The Pop's

Archive for June 2013

Too Blue Tobe True

By : Harry Ramdhani
Saya selalu meyakinkan orang-orang bahwa menunggu itu menyenangkan. Tidak ada alasan yg tepat untuk tidak menunggu. Petani padi menunggu panen, Ojek payung menunggu hujan, dan saya menunggu #BlueNiteBGR - Too Blue To Be True.

Saya adalah orang yg menderita ketika mesti tahu (setidaknya) segelintir agenda Stand-up Indo Bogor dan tidak boleh mem-publish-nya, cuma modal naro kuping dan nguping. Eum… padahal saya bukan siapa-siapa di sana. Sejak saat itu, menunggu ialah bayangan yg tenang meski hujan datang. Diam, menutup mulut untuk suatu hal yg bisa membuat orang-orang penikmat stand-up salut.

Merdeka Dalam Bercada oleh Pandji Pragiwaksono, event pertama saya menikmati suguhan sempurna dari Stand-up Indo Bogor. Di sana, keteraturan acara sampai selesai, saya dibuat bagai raja semalam. Tinggal duduk dan tertawa. Sempurna.

BerGaMiS - Bercandaan Gang Mini Show oleh Jui Purwoto, Dede Kendor dan Ridwan Remin. Walau datang terlambat, tapi benar-benar bisa pulang dengan penuh cerita yang bisa dibagi ke semua.

Kini, Stand-up Nite ke-4 StandUp Indo Bogor, temanya adalah Blue Nite. Semua komika yang tampil di #BlueNiteBGR - Too Blue To Be True akan membahas hal-hal yang masih dianggap tabu oleh khalayak umum namun, tersusun rapih supaya bisa diterima oleh semua.

Blue like a paradise, itu istilah yang sering saya dengar dari penjahat cinta di kamar remang tempat selangkangan pada ngangkang.

Tabu memang membicarakan hal-hal private di depan umum. Sebuah ucapan yang mestinya tidak didengar namun, diucapkan lantang di panggung stand-up comedy. Bagi saya, Blue nite adalah kasta tertinggi dalam panggung stand-up nite. Tidak sembarang orang bisa nonton, syaratnya berumur 18+. Ini diharapkan penonton yang datang sudah 'layak' mendengarkan materi-materi Komika.

Malam nanti, 29 Juni 2013, saya akan ikut bersama kontingen dari Stand-up Unida, Fajar Nugraha. Anak ini baru saja dua bulan bergabung namun, bakat melucunya sudah melebihi umur stand-up comedy di Indonesia. Tidak hanya dia, masih ada empat komika dari Tuan Rumah, Stand-up Indo Bogor yaitu Koide, Lingga Wastu, Fajar Ramadhan, dan Irawan Raharja. Kelima komika lokal Bogor ini akan berbagi panggung dengan Mongol Stres, Sang Pemerhati KW dan Reggy Hasibuan.

Masih dipaksa menunggu untuk tertawa, karena host spektakuler-pun disajikan oleh Stand-up Indo Bogor, Kang Dede Kendor. Sudah sakit mungkin saya menahan ketawa, karena masih ditambah (lagi) oleh Band Parodi yang sedang populer di Bogor, Jelanguan yaitu Jui Purwoto and Couples Friends.

Membayangkan saja saya sudah geli tertawa, apalagi nanti di #BlueNiteBGR? Sudahlah, ini semua akan kalian buktikan jika datang langsung melihat sajian istimewa Stand-up Indo Bogor. Kok sedikit gimanaaaaaa gitu, yah? Yohaa, saya fans komunitas Stand-up Indo Bogor. Di sini, saya menunggu untuk bisa tertawa. Sampai bertemu di sana. Saya menggunakan jas kuning sambil megang karton putih bertuliskan: Congratulation Stand-up Indo Bogor. It's my first stand-up nite. Go on Blue Nite - Too Blue To Be True.

Sebuah SkeMa dari Skenario Mahasiswa

By : Harry Ramdhani
Saya ingat, 30 maret 2012 lalu, para wakil rakyat sedang rapat di Gedung berbentuk pantat. Rapat besar untuk memastikan harga BBM yang kian menjadi permainan orang-orang berperut besar. Dari pagi sampai malam mahasiswa terus melantangkan suara penolakan. Entah, perhitungan dari mana, yang jelas mereka turun atas nama almamater masing-masing. Mahasiswa ini teriak ini, mahasiswa itu teriak itu, beragam wana menghiasi kelabunya nasib rakyat yang kian melarat. Konon, mahasiswa turun ke jalan melaksanakan aksi karena ada uang yang menunjang mereka untuk makan. Apapun isu yang beredar tapi, disitulah bukti bahwa mahasiswa masih ikut andil dalam setiap keputusan yang kerap tidak adil.

Saya juga ingat, 30 Maret 2012 lalu, untuk kalo pertamanya saya stand-up (bukan stand-up comedy) di depan para petinggi Fakultas. Di sana, saya diikut sertakan untuk pemilihan ketua BEM-Fakultas (baca: semacam Gubernur Mahasiswa) dalam Debat Politik. Ini adalah kesempatan saya bisa bersua di depan umum. Ini adalah kesempatan saya bisa meluapkan keresahan diri tentang civitas akademik. Perlu diingat, pemilihan sebenarnya sudah diatur sedemikian rupa untuk memenangkan salah satu pihak 'yang dianggap layak'. Toh, di negeri ini tidak ada yang layak. =Jika ada, beritahu saya sekarang.

Saya sangat ingat, 30 Maret 2012 lalu, untuk kali pertamanya sebuah komunitas kecil Stand-up Comedy lahir di kampus saya, Unida. Saat itu, disebuah acara penggalangan dana untuk sebuah yayasan kanker anak di Indonesia dibuat sesederhana mungkin, atau lebih tepatnya ala-kadarnya. Awalnya, memang hanya ingin memperkenalkan sebuah jenis hiburan baru di kampus tapi, (lagi) saya sendiri belum menemukan para pelaku stand-up comedy. Polanya adalah membeli kucing dalam karung. Ternyata malam itu dihadiri buanyak penikmat stand-up comedy, bahkan ada 11 komika yang perform. Semuanya stand-up untuk kali pertama. Banyak yang tertawa dan banyak pula yang berpikir keras maksud ucapan komika. Dana terkumpul, penikmat stand-up comedy-pun berkumpul. Jujur, saya sendiri tidak mengenal orang-orang yang stand-up kala itu, yang saya tahu hanyalah, mereka orang-orang terpinggirkan oleh kebijakan kampus yang membuat kuliah mereka berantakan. Paling, hanya satu-dua orang yang saya kenal, itu juga perlu 'dicocol' lama soal stand-up comedy dulu baru mau.

Memang tidak ada kaitannya antara aksi mahasiswa yang demo di Gedung Pantat dengan pemilihan ketua BEM-Fakultas lalu penggalangan dana tapi, di sana kita bisa lihat bahwa membuat perubahan tidak perlu melakukan hal yang serupa namun, bisa dilakukan secara beragam. Kita sadar, semua manusia pasti berusaha, pasti berjuang tapi, tidak semua manusia bisa membuktikan. Sepakat atau tidak, perubahan lahir dari tangan pemuda. Mungkin mahasiswa.

Kini, ketika harga BBM dipermainkan (lagi) di Gedung besar berbentuk pantat, masih ada mahasiswa yang ingin bersua untuk semua.

Sebuah apresiasi layak diberikan untuk sebuah usaha, perjuangan para penikmat stand-up comedy di kampus. Tentunya hanya pantas dibayar oleh sebuah pembuktian bahwa mereka (nyaris) layak berdiri sendiri di panggung mini show. Sudah satu tahun lebih, sudah saatnya membuktikan.

Nanti, di Mini Show @StandUp_Unida, akan berdiri lima orang komika yang telah membuktikan diri di lima panggung audisi #BlueNiteBGR. Lima komika yang ingin membuktikan diri (atau mempermalukan diri) di sebuah panggung yang tidak semua komika bisa berdiri di sana. Lima komika yang telah siap membuat opini dan melahirkan sudut pandang baru seputar kehidupan mahasiswa. Terangkum dalam satu panggung Mini Stand-up Comedy Show - SkeMa: Skenario Mahasiswa. Merekalah, @EkaDOKY; @masjayusmas; @ories88; @FaisalxXHunteR; dan bintang baru Stand-up Unida… @fajarnugraa. Mereka akan berbagi panggung dengan dua komika dari @StandUpIndo_BGR, @Koide_Namizo dan @fazarwarmit.

Saksikan mereka pada Sabtu, 22 Juni 2013 di Aula Gedung C Universitas Juanda, Bogor pukul 10.00 WIB. Tiket hanya Rp. 5000,-. See you.


FYI: Hasil penggalan dana itu baru bisa di donasikan saat #StandUp4Charity yang dilakukan oleh @StandUpIndo untuk komunitas @YPKAI_C3 Community for Children with Cancer.

FYI: tanggal 29 juni 2013 nanti juga saksikan #BlueNiteBGR oleh @StandUpIndo_BGR di Padjajaran Suite Hotel pukul 19:30 WIB. Di sana juga akan kedatangan komika asyik seperti @Mongol_Stres dan Regzindahood juga diawali oleh lima komika Bogor: @pandaikata @IrawanRaharja @Koide_Namizo @fazarwarmit dan… @fajarnugraa.


Tersayat Air Hujan

By : Harry Ramdhani

Hujan,…
aku tau, akan
ada yang datang,
pastinya sesuatu yang
menyenangkan.

Suara petir riuh menggelegar,
bersautan.
di dalam aku dengar
teriakan
dari luar

Suaranya aku ingat
dan tidak asing.
seakan pernah menyayat
orang yang disayang.

Tetesan air di ruang belakang
semakin padam,
tandanya wadah sudah penuh
air yang menggenang.

Ingin aku mengabaikan
air di belakang
seperti yang kau lakukan
dulu. Pahit untuk dikenang.

Cercaan,
tuduhan,
makian,
bertubi kau sarangkan
di telinga kanan,
bertumpuk di otak kanan.

Walau sebatas ucapan
namun, membekas pilu
seperti dihantam tamparan
tak… dalam diri, aku malu.

Masih saja terdengar
tinggi, semakin meninggi
kala petir menyambar
pohon di hutan jati.

aku bersila di atas
sejadah yang dijadikan alas,
sebatas berdo'a tak beralas
agar kau mendapat
orang yang lebih pantas.

Pantas dicaci,
dituduhi,
dimaki,
bertubi-tubi
hingga puas terasa dalam diri.

Harapku sederhana:
di luar, kau tidak terkena
tajamnya hujan yang sama
saat melukai hati oleh kata.

Tag : ,

Give Me Five

By : Harry Ramdhani
Menulis adalah cara gue mengungkapkan perasaan. Walau gak bagus tapi, cuma itu yang gue bisa. Mulut gue udah terkunci. Sebabnya? entahlah, mungkin ini yang mengetik mulut gue. :)

Dapet kabar kalau nanti Stand-up Indo Bogor pingin bikin Stand-up Nite ke-4, tentu berhasil 'nyedot' hampir 90% perhatian gue. Apalagi temanya 'It's a Blue Night', wuiiiih, makin asyik berat. Eh, bukan itu aja, sih, tapi emang gue belum pernah nongton Stand-up Nite. Norak? bukan, nongton stand-up nite itu adalah pilihan. Catet, tuh. Perlu diulang? "NONGTON STAND-UP NITE ITU PILIHAN" nanti gue jelasin, deh.

Oia, tadi sampe mana? Ouw…

Gini, jadi ceritanya Stand-up Indo Bogor bikin Stand-up Nite. Iyah, ceritanya, terjadi atau engga itu gimana mereka. Tapi, pasti jadi, soalnya kata mereka (baca: Stand-up Indo Bogor) udah lama gak bikin acara tersebut. Gatel? pasti, tapi garuk sendiri. Ejakulasi? pasti, tapi yang keluar hasilnya lewat audisi. Tidak sembarang komika bisa tampil di Stand-up Nite, kata salah seorang admin Stand-up Indo Bogor, Bang Rifky, "Stand-up Nite itu semacem wisudaan untuk seorang stand-up comedian. Siapapun yang tampil, artinya mereka sudah lulus dan siap jadi seorang stand-up comedia yang semi-pro." Sepakat. Asyik, yah, ngobrol sama Bang Rifky lebih asyik. Semacem khotbah jum'at tapi bentuknya nongkrong-nongkrong manja gitu. Tapi, saran gue kalau lagi ngobrol asyik sama Bang Rifky, yah, jaga jarak. Namanya juga manusia, kadang khilaf, ada aja hal-hal yang gak bisa diduga. Kalau visualisasiin kayak gini: lagi ngobrol asyik terus ada lalet nemplok di muka, karena sedikit ganggu, Bang Rifky ngusirnya pake asbak yang dilemparin ke lalet. Laletnya kabur, malah muka kita babak belur. :)

Punten, bercanda, Bang. Itu berlebihan. Gak mungkin. Secara jujur, gue mengagumi Bang Rifky. Kalo ngobrol sama dia, tuh, seakan ada kata, "Yes. I can." disetiap kalimat yang keluar dari mulutnya. Engga sembarang orang bisa begitu. Percaya sama yang diucap adalah modal menatap hari esok dengan baik. Maaf, lagi ngalor-ngidul aja, nih belum dapet alur yang asyik buat nulis keasyikan gue nongton #OpenMicBGR dari Stand-up Indo Bogor. Apa, yah? This's it…

Give Me Five  

Lima audisi di empat tempat berbeda adalah jalan yang mesti ditempuh komika untuk bisa tampil di StandUp Nite. Ternyata tidak semua bisa menempuhnya. Memang berat, tapi ini syarat. Tapi, gue pingin sombong, boleh? Gapapa sombong, karena cuma dengan sombong kita bisa terus berdiri. Sombong adalah tongkat untuk berpijak, biarpun sudah goyah atas hinaan maupun cercaan, cuma dengan sombong kita masih (tetap) berdiri. Berdiri dengan apa yang kita percayai. Berdiri dengan apa yang kita lakukan. Gue, bisa hadir di kelima audisi tersebut, cuuk. Asyik, yah. Tempat audisinya adalah di kelima lapak Open Mic. Pertama, OpenMicBGR dari Stand-up Indo Bogor.; kedua, OpenMicCTBGR dari Coffee Toffee.; ketiga, OpenMic BackToSchool dari Stand-up Unida.; keempat, OpenMicBSI dari Stand-up BSI Bogor.; dan yang terakhir kembali ke OpenMicBGR.

Biar tak kasih tahu mulai sekarang. Cuma di OpenMic, kita bisa ketawa selepas-lepasnya. Dengan gaya apapun kita tertawa, semua diperbolehkan. Bahkan sampe ketawa muter-muter cafe juga boleh. Walau ada segelintir komika yang belum lucu, tapi secara keseluruhan kita bisa puas. Puas mendapat wawasan baru kalo abis nongton OpenMic.


Contohnya seperti gue ini, dateng dengan niat nongton final audition StandUp Nite pas sampe sana malah ada nobar pertandingan Indonesia (vs) Belanda. FYI: ini kali pertama gue nobar. Norak? pasti. Banyak yang gue perhatikan. Mata melongok ke sana-ke mari melihat situasi. Sebenernya cuma pingin mastiin, gaya orang kalo nobar tuh macem begimana. You know what i mean? orang-orang pada teriak Indonesia, sebagian teriak belanda dan berharap ada yang ketawa, Bakri mukul-mukul meja. Entah, entah apa maksudnya, yang jelas Ia bahagia.

Kembali ke awal tulisan. Ini adalah audisi StandUp Nite terakhir. Pastinya gue disuguhin dengan segala kemampuan para peserta audisi. Bisa tampil di StandUp Nite adalah mimpi setiap komika, apalagi ini menjadi muncrat-an dari puasa panjang StandUp Night StandUpIndo_BGR.

Lima orang dipilih dari prosesi lima audisi. Berat, karena gue hadir disemua audisi. Melihat semua komika yang tampil satu-satu. Memperhatikan set yang mereka bawakan. Mendengar bit-bit yang mereka ucapkan. Jelas, ini sebuah kompetisi disebuah audisi.

Gambaran saja, tidak mudah mencari lima nama yang dianggap 'pantas' tampil sebagai pengisi acara StandUp Nite 'It is Blue Nite. Setau gue, di Indonesia, tema macem begini masih kurang terlalu diminati. Isu-isu yang diangkat terlalu vulgar untuk didengar. Nanti ragam orang menyaksikan para komika melantunkan irama set dengan sedikit sandiwara. Kata dosen gue, "Di Indonesia, orang-orang masih melihat orang dari apa yang diucap dan dari latar belakangnya."

Sekitar, 13 komika tampil di #OpenMicBGR - Final Audition. Aroma persaingan tertutup oleh penampilan. Saling sikut dibalut tawa penonton yang sama sekali tidak ada yang cemberut. Sungguh malam yang asyik. Host-nya juga asyik, Kang Dede. Wuiiih, kalau kata orang kesempurnaan adalah milik Tuhan, artinya, malam ini Tuhan menyaksikan OpenMicBGR.

Ditutup oleh penampilan Fajar Ramadhan (@fazarwarmit), penonton bisa pulang dengan membawa kenangan yang bisa dibagi ke teman-teman.

Gue berani bertaruh, siapapun orang yang dateng ke open mic, ketika pulang akan terpikirkan, "Kayaknya seru juga kalo jadi komika, yah?" Atau akan ada yang begini, "Coba kamu ikutan stand-up, dong, sayang." Malah hal terburuknya adalah orang-orang yang selepas nongton open mic akan celetuk ke temennya tentang jokes yang telah dibawakan komika di panggung. Itu 'lah asyiknya nongton open mic.

Tapi, di antara ke-13 komika yang tampil, gue memperhatikan komika Unida, Ajay (@fajarnugraa). Dia, selama audisi membawakan set baru dan beberapa bit yang telah di re-write. Sangat asyik ketika liat di stand-up, seperti liat Ge Pamungkas versi cilik.

Gue menanti lima orang yang terpilih oleh Tim Penilai Independen dari seluruh komunitas stand-up comedy di Bogor. Siapapun orangnnya, hibur gue nanti di StandUp Nite @StandUpIndo_BGR ke-4 - It is Blue Night. See you in saturday, June, 29th 2013.

Be laugh. Think Global Act Comedy.

Setabu Hujan

By : Harry Ramdhani

Kala mendung,
sesaat semua
tidak mendukung
perjalanan cinta
pangeran berkerudung.

Pupus segala mimpi
yang dibangun dari
tumpukan makanan basi
berisi
belatung sampai
kotoran-kotoran orang
masa kini.

Dibungkus rapih dengan
kain bayangan kenangan,
dan
bisa kembali
merajut cinta di sini.

Hujan, bukan,
ini tetesan kenangan
yang Tuhan berikan
karena masa lalu
telah membeku
dalam ingatan.

Rindu lebih tepatnya
untuk bisa bersama
menempelkan kata-kata
di hati agar tidak pergi.

Pergi selama matahari
menunggu giliran
bekerja di pagi
yang penuh kenangan.

Melupakan adalah cara
tersulit dalam hidupku.
biarpun sulit, aku
berusaha melupakan kenangan
yang kini menjadi tabu.




Tag : ,

Pesulap Amatir Matematika

By : Harry Ramdhani
Maaf tidak datang melayat, mungkin karena takut hanya membawa hati yang tersayat.

Tulisan ini untuk seorang guru matematika yang mangajarkan saya bahwa "Matematika adalah perkara merangkai angka yang tiba-tiba bisa menghasilkan jawaban yang tidak tahu dari mana asalnya." Meski kini telah meninggalkan semua namun, pemikirannya tetap hadir dalam ingatan.

Pesulap Amatir Matematika


Saat itu saya masih duduk dibangku kelas lima. Terlihat dungu ketika maju ke depan kelas tanpa bisa menyelesaikan soal matematika. Dengan sebatang kapur tulis di genggaman telah membuat jemari tangan kananku putih sebagian. Masih menatap papan tulis dengan serangkai soal yang masih belum saya temukan jawaban. Mendadak, rumus-rumus untuk aku tulis di depan hilang ditelan rasa takut yang mencekam. Takut karena menjawab asal-asalan.

Walau sudah di rumah, masih saja kejadian tadi pagi di sekolah enggan hilang. Menempel di setiap dinding otak kanan. Papah mendekat dengan secangkir teh manis yang aku buat.

"Ada apa?"

"Pah, tadi Dede --panggilanku di rumah, karena memang anak bontot-- gak bisa ngerjain soal matematika. Aku malu seharian di kelas."

Saya memang tidak begitu pandai di kelas, mendapat ranking-pun hanya dari kelas satu sampai kelas tiga. Itupun hanya seputaran sepuluh besar. Tapi, jika urusan matematika, saya jagonya. Berbeda dengan hari ini, saya mati kutu oleh sebuah soal matematika.

"Coba nanti papah tawarin ke salah satu jama'at di Mushola untuk buka les di sana. Tau pak Karim?"

Dulu, Papah memang aktif di Mushola sebagai pengurus. Setiap minggu pagi kami sering datang ke Mushola sekedar bersih-bersih dan yang lain ada juga keliling komplek untuk mengambil infaq sadakoh.

"Itu 'lho, yang orangnya putih-tinggi-suka pake kaca mata" Lanjut Papah sembari duduk di teras rumah.

"Aku gak tau, pah. Tapi, apa dia bisa?"

"Pastinya, Pak Karim itu guru matematika di SMUN 3 Jakarta."

Mulai minggu depan, saya sudah ikut les dengan beliau. Sungguh asyik bermain-main angka dengannya (Baca: Pak Karim). Setiap rumus bisa dijadikan sebuah guyonan, setiap yang tidak bisa dituntun dari awal sampai bisa menyelesaikan, dan setiap yang bisa menjawab dapat sebuah pujian. Senang bukan kepalang.

Tidak hanya saya sendiri yang belajar matematika, tapi ada juga kedua teman saya. Maklum, namanya juga kalau ada yang satu ikut pasti yang lainnya akan ikut. Bukan tidak berpendirian tapi, inilah nikmatnya memiliki kawan.

Kita belajar dari jam delapan sampai jam sebelas siang. Benar-benar tidak terasa, karena Pak Karim membuat matematika sungguh sederhana.

"Tidak perlu menghafal rumus." Katanya, "Biarkan saja angka-angka itu kalian susun dan jawaban akan datang dengan sendiri."

Kini setiap ada pelajaran matematika di sekolah, saya tidak lagi merasa takut. Walau jadi sering dipanggil ke depan kelas untuk menyelesaikan soal-soal matematika dan hasilnya selalu gak pernah bener tapi, inilah matemetika. Matematika bukan soal hasil tapi, matematika adalah soal merangkai angka-angka.


***

Sudah duduk dibangku kelas enam, saya tidak lagi belajar dengan Pak Karim. Karena satu dan lain hal, saya malah meninggalkan. Bajingan memang, baru kelas enam saja saya sudah jadi bajingan. Setelah mendapat banyak wawasan malah ada yang dilupakan. Tapi, Pak Karim dan segala ajarannya sama sekali tidak pernah terlupakan. Terus membekas diingatan sampai saya menutup sebuah buku besar hitung-hitungan ketika masuk kuliah.

Sebelum itu, ketika di SMP kelas tiga, wali kelasku adalah seorang guru matematika. Saya mengingat beliau ketika sedang mengajarkan. Meski tidak mirip tapi, caranya menghadapi siswa-siswi yang notabene benci matematika sungguh mirip.

Sempat ada ulangan matematika dan hanya saya yang tidak ikut remedial. Sisanya, mereka di dalam kelas mengejakan ulang ulangan matematika. Ketika duduk di luar sendirian, wali kelasku menghampiri.

"Sejak kapan kamu suka matematika?"

"Eum… waktu saya tidak bisa mengerjakannya di depan kelas." Jawabku singkat.

Wali kelasku bukannya mengawasi, malah asyik ngobrol dengan saya di depan kelas. Kita berbincang banyak hal soal matematika.

Sarannya, "Nanti setelah kamu lulus di sini ada SMU baru, SMUN 3 Cibinong. Khusus untuk siswa SMPN 2 Cibinong bisa langsung masuk tanpa ikut tes tapi, lebih baik kamu masuk ke Sekolah Teknik. Di sana, kamu bisa belajar banyak tentang matematik."

Hanya manggut-manggut mendengar saran dari wali kelas. Jika dipikir-pikir, benar juga, kalau masuk SMU nanti cuma dapet hitungan yang begitu-begitu saja. Kalau ingin lebih luas lagi mesti melihat banyak jenis hitung-hitungan yang lebih menantang.

Akhirnya masuk ke salah satu Sekolah teknik ternama di Bogor, SMKN 2 Bogor. Dari serentetan jurusan yang ditawarkan, hanya jurusan listrik yang lebih dekat dengan hitung-hitungan. Di sana, kembali mendapat wali kelas yang notabene (juga) adalah guru fisika. Semakin cocok. Semakin menjadi memainkan angka-angka.

***

Menutup semua hal hitung-hitungan ketika mkuliah adalah keputusan besarku. Keputusan yang menuntut belajar hal baru dari awal. Yang saya tahu dari banyak orang adalah kalau kuliah nanti, ambil jurusan yang sesuai kesenangan, biar gak lama-lama lulusnya.

Lewat itu, saya mencoba untuk menantang orang-orang yang beranggapan demikian. Tapi memang benar, bahkan sampai sekarang belum juga lulus.

Fakultas Komunikasi adalah pilihan dan jurnalistik adalah jurusan. Di sana saya belajar merangkai kata bukan angka. Namun, bagaimana-pun juga, cara berpikir matematika yang pernah ditanamkan sudah men-default di otak kanan. Ya… karena saat belajar menghitung, otak yang saya gunakan adalah otak kanan bukan kiri seperti kebanyakan orang.

***

Saya telah lama meninggalkannya tapi, Beliau (baca: Pak Karim) tidak sendirian, Ia ditemani kanker otak yang lekat. Mungkin, karena sebuah kesederhanaannya dalam memahami matematika, penyakitpun tidak ingin hengkang dari kepalanya. Dan, Ia meninggalkan saya dengan setumpuk hitung-hitungan kata yang masih saja pelajari sampai sekarang. Tepat di hari jum'at, 31 Mei 2013, Ia telah dibawa oleh Tuhan. Entah alasannya apa? Lagi, ini urusan Tuhan. Saya hanya menduga, Tuhan buth jasanya untuk ikut menghitung jumlah umatnya yang masih setia sujud untuk-Nya.


FYI: Blog ini merupakan hasil design putra pertama Alm. Pak Karim, seorang Pesulap Amatir Matematika


Tag : ,

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -