The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani February 23, 2014



INI malam kasih sayang dan aku menjemput rindu. Di kedai wedang jahe lesehan, aku menunggumu. Satu cangkir bandrek telah dicampur susu. Sengaja kupesan itu kalau-kalau nanti kau lupa janji untuk bertemu. Hangat dan manisnya mampu lama menempel di bibir dan tenggorokanku. Hanya itu yang kuingat dari pertemuan terakhir denganmu.

Lima jam berlalu. Kabar belum juga menghampiriku. Entah benar kau lupa atau sengaja dilupa-lupakan tapi, aku akan tetap menunggu. Seperti rokok yang dibiarkan di asbak, kesabaranku pun perlahan menjadi abu. Lampu-lampu yang bergelantungan bergerak ke sana - ke mari layaknya di film hantu. Bayangmu menakutiku.

"Di sini? terlalu ramai," katamu malu dan mulai memerahkan kedua pipimu. "Nanti saja kalau kamu dan aku berduaan, di ruangan yang tak lagi bisa disisipi kenangan," tukasmu.

Waktu memang tak seindah kupu-kupu; yang kedua sayapnya mampu menyimpan bergama warna. Terbang bebas, tanpa peduli ada yang diam-diam ingin menangkap raganya dan dikeringkan untuk dibuat pigura. Namun waktu, cuma membuatku eling dan waspada kala menunggu.

Ciuman-ciuman terakhir itu masih terasa getir. Sekedar mengingatnya, bibirku gemetar. Tangan ini masih hangat ketika ikut gentayangi tubuhmu disela ciuman. Di bawah lampu remang, hanya terlihat satu bayangan, itu kita sedang pelukan di antara perpisahan dan kesedihan. Tadinya aku tidak ingin lepaskan, tapi katamu, dadamu sudah sesak.

"Kalau-kalau nanti kita berpisah, bisakah kau sulam renda untukku?" ucapmu, "yang bisa kupakai ketika mengingatmu. Ketika aku merindu."

Kata-kata itu masih saja terngiang di kepala. Berdialetika tanpa sengaja.

***

"Kamu lebih tampan bila sedang diam," kata seorang perempuan yang tiba-tiba menghampiriku. Yang tak kukenal tentu. "Ada yang sedang dipikirkan?" lanjutnya.

Ia cukup cantik untuk ukuran seorang perempuan di kedai wedang jahe lesehan. Pertama kali melihatnya, aku langsung terpesona oleh kalung yang dikenakannya. Atau, buah dada yang terbelah kalungnya? Karena di sekitaran itu, Ia dapatkan perhatianku.

"Aku lebih suka diam. Karena di sini, tidak ada orang yang kukenal untuk sekedar berbincang," kataku.

"Kini kamu kenal satu orang."

"Siapa?"

Sofia namanya," ucapmu sambil menjulurkan tangan kanan.

Tangannya. Dadanya. Merusak isi kepala. Bandrek yang kupesan kembali panas, ditiup nafasku yang tak karuan; menahan dan mangatur alur nafsu. Seperti kacang yang lupa pada kulitnya, aku tak ingat lagi kalau sedang menunggu. Sofia datang membawa yang kucari sedari dulu; yang kutak dapatkan darimu.

Entah sudah diatur oleh siapa, ketika kita mulai berbincang segala, wedang jahe lesehan sepi. Tertinggal penjualnya, kita, dan birahi.

"Kamu kalau banyak bicara ternyata nakal juga, ya" katamu

"Kamu juga, terlalu sering bicara semakin terlihat ingin di bawa".

"Di bawa? kemana?" alismu diruncingkan. Heran. Atau, apabila itu ajakan, tak terlihat bedanya, bukan?

Aku bisa lihat bayang diriku di bola matamu. Di sana, aku terlihat bahagia, tak seperti lima jam yang lalu tentu; yang tampak lusuh dan berdebu.

Hampir satu jam kita berbincang. Membincangkan semua, tentang sedihnya hidup sendirian sampai yang tabu seperti selangkangan. Apa saja yang membuat kita nyaman.

Kau pesan beberapa sate yang beragam, lalu sebungkus nasi kucing lengkap dengan sambal terasi. Semua kau lahap sendiri. Meski sempat ditawari, aku "iya-kan" saja, toh itu lebih mirip basa-basi. Dan, ada lagi yang kusuka darimu kini: bibirmu berminyak dan itu seksi. Andai bibirku ini tisu, mungkin bibirmu sudah kuelapi.

Tepat pukul sebelas, terdengar suara mobil dari depan. Parkir di dekat penerang lampu jalan. Keluar seorang perempuan. Langkahnya, gerakan kakinya, dan besar lingkar buah dadanya aku jadi ingat seseorang. Seorang yang telah kutunggu akhirnya datang.

Cukup lama Ia berdiri memandangi kami. Dari dekat gerobak wedang jahe, tempat Ia berdiri, ingin sekali rasanya mendekat dan memeluknya erat sampai rindu ini terobati.

"Putri, kau terlambat," kataku. Kaki rasanya berat untuk diangkat, "sudah enam jam aku menunggu".

"Tapi, akhirnya aku datang juga 'kan?"

"Namun tetap, kau terlambat,"

Nampak tak ada sapaan hangat untuk orang yang tengah lama ditunggu. Aku, dan kamu, sibuk mencari-cari kesalahan darimu juga dariku.

***

"Jadi namamu Sofia. Maaf sebelumnya," ucapmu setelah aku bisa jelaskan semua. Semua tentang kita…,

***

"Maaf, mbak-mbak bertiga, saya sudah ingin tutup," Aku keluarkan jumlah pembayaran yang telah kalian pesan. Dasar perempuan, kalau sudah kumpul suka lupa waktu dan tempat.

***

… Semua tentang kita yang memang sama-sama saling menyukai sesama.




Perpustakaan Teras Baca, 15-23 Februari 2014
gambar: dari sini

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -