The Pop's

Archive for January 2012

Ada yang Salah Part II

By : Harry Ramdhani
Setiap kita sebut kata FISIKOM, pasti yang terlintas dibenak kita adalah fakultas yang memiliki badan ke-organisasian lebih baik dibanding fakultas lain di Unida. Jelas, karena kalau kita bedah tentang materi perkuliahan tentang suatu organisasi dan manajemen disinilah tempatnya. Belajar tentang berbagai macam jenis teori sistem organisasi, dari hal terekecil samapi yang terbesar, dari kepanitian sampai sistem pemerintahan negara. Belajar tentang reformasi birokrasi atau apalah itu namanya. Pokoknya banyak . .
Tidak hanya itu, disini juga balajar akan ke-politik-an. Belajar tentang bagaimana cara berpolitik yang baik dan benar sampai menjalankan suatu aspirasi menjadi kebijakan atau-pun keputusan yang adil. Itu baru dari ke-administrasian semata. Ada lagi, komunikasi. Dari komunikasi yang sering kita lakukan sampai komunikasi dalam sebuah organisasi. Masih saja komunikasi kita blakacadut.
Tapi, yang jadi pertanyaan adalah kemana ilmu yang kita dapat . . ?? adakah tindakan nyata dari semua ilmu . . ?? menghilang ketika keluar kelas atau para ahli yang mengajarkan mahasiswa tidak terjun langsung untuk mempraktekan apa yang telah diajarkan. jadi bukan hanya makalah yang diambil dari sang jenius dunia maya, sering kita menebutnya Mbah Google.
Eumm *mikir* . .
Coba kita telaah dan pilah-pilah semua dari satu kasus. Tentu tidak memakai metode keilmuan terlebih dahulu, karena dalam buku Logika Sientifika mengatakan seperti ini “Jadi kita lebih dahulu hendak mengadakan teorisasi. Tetapi teorisasi tersebut tidak untuk penerapan juga. Dan untuk sanggup berpikir dengan baik proses penerapan tadi harus kontinu, diwujudkan dalam setiap aktivitas kita yang sedang berpikir.—Drs. W. Poespoprodjo, L.Ph.,S.S”.
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas(BEM-F), kita pakai contoh yang sangat sederhana. Kenapa kita pakai badan organisasi ini dalam study kasus . . ?? karena ini bisa dibilang badan organisasi yang sagat dekat baik antar mahasiswa atau penyampai aspirasi kepada para Dekanat. BEM-F berada ditengah-tengah ini untuk menjalankan segala Civitas Akademika.
Sebelum kita jauh membicarakan ini, maka alangkah baiknya kita flashback dahulu tentang BEM-F. jadi dulu itu BEM-Fisikom mempunyai taring yang tajam dalam berbagai kegiatan. Lebih tepatnya tahun 2006, dulu ketua BEM-Fisikom sempat melaju dalam tingkat yang lebih tinggi, yaitu menjadi Presiden Mahasiswa Universitas Djuanda. Tidak hanya sampai disana, bahkan prestasi yang ditorehkan sampai pada puncaknya adalah menjadi Koordinator BEM seluruh Kota Bogor. Ini bukanlah prestasi yang biasa tapi luar biasa. Dimana kita bisa lihat seorang mahasiswa merintis dari yang terendah sampai yang tertinggi, fantastic.
Lalu, kemasa jabatan berikutnya. BEM-Fisikom mendapat sedikit kutukan yang entah dari mana datangnya yaitu terjadi krisis kepemimpinan. Memang ada pengurusnya, tapi hanya sebagai formalitas belaka. Bisa dibilang seperti itu karena memang sama sekali tiidak merasakan adanya kinerja BEM-Fisikom sendiri. Dimana mereka. . ?? kemana pengurusnya . . ?? mungkin mereka sibuk akan perkuliahan. Sampai mading-pun isinya masih tertanggal 2005. Out of date.
Menyambung ke masa jabatan berikutnya, masih juga sama yang terjadi. Kalian tahu, pada masa pergeseran jabatan-pun sempat terjadi sedikit konflik. Tetapi masih bisa diatasi. Begitu semerawut kondisi saat itu, pencarian calon ketua BEM-F dilakukan seperti iklan lowongan pekerjaan. Seperti ini tulisannya “Dibutuhkan segera calon ketua BEM-Fisikom baru periode 2011-2012”. Penyakit krisis kepemimpinan yang sudah kronis.
Perjalanan yang sangat cepat dan sangat tidak terasa sudah akan sampai pada akhir masa jabatan. Dan lagi-lagi hasilnya sama seperti pengurus yang lalu.
Apa yang terjadi disini . . ??
Dari sedikit ringkasan sejarah BEM-Fisikom, mungkin bisa ditarik benang merah. Sebenarnya, bukanlah krisis kepemimpinan tetapi mungkin ada yang tidak singkron antara mahasiswa dengan BEM-F, antara BEM-F dengan Dekanat. Semua terlihat berjalan masing-masing. Buta organisasi kah . . ?? nampaknya tidak, karena ilmu sudah kita dapat di kelas. Miss Komunisasi . . ?? sama sekali tidak ada, bahkan bisa dibilang tidak ada komunikasi disini. Semua diam, semua membisu seketika secara serempak.
Apapun yang dilakukan oleh BEM-F seakan sebagai kontribusi sosial guna memajukan fakultas. Kegiatan rutin BEM-F hanya sebatas menjalankan tradisi yaitu Sarasehan. Lalu, memang apa yang didapat dari para pengurus BEM-F, saya rasa tidak ada. Pengalaman dalam berorganisasi .. ?? sangatlah menggelikan alasannya dan itu nampaknya dimanfaatkan betul. Sebuah kegiatan yang semata ingin melakukan sebuah kontribusi baik untuk fakultas sendiri menjadi ajang perpolitikan yang tepat, sama seperti masalah konflik di Freeport tanah papua yang memiliki sumber daya alam emas yang sangat tinggi tetapi yang menikmati adalah sekelompok orang dan yang bekerja keras dilapangan hanya mendapatkan sedikit hasil.
Lucu memang *ketawa sambil megangin perut* . .
Andrea Hirata penah menulis ini dalam buku tetralogi Laskar Pelangi “Di negeri ini, para pemimpi yang telah melakukan kontribusi adalah para pemberani. Mereka kesatria di tanah nan tak peduli. Dan medali harus dikalungkan di leher mereka”. Bayangkan, sebuah medali.
Kita tidak bisa hanya menuntut saja, tapi kita harus melakukan suatu perubahan. Perubahan yang harus diwujudkan dari sebuah solusi. Atau lebih ringkasnya, kita harus mempunyai mentalitas merealisasikan ide menjadi tindakan nyata. Bisa kalian bayangkan, disini orang yang telah melakukan sesuatu sama sekali dianggap nol.
Hal nyata, mahasiswa yang belum sempat membayar sepenuhnya SPP tapi tidak bisa mengikuti ujian. Ujian memang penting, hampir sama seperti UAN ketika sekolah dulu. Kalau kita tidak ikut maka kita tidak lulus. Yang jadi pertanyaan adalah sudah efektifkan sistem seperti UAN itu . . ?? kelulusan hanya ditimbang dari 1 minggu ujian, lalu dikamanakan masa pertemuan tatap muka . . ?? dikemanakan nilai tugas . . ?? kalau memang 1 minggu itu saja yang jadi pertimbangan. Kalau memang begitu, lebih baik langsung aja ikut ujian saja. Tidak perlu repot bolak-balik dateng ke kampus. Tinggal duduk manis dikelas mengerjakan soal.
Nampaknya ada yang salah disini . . ?? ada 2 kemungkinan jawaban untuk itu, sistemnya yang salah atau orang menjalankan sistem itu yang salah . .
Kalau kita analogi-kan, sama seperti orang yang berlangganan koran. Namanya berlanggan pasti bayarnya belakangan, tapi untuk apa beli koran hanya dapat kabar buruk doang . . ?? isi beritanya pembunuhan, kebakaran, korupsi, lalu pemerkosaan, engga mampu bayar sekolah lalu bunuh diri. Masa uang kita kebuang untuk kabar seperti ini.
Pandji Pragiwaksono bilang seperti ini “80% uang negara pasti dihasilkan atau dinikmati oleh 20% orang artinya yang miskin akan terus miskin. Di Indonesia katanya kurang banyak orang mampu. Padahal yang benar adalah orang mampu kurang mampu memberi, dan kalau kita mau beramal tidak hanya setahun sekali, bukannya nanti yang senang bukan hanya kita sendiri”.
Salahkah saya menulis seperti ini . . ?? kasarkah saya menulis seperti ini . . ?? saya rasa dan dapat saya pastikan adalah TIDAK. Di alam demokrasi seperti sekarang, hal seperti ini sah untuk dilakukan. Disini rumah kita, tanah yang merdeka. (HR)

Proses Politik Ditentukan Oleh Pendidikan Politik

By : Harry Ramdhani
tulisan awal gue di tahun 2012


Indikator kemajuan suatu bangsa adalah rakyatnya memiliki pendidikan yang tinggi, salah satunya adalah pendidikan politik. Alasan pendidikan politik itu penting bagi kemajuan suatu bangsa merupakan hal mendasar dari jalannya pemerintahan Indonesia, karena kepala pemerintah kita adalah presiden yang dipilih melalui pemilihan langsung yang dibelakangi oleh partai politik.
Bangsa ini sudah 2 periode melakukan pemilu untuk mencari pemimpin bangsa ini dan 2 periode juga mencari para wakil rakyat yang diharapkan dapa memberikan jasanya untuk mensejahterakan rakyat. Dan kenyaaan yang terjadi adalah pemerintah saat ini sering dibilang telah gagal, gagal dalam menjalankan amanah rakyat, gagal dalam menjalankan roda pemerinahan, dan gagal dalam mengarahkam demokrasi yang telah diperjuangkan ketika tahun 1998.
Padahal kalau kita telaah lebih jauh tentang kegagalan yang dimaksud kepada pemerintahan sekarang adalah rakyatnya dipaksa untuk berpolitik padahal mereka sama sekali tidak tahu menau tentang politik. Perpindahan masa orde baru ke demokrasi sungguh tidak ada jeda sedikitpun. Pemilihan langsung dengan menyamaratakan pendidikan rakyat adalah kesalahan fatal yang terjadi ketika itu.
Hal sederhana yang terjadi dibangsa ini akan kurangnya pendidikan politik adalah ketika terjadi kampanye-kampanye para calon pemimpin bangsa. Rakyat sungguh menunggu yang katanya “pesta demokrasi”. Karena yang selalu dilakukan oleh para actor politik adalah memberikan segala macam bentuk atribut seperti baju parpol, makan siang, uang saku dan lain-lain. Mereka (actor politik) mengetahui kalau rakyatnya masih banyak yang tidak mengerti tentang “politik” yang sebenarnya. Cukup memberikan segala kebutuhan pokok dan janji-janji yang membual.
Di negara maju lainnya seperti Amerika, pendidikan politik yang sudah maju, rakyatnya mengerti. Dalam setiap pemilihan, apapun itu, cara para actor politik berkampanye adalah dengan para tim suksesnya yang mencari para pendukung (rakyat) untuk mendanai kampanye calon pemimpinnya. Berbeda dengan di Indonesia, disini calonnya sendiri yang menghabur-haburkan uang guna mendapatkan dukungan dari rakyat. Logikanya, semakin tinggi dana kampanye yang dikeluarkan maka semakin tinggi juga suara yang diperoleh.
Entah, harus mulai dari mana pembenahan ini. Dari rakyatnya terlebih dahulu atau sistem dari para orang-orang yang mengerti politik terlebih dahulu. Sebenarnya ada disalah satu daerah telah menerapkan cara berpolitik dengan baik, yaitu Solo. saat pemilukada lalu, Joko Widodo calon yang memenangkan sama sekali tidak melakukan kampanye-kampanye yang berlebihan. Dan ini jelas terbukti dari hasil selama dia menjaba sebagai bupati Walikota Solo. janji yang ia lakukan keika itu sangatlah sederhana “Solo masa depan adalah Solo masa lalu”. Rakyat Solo telah membuktikan bahwa mereka berhasil dalam pemilukada lalu. Kini, dalam waktu dekat, Jakara akan melakukan Pemilukada. Kita cukup melihat dana kampanye yang dikeluarkan oleh calon itu, semakin tinggi dana kampanye maka akan besar kemungkinan actor politik terrsebut akan gagal memimpin daerahnya.
Jika kita sudah bisa melakukan seperi itu, barulah rakyat bisa berpolitik dengan baik, karena pemimpin akan terasa dekat dengan para pemilihnya. Komunikasi politikpun akan dua arah. Rakyat memberikan aspirasinya kepada DPR, DPR membawanya kepada eksekutif, lalu eksekutif bisa langsung memberikan umpan balik terhadap rakyatnya.
Rakyat Indonesia tidaklah bodoh, tetapi rakyat Indonesia telah dibodohi oleh orang-orang yang terlebih dahulu mengetahui dibanding kita (rakyat). Pendidikan politik sangatlah penting, karena dengan pendidikan politik proses politik di Negeri ini tidak akan terus berantakan.

Harry Ramdhani (@_HarRam)
085691947009

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -