The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani July 09, 2013

Di bawah terang lampu jalan. Glady melangkah dari satu orang ke orang lainnya. Sendirian. Demi target satu bulan, Ia rela membual yang kadang tidak masuk akal seperti halnya sebuah guyonan.

Baju ketat mini, sepatu hak tinggi, dan make-up tebal di pipi. Malam ini Ia cantik seperti model di televisi. Namun, apalah artinya kecantikan bila hanya sebagai bahan jualan? Sama saja, bak ikan hias yang ada di Festival tahunan Ikan Nasional. Semakin cantik ikan, maka akan besar kemungkinan laku dijual. Ia manusia, bukan ikan.

Aku sudah sering mengingatkannya untuk berhenti menjadi SPG, carilah pekerjaan lain yang pantas untuknya. Bukan berarti merendahkan pekerjaan seorang sales tapi, image yang telah terbentuk di khalayak, buruk. Asumsi khalayak adalah SPG merupakan kedok pelacuran yang legal. Kurang buruk apa?

***
 
Di teras rumahnya, suasana kaku antara kau dan aku. Membeku. Aku hanya diam ada yang memecah kebuntuan, menunggu. Alasan semua ini sama seperti masalah-masalah yang dulu, urusan pekerjaannya menjadi seorang SPG di perusahaan rokok, Tebu.

Angin berhembus pelan. Tidak ada seorang-pun yang melintas di jalan.

"Kenapa kamu tidak adil?" Tanyaku untuk mencairkan pertemuan yang beku.

"Maksudnya?" Jawabnya heran.

"Kamu banyak bicara ketika sedang berkerja tapi, denganku kau diam seribu bahasa."

"Itu beda."

Hanya adu argumen yang terjadi. Seperti itu sedari dulu. Bukannya tidak ingin mengalah tapi, kamu selalu membentengi diri: mesti bekerja apa lagi?

Obrolan ini tidak akan pernah ada akhir, karena Ia masih disibuki nomor-nomor baru yang daritadi memanggil. Tapi, tak satupun diangkat. Bajingan supervisor itu, lewatnyalah nomor handphone Glady disebar ke orang-orang yang (ingin) mencoba mendekatinya. Embel-embelnya: urusan pekerjaan.

Pekerjaan adalah alasan. Alasanku terus jarang akur dengan pasanganku dan alasannya terus mempertahankan pekerjaannya. Tidak ada yang berubah dari dulu kecuali umur kita.

"Glady, maafkan aku bila terlalu mengekangmu karena pekerjaanmu ini. Jujur, dibalik semua itu, aku menyayangimu." Selalu seperti itu aku mengakhiri adu argumen kala perdebatan sedang dipuncak-puncaknya. Malahan, kadang hanya dengan satu ciuman yang bisa membuatnya diam.

'HEH!! PELACUR. SONGONG BANGET TELPON AJA GAK DIJAWAB.'

Sebuah pesan singkat yang masuk ketika Glady enggan mengangkat telpon dari orang yang Ia sendiri tidak kenal. Sebenarnya sudah biasa pesan singkat seperti ini masuk tapi, kali ini aku naik pitam. Glady bukan pelacur.

"Sampai kapan?"

"Aku tidak ingin mengganti nomorku, sayang. Bisa dipecat nanti."

Aku rela mengakhir hubungan, asalkan Ia bisa mendapat laki-laki yang bisa menjamin hidupnya dan tidak lagi bekerja menjadi seorang SPG.

Wanita cantik memang diberikan sedikit kekurangan: bodoh. Padahal, Ia bisa mencari laki-laki yang lebih mapan dari sekarang, lebih bisa menanggung hidupnya di masa depan, lebih bisa membuat hidupnya tenang. Tapi, lagi-lagi ini hanya soal kasih sayang dan uang.









Perpustakaan Teras Baca, 9 Juli 2013

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -