The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani October 28, 2012



Selamat menempuh hidup baru.
Selamat datang di dunia baru.


Aku perbah bertemu dengan seseorang, ketika ditanya, “Apa mimpimu ?” Dengan cepat dan singkat Ia menjawab, “Menikah.” Tidak lama, “Aku hanya ingin berjalan, perlahan, menuju rumah Tuhan, untuk mengucap janji dihadapan-Nya.”

Bumi gonjang ganjing langit kelap kelap

Pernikahan menjadi suatu yang sacral. Sacral karena adanya sumpah kepada pasangan yang kita cintai, sumpah terhadap para orangtua kita, sampai sumpah kepada Tuhan. Sumpah serapah bukan hanya sekedar sumpah wakil rakyat ketika dilantik untuk mengabdi pada rakyat tapi, kenyataannya hanyalah bualan warung kopi semata.

Kini, entah apa yang terjadi, pernikahan terjadi akibat sedang dalam keadaan ‘mabuk asmara’. Tidak sadar. Pernikahan dianggap sebagai garis akhir dari sebuah hubungan asmara. Inilah fenomena yang sekarang dianggap biasa tapi memiliki konsekuensi yang luar biasa. Mereka (baca: orang yang menikah dalam keadaan mabuk asmara) seakan lupa menjalani sebuah kehidupan baru, lupa akan memulai dunia yang jauh runyam bak benang yang dibiarkan kusut di lantai.

Memang, agama menyarankan, ‘lebih baik menikah dibanding beriznah’ tapi, apakah hanya melihat dari sudut pandang ini saja ? Kalau meman, Iya, apakah menikah sebagai ajang melepas hasrat birahi agar jauh dari dosa ?

Semakin runyamkah kehidupan dewasa ini ? apa yang terjadi ?

Melihat kebelakang, benar, orangtua kita menikah pada usia yang muda. Benar, ada yang sengaja dinikahkan karena kepentingan politik. Sebuah umpatan kuno untuk wanita , ‘buat apa sekolah tinggi-tinggi, kalau ujung-ujungnya di dapur juga’. Itu dulu, kini tidak. itu dulu, kini masih aa saja.

Kadang Aku prihatin dengan orang yang menikah muda. Prihatin untuk segalanya, baik kepada calon Orangtua dan anaknya kelak. Bukan soal pengalaman dalam mengasuh. Bukan soal akan bermain dengan anaknya nanti. Tapi soal lingkungan yang ditimbulkan oleh pasangan muda. Perhatikan. Inilah konsep hidup kebanyakan orang pada masa ini, lulus kuliah lalu kerja dua tahun  dan diakhiri dengan ‘pernikahan’. Banyak yang mengelak tapi tetap saja konsep ini dilakukan. Banyak yang setuju tapi dengan alasan yang beragam seperti, agar jarak umur antara Orangtua dan Anak tidak terlalu jauh. Logis. Memang ini dilakukan oleh orang yang berada di negara maju tapi… ini Indonesia… Indonesia yang masih jadi negara berkembang… .

Lagi, dampak terhadap lingkungan dari pasangan muda. Kita mkhluk sosial, kemanapun pergi akan bertemu dengan makhluk sosial lainnya. Aku sempat menanyakan orang-orang yang ‘ingin’ menikah muda, “Jika nanti menikah lalu berbaur dengan lingkungan baru, hal yang paling mendasar, apakah ikut arisan RT setiap bulannya ?” Dan, 70% orang menjawab, TIDAK. alasannya beragam namun benang merahnya adalah kita beda gengerasi jadi gak akan cocok dengan ibu-ibu lainnya.

Jujur, memang arisan tidak terlalu penting dalam kehidupan sehari-hari, Aku-pun tidak terlalu suka dengan arisan. Tapi, dengan arisan kita jadi tahu siapa saja tetangga kita, siapa saja orang yang berada di lingkungan kita, dan lain-lain. Itu penting, kembali, kita makhluk sosial. Arisan bukan sekedar mengumpulkan uang-dikocok-keluar nama-ambil uangnya. Di sanalah terjadi sebuah interaksi, interaksi sosial.
Aih… Alankah lucunya negeri ini. Aih… Alangkah bodoh rakyatnya. Aih… Kenapa itu Kamu.
Bagiku, orang yang menjalankan konsep hidup tadi adalah orang yang ‘Rugi’. Jelas sekali, rugi karena membiarkan ilmu yang telah didapat kala bersekolah menguap karena ditelan waktu, tidak diamalkan. Rugi karena kebebasan terkunci rapat dalam dalam hati.

Aku terhimpit oleh orang-orang yang menikah dan terjepit. Aku ter-kotak-kan oleh orang-orang yang menikah karena pasrah pada keadaan. Aku tidak ingin seperti mereka. Tapi, ada lagi yang terlupa, Aku sempat berpikir MBA (Maried By Accident) menjadi momok yang bisa mencoreng nama baik sekeluarga dan orang yang berada disekitarnya. Kadang, Aku berpikir, Single Parent menjadi sosok yang hina karena mengasuh seorang anak seorang diri dan dianggap hina. Tapi, semua telah berubah, telah menjadi lumrah.
Benar, jaman dulu MBA atau menikah karena kecelakaan atau hami dilluar nikah dianggap mencemarkan nama baik. Tapi, setelah beberapa perenunganku, namanya menikah pasti dikarenakan oleh sebuah kecelakaan. Kecelakaan karena ditabrak sebuah mobil, mobil itu bernama mobil ‘cinta’, mobil itu tidak kabu setelah menabrak tapi mobil itu berhenti kemudian menggotong korban yang tertabrak ke Rumah Sakit Cinta bernama KUA. Pengemudi mobil tadi bertaggung-jawab. Benarkan ? menikah karena sebuah kecelakaan ? Atau begini, hamil diluar nikah, Aku pikir ini-pun telah menjadi hal yang biasa saja. Entah apa faktor yang menyebabkan ini terjadi, Aku juga tidak tahu. Eum… yang jelas orang pada masa kini tidak mempersoalkan hal yang dianggap ‘hina’ tapi orang lebih melihat tanggung jawab yang dilakukan. Apabila benar hamil dan anaknya tidak digugurkan, maka akan dirawat seperti biasa, tidak ada pengucilan hukuman norma bagi pasangan tersebut. Semua lumrah.

Dan, Single Parent, inilah gaya hidup orang barat. Dulu, banyak ketika terjadi perceraian dan sudah memiliki anak maka akan cepat-cepat mencari yang baru. Tapi, kini tidak, perkembangan teknologi komunikasi telah membuat segala informasi dan gaya hidup bisa didapat dengan mudah. Kini, banyak Single Parent, paling banyak adalah wanita. Kenapa ? wanita dianggap tangguh, pura-pura kuat, pura-pura sanggup. Penuh kepura-puraan.

Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang membiarkan ilmu yang didapat dahalu ketika menganyam pendidikan tapi dibiarkan menguap. Di mana jiwa soialnya ? berbagilah ilmu dengan yang lain, yang membutuhkan. Amalkan ilmu tersebut untuk memajukan Indonesia.

Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang menikah karena mementingkan nafsu birahi semata. Menikah karena sudah tidak tahan ingin berhubungan intim. Takut berzinah tapi menghancurkan kebebasan dalam diri sendiri.

Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang memiliki anak nanti ketika menangis malah dimarahin. Anak itu dianggap tidak nurut maka terus-terusan dimarahin. Siapa suruh dulu bikin anak.

Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang membiarkan anak menangis tapi biar gak nangis lagi marah dipukul. Orangtua tak ber-otak. Aku ingat, sebenarnya menangis butuh konsentrasi. Maka, ketika anak kecil menangis hal yang dilakukan adalah memecah konsentrasinya seperti, anak itu menangis karena minta mainan dan tidak dibelikan Orangtuanya lalu menangis tapi yang dilakukan Orangtuanya adalah memukul anak itu sambil marah-marah. Jelas, anak itu tidak akan berhenti malah menagis lebih keras lagi. Padahal tinggal memecah konsentrasi anak yang sedang menangis dengan mengalihkan perhatiannya. Cukup, itu saja dan anak tidak akan menangis. Sudah TOLOL tidak Inovatif pula.

Berbagi suka dan duka bersama. Inikah menikah muda ? Tapi Aku tidak suka. Aku lebih suka berbagi suka tanpa duka.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -