- Back to Home »
- Prosa »
- Salim
Posted by : Harry Ramdhani
March 20, 2014
/1/
Kutanggalkan kedua tangan
tepat menempel dengan
daguku. Di sana, tempat penampungan
airmata yang bercucuran.
Namamu
ialah, warta yang selalu
hadir dalam tiap-tiap doaku.
Dan Tuhan, pun bosan mendengarkan itu.
Di peraduan rindu,
di sela-sela jemariku, kau
menimbun sisa-sisa kenangan
yang teramat sulit kubenamkan.
Malam disuatu waktu
hujan,
tak ada istimewa
selain rindu dan kenangan
membunuh
masa lalu,
tumbuh
duka baru.
/2/
Kenangan,
berjalan perlahan dari malam ke malam,
dari dendam ke semenanjung kepulangan.
Subuh itu, khotbah Khotib dengan lantang
dari mimbar masjid mengiringi
langkah kaki 'tuk kembali.
; menuju pelukan yang menenangkan.
tunas-tunas pohon kini menjulang; menantang
langit, jalan dilumuri aspal abu-abu.
Di perjalanan pulang,
rindu ini mengebu-gebu.
/3/
Bagi para penyair, Ibu,
tanganmu tak ayal samudra biru
yang tak kenal dasar, yang tak kenal tepi
yang tak (lagi)… aku kenali.
Perpustakaan Teras Baca, 19 Maret 2014
gambar: dari sini