The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani March 18, 2014



Bermula dari cerpen anggitan Agus Noor dan Djenar Maesa Ayu, Kunang-kunang dalam Bir dan Mata Telanjang. Ingatan saya seketika tersedot pada suatu kejadian, di mana dulu pernah menulis bareng dengan orang yang sama sekali saya tidak kenal via SMS. Mungkin dia teman FaceBook, atau Friendster, atau mungkin teman MySpace. Kita hanya menulis tanpa berkenalan terlebih dulu. Kadang malam, pagi, bahkan siang; lagi, tanpa menanyakan sesuatu seperti: lagi apa? dan sebagainya.

Setelah itu, lama menghilang dan kita tak pernah (lagi) menulis bersama.

Dari sana, setelah kini saya mengenal banyak penulis hebat, saya mulai mengajak menulis seperti dulu. Ada yang hanya meng-iya-kan saja, ada yang langsung menolak, dan ada yang berminat tapi, tidak ada kelanjutannya.

Dan, cerita mini ini akhirnya terwujud juga. Dengan seorang Komika profesional, @ridwanremin, saya menulis bersama. Memanfaatkan media sosial Twitter, kita menulis bergantian via DM. Yup, bergantian dengan sekali tweet.

Kami (belajar) menulis dengan 'keterbatasan' --karena Twitter memiliki sifat kesederhanaan dalam jumlah karakter-- juga mencoba menyatukan dua isi kepala yang berbeda dalam satu cerita. Dan, nantinya kami akan menyusun masing-masing anggitan ini. Hasilnya pasti beda antara saya dengan dia.

Setidaknya saya percaya, keterbatasan dapat memacu kreatifitas yang tak terbatas. Inilah cerita mini saya dengan @ridwanremin:

Putri Malam

Aku memulai ini dengan ketidak-tahuan. Dari sebatang permen yang kau berikan, aku tampak seperti Pangeran.

***

Selimut malam menghangatkan tubuhku dari sisa hujan di luar rumah. Tak ada yang gelisah, hanya ada daun basah yang terlihat payah. Kau tak lain orang yang gemar belajar dari penderitaan. Terus saja; hingga semua kenangan semanis permen yang kau berikan. Aku ingin terjaga sepanjang malam, menanti kerinduan yang mungkin datang. Di sana, di tempatmu, apakah rindu masih ada?

Sudah pukul dua rupanya. Ibukota masih sibuk dengan pejalan kaki dan laki-laki tukang jajan. Lika-liku kehidupan.

***

Mungkin aku ini memang tak berarti untuk kau rindukan. Tapi, apakah kau tahu, begitu tak lebih berartinya aku bila tanpa dirimu?

Lampu-lampu jalan warnanya temaram. Bau busuk selokan menghantam keras penciuman. Ibukota yang memilukan, tapi di sanalah dimulai pertemuan. Hujan mulai habis, bersama kegelapan malam yang mulai terkikis. Aku di sini menantimu, bukan untuk pulang, melainkan untuk pergi bergandengan.

Pergi dan pulang hanya soal darimana kita memandangnya. Maka aku ingin menemuimu, walau sekedar mengakui perasaan yang lama kupendam.

Mungkin terlalu biasa bila aku berterus terang, maka izinkanlah aku mencintaimu diam-diam. Agar aku berbeda, setidaknya tak biasa.

Ada yang datang. Langkah kakinya semakin dekat. Nampaknya ada lelaki hidung belang yang memilihku untuk sekedar menunaikan nafsu. Aku ingin berbisik di telingamu, "jangan berlari terlalu kencang!" Sebelum kau terjatuh ke dalam lubang yang disiapkan oleh dunia.

Tak ada lagi yang mampu kulakukan selain diam dalam kegelapan. Saat ini hanya kegelepan yang buatku tenang.




Kamar #Peang, 18 Maret 2014
Saya dan @ridwanremin yg entah menulis di mana.
Di tulis mulai pukul 00:33 dan selesai pukul 09:09.
gambar: dari sini

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -