida.

Salah seorang penontong datang menghampiri mejaku. Memang tidak asing, karena Ia adalah salah seorang dari murid Teater binaan Sanggar Teater Lentera. Ia pernah satu kali ikut Open Mic Unida, ya, hanya satu kali diawal terbentuknya Stand-up Unida, selebihnya… tidak pernah lagi.

Tumben malam itu Ia hadir. Tumben Ia hadir bersama teman-temannya. Katanya, Ia ingin belajar Stand-up seperti halnya komika lain. Aku menanggapi secara positive, sebenarnya banyak yg begitu tapi, lagi-lagi tersisihkan oleh alam. Pagar makan tanaman, keinginan untuk belajar dimakan sendiri oleh kesibukan yg membuatnya menenggelamkan keinginan.

Setelah lama berbincang, Aku putuskan untuk mengajaknya Gathering. Sebenarnya kami sudah lama tidak gathering, entah kenapa ? yg jelas Aku menganggap komika Unida sudah mahir membuat materi sampai di atas panggung. Kali ini, Aku saatnya 'gathering yg sebenarnya'. Aku buat gathering dari awal, yaitu membuat materi. Sebenarnya, modal utama untuk menjadi seorang stand-up comedian adalah nyali, bukan membuat materi. Tapi, berhubung komika Unida sudah tidak asing melihat panggung dan nyali mereka sudah ada dan anak baru yg ingin belajar stand-up memiliki background dari teater, sehingga tidak perlu lagi. Pekerjaan beratnya sekarang adalah membuat materi.

*** 


Hujan, mungkin mereka sedang menghangatkan diri di bawah ketiak para penyair. Akhirnya, hanya Aku dan anak teater yg ingin belajar saja yg hadir.

Aku persiapkan materi gathering secara sederhana, rumusnya: Premis - Case - Effect - Solution. Bagiku, ini merupakan hal termudah seorang komika dalam membuat satu set materi.

Premis adalah kalimat yg menyimpulkan. Tanpa perlu tetek-bengek untuk menjelaskan, biasanya seseorang cukup mengeluarkan Premis. Contoh: Indonesia merupakan negeri yg indah. Ini merupakan Premis, tanpa menjelaskan bahwa Indonesia itu indah. Tapi, pemilihan redaksi untuk premis musti tepat, sehingga penonton akan bisa terbawa dalam bit-bit yg mengalir. "Semakin kuat premis, maka semakin bagus pula set-nya."

Case atau kasus adalah kumpulan beragam pertanyaan 'kenapa' pada suatu objek yg ingin dibuat suatu tema. misalnya, seorang komika membuat bit 'alay'. Nah, komika tinggal membuat pertanyaan dengan kata tanya 'kenapa' yg dikaitkan dengan 'alay', seperti "Kenapa alay kalo ngupil sambil manyun ?" "Kenapa alay kalo ke Cafe nyari colokan mulu ?" dan ada berjuta-juta pertanyaan 'kenapa' untuk 'alay' lainnya.

Effect atau Efek adalah jawaban dari Case. Banyak seorang komika menjawab pertanyaan dengan asal-asalan, sehingga membuat penonton tidak akan tertarik mendengarkan komika perform. Bagaimana ingin mendengarkan kalo penonton serasa dibohongi dengan jawaban-jawaban asal 'jeplak'. Berikan jawaban secara faktual, karena ini stand-up comedy bukan pertunjukan sulap. Misalnya, Kenapa alay kalo ke cafe nyari colokan mulu ? mungkin karena Ia tidak pernah bisa lepas untuk foto-foto tiap dateng tempat baru dan di share ke twitter. Itu fakta. Tapi, komika sering membawa imajinasi liar untuk menjawab seperti Kenapa alay kalo ke cafe nyari colokan mulu ? karena idungnya gak bisa buat re-charge. Jelas, ini tidak masuk akal, jawaban asal-asalan akan membuat penonton tidak akan tertarik mendengarkan.

Solution atau solusi adalah opini seorang komika dalam membelokan fakta yg ada dibagian Case. Bagian ini adalah soal kecerdasan komika hingga Ia bisa menghasilkan tawa penonton. Mustinya, kalo Premis sudah kuat, Case yg dihadirkan menarik, dan Effect yg ada memang apa-adanya, maka tidak akan terlalu sulit bagi seorang komika membuat lucu. Dibutuhkan sanse of humor ketika menulis dibagian ini. Ingat, solusi ini adalah opini yg ditawarkan seorang komika, jadi murni pendapat sendiri. Kalau penonton masih tidak (atau belum) tertawa, mungkin opini yg ditawarkan tidak terlalu membuat penonton sepakat. Contoh: Kenapa alay kalo dateng ke Cafe nyari colokan mulu (case)? mungkin, karena doyan photo-photo di sharie ke twitter jadi sering trus batere-nya abis (effect). Nah, inikan aneh, bukannya dateng ke Cafe pesen makanan malah pesen colokan (solusi). Mustinya penonton ketawa, kalo masih hening, dibutuhkan sanse of humor yg tinggi. Atau, bisa jadi seperti ini, "Kenapa alay kalo dateng ke Cafe nyari colokan mulu (case)? mungkin, karena doyan photo-photo di sharie ke twitter jadi sering trus batere-nya abis (effect). Jadi, dateng ke Cafe buat makan bukannya baca do'a malah sibuk photo-photo (solusi). Masih gak ketawa ? bikin sendiri.

Nah, rumus seperti itu akan mendapat turunan menjadi 'Premis -> Set-up -> Punch line'. Set-up itu bagian yg belum lucu, terdiri dari Case dan Effect. Punch line itu bagian yg lucu, hanya solusi. Gampangkan membuat materi stand-up ? Yuuk nulis materi dan uji di Open Mic. Gak usah takut gak lucu, karena takut tuh sama polisi kalo ditilang.

Dateng ke #OpenMicGedy @StandUp_Unida tiap malem minggu di Gedy d'Art Cafe jam 7 malem. Keep Calm for Laugh.

Supersemar

By : Harry Ramdhani

Malam itu, mencekam.  Angin ribut di luar luluh-lantah dan memporak-porandakan bangunan sekitar gedung.  Suasana pada tanggal 11 Maret tidak akan pernah dilupakan oleh banyak rakyat Indonesia.  Surat Perintah Sebelas Maret atau yang sering dibilang Supersemar menjadi sedikit cacatan gelap Bangsa Indosesia.  Bahkan, sampai detik ini, tidak pernah ada kejelasan akan hilangnya (atau sengaja dihilangkan) Supersemar.  Salah satu lembaga, Arsip Nasional-pun tidak dapat mencari keaslian surat tersebut.

Banyak cerita muncul dari beberapa media setiap tanggal 11 Maret.  Semuanya berbeda.  Entah, sumber mana yang dituju guna mendapatkan data dalam menulis suatu berita.  Namun, secara garis besar, ini ada kaitannya dengan Mayor Jend. Soeharto (yang kemudian menggantikan Sukarno menjadi Presiden) yang pada saat itu selaku Panglima Angkatan Darat menggantikan Letnan Jend. Ahmad Yani yang gugur akibat peristia G-30-S/PKI itu.  

Kondisi Indonesia memang saat itu dalam kondisi tidak kondusif, bahwa banyak ‘pasukan liar’ atau ‘pasukan tak dikenal’ (yang belakangan baru diketahui adalah Pasukan Kostrad dibawah pimpinan Mayor Jend. Kemal Idris) yang bertugas menahan orang-orang yang terindikasi G-30-S di antaranya ‘Kabinet 100’ dan salah satunya adalah Perdana Menteri I Soebandrio.

Pada malam hari, di Istana Bogor, datanglah tiga orang perwira tinggi (AD) untuk menemui Presiden Sukarno yakni Brigadir Jend. M. Jusuf, Brigadir Jend. Amirmacmudin dan Brigadir Jend. Basuki Rahmat.  Terjadi perbincangan sengit antara ketiga perwira tersebut dengan Presiden Sukarno mengenai situasi yang terjadi dan ketiga perwira tersebut mengatakan behwa Mayjend Soeharto mampu mengatasinya dan mengendalikan situasi guna memulihkan keamanan bila diberikan surat tugas atau surat kuasa yang memberikan kewenangan kepadanya untuk mengambil tindakan.  Perbincangan tersebut berakhir pada pukul 20:30 malam.  Presiden Sukarno setuju dan dibuatlah surat perintah yang dikenal Surat Perintah Sebelas Maret atau Supersemar yang ditujukan untuk Mayjend Soeharto.

Ironis memang, Indonesia musti memperingati (walau bukan menjadi libur nasional) setiap tahunnya sebuah catatan gelap.  Melalui Supersemar itulah asal-muasal tongkat kekuasan Soeharto ditegakkan.  Melalui Supersemar itulah Soeharto dapat mengendalikan Negara ini sampai takluk di kedua tangannya.  Melalui Supersemar itulah Negara ini terjajah 32 tahun lamanya.  Banyak yang memberi kesaksian bahwa Sukarno sempat ditodongan senjata tajam untuk menandatangani (dengan paksa) Supersemar.  Ada juga yang mengatakan bahwa, sebenarnya tidak terjadi pertentangan sengit antara Sukarno dengan perwira tinggi (AD), namun diluar Istana memang sedang terjadi pergolakan yang sengit di mana demonstrasi-demonstrasi dan tank-tank ada di luar Istana. Mengingat situasi sedemikian rupa, rupanya Sukarno menandatangani (juga) surat itu.

Kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi secara persis kejadian tanggal 11 Maret 1966 di Istana Bogor. Semua saksi yang dianggap berkompeten menguak peristiwa Supersemar sudah tidak ada.  Tapi, kejadian ini-pun sedikit mengingatkanku soal kelulusan sidang yodisium pada tanggal 11 Maret 2013 di ruang Sidang.

Sedikit mengutip tulisan Kritikus Sastra Nurhady Sirimorok (2008) tentang Laskar Pelangi; Andrea Hirata Pembacanya dan Modernisasi Indonesia, bahwa novel Laskar Pelangi adalah korban dari Orde Baru, di mana bisa mendapatkan Harta dan Kekuasaan melalui gelar sarjana pendidikan formal. Memang, Aku sedikit tidak setuju tentang kritikan Nurhady Sirimorok (2008) tapi, memang itulah kenyataannya saat ini.  Gelar sarjana dijadikan magnet penarik dan kutub utara maupun selatan adalah Ijazah. Aku tidak peduli.
Menjadi seorang sarjana adalah impian setidaknya 90% mahasiswa.  untuk meraihnya, tidaklah semudah meludah di sembarang tempat, butuh tahap-tahap yang musti dilalui seperti seminar ini-itu, penelitian, dan sidang.  Sidang Yodisium adalah siding di mana mahasiwa diberikan secarik kertas dan memberi tahu bahwa mahasiswa tersebut lulus atau tidak. Dekan langsung menandatangani surat tersebut dan jadilah Sarjana.  Tapi, sebelum itu, mahasiswa musti melewati sidang Skripsi di mana mahasiswa akan berhadapan langsung dengan penguji untuk ‘menelanjangi’ isi Skripsi. Hanya berdua penulis dan penguji. 

Inilah yang Aku anggap sebagai mirip seperti Supersemar.  Kita tidak pernah tahu kejadian yang sebenarnya terjadi saat sidang, kita tidak pernah tahu apa saja yang dilakukan saat sidang.  Ketika semua itu selesai, maka penulis Skripsi akan diberikan surat tanda lulus saat sidang Yodisium dan tiba-tiba, “Hey, Aku lulus.” Kemungkinan terburuk yang terjadi adalah akan lahirnya ‘Soeharto-Soeharto baru’ bila caranya seperti ini.  Tapi , kemungkinan teraiknya adalah sudah saatnya pembuktian di lapangan.  Maaf, bukannya ingin merendahkan penguji maupun penulis Skripsi, sedikitpun tidak.

Bukannya Aku tidak ingin mengucapkan ‘Selamat’ bagi mahasiswa yang telah lulus tapi, apanya yang musti diselamati dari permulaan ? Aku hanya memberikan ‘Selamat’ kepada penulis Skripsi saat selesai melakukan penelitian. Bagiku, kelulusan adalah sebuah simbolisasi semata atas usaha atau jerih payah mahasiswa yang telah melakukan penelitian.  Lulus atau tidak lulus, adalah hasil.  Karena ‘0’ adalah (juga) hasil. 

Selamat atas penelitiannya, karena penelitiannya sangat berguna bagi masyarakat luas.  Aku berhutang satu bungkus coklat padamu.
Tag : ,

Tiga Kata, “Gue Gak Nyesel.”

By : Harry Ramdhani

Bapak tua beseragam hitam sedang asyik menikmati sebatang rokok di depan Café Bruce Coffee and Barbershop.  Ini kali pertamaku datang ke Open Mic Stand-up Comedy BSI Bogor.  Sebenarnya hanya sebatas basa-basi, karena Aku sudah tahu tempat Open Mic itu di lantai atas Café.  Salah satu cara untuk memulainya dengan sebuah kalimat tanya retoris.  Yup, kalimat tanya retoris adalah kalimat tanya dimana hanya memiliki dua jawaban, ‘Ya’ atau ‘Tidak’. Bapak tua melirikku sedikit sinis, tampak seperti orang yang datang ingin mengemis.

Demi memecah kebuntuan, Aku bertanya, ‘Pak, tempat OpenMic BSI ada di atas yah ?’.  Ia masih menghisap rokoknya, sekelebat sebuah ucapan meluncur dari mulutnya, “Apa itu OpenMic ?”  Damn, tidak sesuai sekali jawabannya.  Aku kira akan menjawab, “Ya” atau “Tidak”, ternyata Ia malah membalikan pertanyaanku dengan sebuah pertanyaan.  Aku gagal bertanya dengan kalimat retoris.  Dalam hati, Aku membuat dua hepotesis yang Aku sudah tahu jawabannya sendiri.  Pertama, Aku menjelaskan Open Mic kepada Bapak tua kemudian kembali bertanya kembali.  Aku pikir, ini hanya membuang waktu dan tentunya akan ada sesi tanya-jawab saja.  Dan, kedua, Aku mengganti pertanyaan saja tapi, dengan maksud yang sama.  Ahh, mungkin ini opsi ini yang Aku ambil.

‘Maaf, pak, katanya di sini setiap rabu malam ada acara yah ?’ tanyaku sambil melirik ke arah papan yang bertuliskan agenda rutin Open Mic Stand-up BSI Bogor.
“Ouw, iyah.  Tuh, udah ada dua orang yang datang.  Tempatnya di atas.” Jawab Bapak tua sambil menyemburkan asap rokok.
“Iyah.  Mari, pak.” Ucapku sambil berjalan meninggalkan Bapak tua.   Ternyata, bertanya untuk mendapatkan jawaban yang sederhana susahnya minta ampun.  Pantas saja sampai sekarang Aku masih jomblo, untuk dapet jawaban ‘Ya’ atau ‘Tidak’ itu susah.

Di Bullwings, salah satu tempat Open Mic Stand-up Indo Bogor, tempat Open Mic-nya juga di lantai atas tapi, tangganya tepat di depan pintu jadi bisa langsung ‘ngacir’ ke atas.  Berbeda dengan Café Bruce Coffee and Barbershop, di sini tangganya ada di ujung ruangan jadi, musti melewati Barbershop yang ada di lantai bawah.

Saat itu tidak ada yang potong rambut dan hanya ada beberapa karyawan yang sedang ngobrol di depan cermin besar.  Ketika baru masuk, Aku langsung berpikir dua hal, pertama, tidak ada bencong di sana dna yang kedua, mana ada yang ingin potong rambut malem-malem, itukan pamali.  Yup, di setiap tempat potong rambut yang ber-AC, setidaknya yang Aku tahu, orang yang memotong rambut adalah bencong.  Dan, seingatku waktu kecil, orang yang memotong rambut pada malam hari itu Pamali tapi, Aku lupa akan berakibat apa saat melakukannya.

Tangga yang berada di balik pintu menunjukan bahwa arsitektur Café ini ingin memberikan Shock Teraphy.  Baru dua anak tangga, langsung dibelokkan dengan beberapa anak tangga yang menjulang ke atas, seakan ingin membawa ke lantai atas gedung pencakar langit.  Ketika baru sampai tengah, Aku melihat stand mic berdiri sendirian tak bertuan.  ‘Di sinikah stage-nya ?’ tanyaku dalam hati.  Tanpa memikirkan jawabannya, terus saja Aku mengikuti anak tangga sampai akhir.  Benar, ada dua orang yang sedang ngobrol, satunya berbaju warna kuning dan satunya lagi… entah Ia penonton yang datangnya kepagian atau… sudahlah.
Aku tahu laki-laki yang berbaju kuning ini, legaknya seperti penari striptis yang tobat, Akbar.  Beberapa menit mataku dimanjakan oleh design interior Café Bruce Coffee.  Sungguh ‘Café’ banget, beberapa sofa panjang yang melintang dipojok ruangan dan beberapa meja munder berada di setiap sisi.  Oia, tidak lupa meja bartender yang lebih mirip meja resepsionist tergeletak gagah seakan menggambarkan, ‘di sinilah jantung Café Bruce Coffee’.

Sengaja Aku ingin datang lebih awal karena ingin melihat-lihat dulu tempat yang telah komika-komika Unida ceritakan.  Ternyata memang komika Unida saja yang norak, mereka bercerita seakan membuat perbandingan yang sangat kontras dengan tempat Open Mic Unida.  Tapi, memang ada benarnya juga sih, tempat Open Mic Unida di kampus seakan bisa menggambarkan isi kantong komikanya.

Tetap, disela-sela mataku berkeliaran melihat tempat, masih saja Aku mencuri sedikit pandangan ke arah laki-laki yang tadi tidak sanggup Aku jabarkan.  Ia lantas mengambil selembar kertas yang ada di atas meja dan seakan berlatih seakan seorang stand-up comedian.  Apakah Ia seorang komika ? komunitas stand-up comedy mana yang rela mengasuh orang ini ? Berlebihan memang pertanyaanya namun, begitulah adanya.  Jika, ya, Ia memang seorang komika lalu komunitas mana yang mengasuhnya ? Stand-up Indo Bogor ? Ahh, Aku tidak yakin. Stand-up BSI Bogor ? Eum, yang Aku tahu, komika BSI katanya ada tiga orang tapi, yang Aku tahu hanya dua orang.  Apa ini orang ketiga yang dimaksud ? Mas, biasanya yang ketiga itu setan ‘loh.

Aku sedikit menganalisis.  Jika, orang ini benar dari Stand-up Indo Bogor, maka semakin ramailah Bullwings.  Pengunjung bullwings kini akan datang demi Dia, bukan lagi seorang maestro Jui atau Dede Kendor.  Tapi, bila Dia ‘benar’ dari BSI, maka pecaaaaah ‘lah selalu Open Mic mereka.  Saranku, tolong pasung Dia di Tugu Kujang, supaya para pendemo di sana tidak lagi bakar ban tapi, bakar yang dipasung.  (Masih frustasi saat menulis ini.  Semoga nanti orang yang membaca tidak ikut frustasi) 
nah, ini orang yang Aku maksud.

Ipung Bahhhri datang, salah seorang admin Stand-up Indo Bogor.  Tidak lama Kang Irawan-pun hadir, Cahyadi dan Robi dari Stand-up Indo Bogor, serta Ryan dari Stand-up BSI Bogor.  Wuaaah, ramai juga yah Open Mic BSI.  Waktu menunjukan pukul delapan malam, saatya Open Mic dimulai.

Aku sungguh salut dengan managerial Stand-up BSI Bogor, bahkan suka, karena mereka memulai tepat waktu.  Tidak perlu menunggu berapa banyak komika yang akan menguji materi, tidak perlu menunggu berapa banyak penonton yang siap dihibur komika, jika tertera jam delapan, ya, jam delapan dimulai.  Patut dicontoh.

Akbar, selaku MC membuka Open Mic.  Dengan sedikit berbasa-basi, Ia memanggil Ryan sebagai penampil pembuka, kemudian disambung Robi, lalu ke… Bakri.  Ya, namanya… Bakri, Aku tahu setelah MC menyebutkan namanya. Aku tidak akan menuangkan komentar terhadap penampil, karena itu buka urusanku.  Lanjut saja, Cahyadi, meneruskan napas panjang suara mic yang keluar dari pengeras suara dan ditutup dengan manis oleh, Kang Irawan.  Yup, that’s a wonderfull night.

Ketika sedang evaluasi oleh Ipung Bahhhri, Cahyadi, dan Kang Irawan, beberapa komika datang.  Entah, Aku tidak tahu mereka.  Kemudian, datang juga Jui, Koide, dan satu lagi orang yang Aku tidak tahu.  semakin ramailah orang yang hadir untuk evaluasi.  Aku bukannya tidak memperhatikan evaluasi tapi, Aku tidak ingin menulisnya di sini, karena takut akan melebar isi dari tulisannya.

Cas-cis-cus, mereka sharing saat evaluasi tapi, kembali Aku terpikirkan oleh tempat ini.  nampak, ada yang mengganjal.  Yup, kembali ke tengah, soal main-stage.  Aku bukannya ingin sostoy soal stage Stand-up Comedy tapi, kayaknya sedikit menggangu penampil bila main-stage ada di depan tangga persis.  Karena di sana akses utama orang seliweran ke sana - ke mari.  Bukannya sostoy ngasih saran tapi, alangkah baiknya main-stage ada di dekat jendela, karena stand-up comedy bukan soal semata penampil menghibur penonton tapi, stand-up comedy juga soal tata letak panggung.  Semakin baik main-stage maka akan berpengaruh penonton menaruh perhatian kepada penampil.  Di Unida, sudah hampir satu tahun masih suka menggonta-ganti main-stage.  Tujuannya hanya satu, seperti tadi yang telah dijelaskan.

Overall, Aku suka bisa hadir di Open Mic Stand-up BSI Bogor.  Walau pulang dari sana sempet nyasar karena tidak tahu jalan pulang tapi, tetap tidak bisa menggantikan hebatnya Open Mic malam ini.  mungkin hanya ada tiga kata untuk Stand-up BSI Bogor, “Gue Gak Nyesel.”

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -