The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani October 09, 2012


Entah, sudah berapa orang yang mengeluh atas keadaan. Entah, sudah berapa orang yang pasrah atas keadaan. Dan, entah, sudah berapa orang yang mojok di sudut kelas sedang Masturbasi… .

“Kabeh tergantung otakmu !”
“Kalau pikiranmu ngeres, ngeliat yang nggak kotor ya jadi cabul. Lihat buah papaya saja imajinasi sudah kemana-mana. Lihat bolongan mulut gua-gua di tebing saja, darah sudah bisa umub. Ndasmu cenat-cenut.”

Ngawur Karena Benar – Sujiwo Tejo


Bumi gonjang ganjing, langit kelap kelap

Tidak akan ada habisnya mendengar orang-orang berbicara tentang negeri ini. Dari pemulung yang sedang istirahat di warkop, dari tukang koran ngedumel sama koran yang Ia jual kalau isi berita semakin miring saja, sampai orang berdasi yang duduk manis di Gedung berbentuk bokong (Baca: Gedung Nusantara, DPR/MPR).

Aku ingat ketika sedang kuliah Sistem Ekonomi Indonesia, saat itu pembahasan tentang tindakakn korupsi yang terjadi pada Orde Baru. Kata dosenku, “Untuk bisa memutuskan lingkar labirin – sambil membuat lingkaran di papan tulis – harus ada orang yang masuk kedalam untuk memutuskan tali lingkaran ini.” Wuiih, kayaknya, dosenku ngelewatin tahun 1998, Ia lupa kalau orang-orang yang berada diluar sistem ‘lah yang berhasil memutuskan tali dari lingkaran labirin tersebut. Setidaknya, memutuskan dalang yang asyik main di dalam lingkaran labirin. Korupsi sih jalan terus sampai sekarang tapi biarlah, itu urusan KPK dan bukan urusanku. Oia, bahkan, sekarang, ‘Maling’ malah makin kondang ternyata. Butuh banting tulang alias kerja keras untuk seorang Ariel agar bisa jadi kondang seperti dulu. Ia harus melakukan petunjukan Dua Benua, Lima Negara dalam waktu 24 jam supaya kembali kondang. Berbeda dengan orang berdasi di Gedung berbentuk bokong, tinggal korupsi, bikin sensasi, langsung kondang disemua tivi.

Aku mencoba untuk mempraktikkan apa kata dosenku, masuk kedalam sistem lalu coba memutuskan lingkaran yang menurutku ndak bener. Bayangin, setiap hari ada saja orang yang mengeluh. Padahal lagi asyik berat nikmatin kopi di café merah putih, eh, temenku datang dengan segala keluh-kesah tentang kampus yang dulunya biru tapi kini hijau, dulunya almamater biru tapi kini hijau (FYI: katanya, Almamater diganti hijau karena untuk nyocokin cat tembok kampus yang diganti hijau juga. Ndak kebayang Aku kalau suatu saat cat ini luntur, hijaunya pudar lalu warna Almamater diganti pula untuk ngikutin. Pasti lebih terlihat sekumpulan gembel memakai Almamater dengan warna luntur.). Jengkel ? pasti, wong lagi asyik berat sama kopi malah diganggu. Andai di sini ada mata kuliah Pastur, pasti Aku dalami. Gini, Setahu-ku, orang kalau datang ke Pastur dengan segala masalahnya maka Pastur akan dengan suka rela mendengarkan lalu memberi nasihat tapi, berbeda dengan membawa masalah ke Pak Haji, dikit-dikit ada pake duit walau Aku juga tahu kalau duit yang diamplopin juga dikit. Tetep aje, bayarkan intinya?

Kini Aku menjabat sebagai Ketua di Fakultas, asyik ye? Menjabat, padahal di sini orang-orang ogah jadi pejabat jadi siapa–pun orang yang minat untuk jadi pejabat gampang. Tinggal mendaftar ingin menjabat apa, langsung dapet jabatan itu. Karena berdasarkan pengalamanku dulu ketika menjabat – aih, menjabat, asyik beraaat. Dulu menjabat dan sekarang masih menjabat di dua badan organisasi mahasiswa fakultas yang berbeda – bahwa begitu mudah untuk mendapat perijinan dalam membuat kegiatan tapi kini sulitnya minta ampun. Sendirian, yup hanya sendiri. Entah yang lain kemana, mungkin sedang asyik masturbasi.

Aku menikmati semua proses ini. Aku masih setia menunggu akan hasil dari sebuah proses. Semua begitu indah bila benar bisa tenggelam didalamnya seperti orang yang setia menunggu hujan di musim kemarau.

Tapi, melihat realita yang ada, Aku seperti diperkosa. Diperkosa oleh waktu. Diperkosa oleh tanggung-jawab. Diperkosa oleh pikiran. Kehormatanku hilang. Memang, ini hanya soal otak saja dapat menyimpulkan apa atas peristiwa yang ada. Toh, tinggal gimana isi kepala saja. Kalau isi kepala mumet, mendapat sedikit masalah saja pasti nyerah. Mau warna almamater hijau/biru sama aja, kalau isi kepala kita tidak memikirkan tentang keterpurukan organisasi ya sami mawon. Asyik memuaskan diri sendiri, orang bilang… masturbasi.

Inilah, inilah kelucuan di kampusku, orang yang bisanya mengeluh tentang kampus tanpa bertindak dan itu berarti Matematikanya jelek. Tidak bisa menangkap satu pola dari sesuatu yang tidak berpola. Inilah uniknya kampusku, dimana masih banyak mahasiswa yang sulit mendapat buku referensi untuk bahan belajar karena harganya yang relative mahal tapi pemimpinnya malah asyik bikin banyak bukunya sendiri, orang bilang sih… masturbasi.
Semua tergantung otak kita !
Ingin hanya ngengkang tanpa berjuang ? itu urusan Sampean, bukan urusanku.


Oleh, Harry Ramdhani,
“Seorang Pria yang sedang menabur bunga di Twitter Hill atas kematian sebuah rasa dari kepercayaan.”

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -