The Pop's

Archive for February 2017

(Se)Sudah Mojok, Terus Ngapain?

By : Harry Ramdhani
sumber gambar: @mojokco

Ada dua kenyataan pahit yang saya dapat hari ini, pagi ini: (pertama) kembali berakraban dengan dinginnya AC kantor dan (dua) situs mojok.co yang bulan depan akan ditutup. Keduanya saya terima tanpa melawan,  dengan ikhlas tanpa penolakan. Karena sebaik-baik melawan kenyataan adalah menjalaninya.

Tidak usah hiraukan yang pertama itu. Itu sudah saya jalani hampir 2,5 tahun ini. Fokuslah pada yang kedua. Walau baru akan ditutup bulan depan (28/03) kabar semacam itu sama saja seperti merencanakan kesedihan. Sudah tidak ada lagi yang direncanakan, kah?

Jujur. Sudah hampir setahun belakangan saya tidak baca-baca tulisan dari mojok.co. Barangkali terlalu sibuk. Barangkali juga tidak ada lagi kesempatan untuk duduk menyendiri mojok di suatu tempat. Barangkali lupa. Entahlah. Tapi saya selalu meyakini: apapun isu yang tengah berkembang, orang-orang yang masih bisa mojok pasti selalu ikut meramaikan. Saking tidak pernahnya mojok, saya masih ingat betul kali terakhir mojok. Sebuah keseruan antara Agnez Mo dengan Netizen, kemudian disulam dengan penuh keriangan oleh Arlian Buana. Hasilnya: Alay-alay Agnez Mo, Bangkitlah dan Lawan!

***

Satu waktu di lini masa twitter, Gus Candra Malik membagikan tautan dengan judul Mojok. Saya biarkan lewat. Tapi ada dua akun yang saya follow me-retweet. Lantas kembali terlihat. Sedikit penasaran, saya buka. Saya tertawa membacanya. Isinya sebuah surat. Surat dari seorang sahabat untuk sahabatnya yang nampaknya kurang mojok.

Itulah kali pertama saya membaca mojok.co dan lalu jatuh cinta. Dalam hati: ternyata ada juga di Indonesia media yang isinya satir begini. 

Saya jadi ingat cerpen Agus Noor yang judulnya Matinya Seorang Demonstran. Ada satu adegan di mana Eka dibilang terlalu sinis oleh Ratna. Dengan sinis juga Eka menjawab: ”Kamu harus membedakan antara filsuf dan orang biasa. Kalau orang biasa sinis, akan dianggap nyinyir. Tapi kalau filsuf sinis, itu disebut kritis.”

Hanya saja saya tidak percaya kalau semua penulis mojok ini filsuf. :*

***

Nasi hampir sudah dipastikan jadi bubur. Jika boleh asal menebak, selain angkringan yang membuat kantor mojok ini ngebul, mojok juga tengah sibuk-sibuknya menerbitkan buku bagus. Dari sekian banyak, saya sudah punya dua: Dari Twitwar ke Twitwar (Arman Dhani) dan Sebuah Kitab yang Tak Suci (Puthut EA). Benar, tak? Semoga akan lebih banyak yang bisa saya punya setelah dua buku itu.

Semuanya tidak boleh berhenti di sini. Semoga. Mesti ada yang lebih banyak dari mojok. Semoga. Biar asoy. Biar geboy.

***

Nyesel juga pernah lost-contack sama mojok. Ah, penyesalan memang adanya di belakang, bukan di pojok. Sebab nyang mojok itu asyik.


Ditulis ketika sedang memaksa mojok di ruangan nyang lagi rame2nya.

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -