The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani May 12, 2012

Malam menyelimuti kamar Ive dengan dingin. Ia rasa tidak perlu lagi pendingin ruangan seperti AC atau kipas angin. Udaranya sangat dingin. Burung itu masih saja berkicau dan hingga Ive mendekatinya. “Dari tadi kau berkicau, apa kau lapar ?” Ive kembali berbica dengan burung itu. Entah apa yang terjadi dengan Ive. Ia seperti orang gila, berbicara dengan burung. Apakah mungkin karena kejadian Tyas yang lalu yang telah membuat Ive seperti ini. Ive memang terpukul dengan kejadian kala itu. Wanita yang telah membuat Ive seakan memenangi pelombaan mencari harta karun disebauh pulau terpencil didaerah antah-berantah. Wanita yang membuat Ive terus membawa perubahan kearah lebih baik untuk Ive secara pribadi. Wanita yang telah membukakan mata Ive akan keseriusan dalam berhubungan. Sehari lamanya sudah Ive seakan berkomunikasi dengan burung itu. Ia secara tidak langsung telah merawat burung itu. Diberinya makan, dibersihkannya kardus yang sempat Ia temukan di hutan. Ia merasakan Tyas berada didalam raga burung tersebut. Tyas yang dulu Ia kenal. “Aku ingin bertanya padamu, apa yang harus ku lakukan sekarang dalam semua kepenatan ini ?” Ive terdiam sejenak membiarkan burung itu berkicau yang Ia anggap sedang menjawab pertanyaannya. “Apa kau bilang ? Tidak ada. Tidak mungkin aku tidak melakukan apa-apa untuk hal semacam ini”. “Aku mencintai Tyas, dan kini Ia telah membagi, membuka hatinya untuk orang lain.” Ive masih saja mengajaknya berdiskusi tentang malam itu. “Kenapa kau bicara seperti itu ? Apa mungkin karena kau burung yang tidak bisa mengetahui perasaan ?” seketika Ive tertunduk setelah mendengar kicauan burung. “Kau benar, ketika aku merasa bahwa dia adalah jawaban dalam diriku, kenapa juga harus aku pikirkan hal-hal yang begitu aneh. Aku tidak perlu membuka jalan baru untuk bisa sampai kepada tujuanku. Mungkin aku terlalu mengekangnya, mengaturnya ini-itu, hingga kini aku merasa memikul beban bersalah sampai tidak bisa berganti menjadi perasaan yang lega.” Mata Ive berkaca-kaca ketika itu. “Itulah kesalahan terbesarku, aku tidak bisa membedakan antara tubuh dan jiwaku. Apalah arti tubuh yang fana ini bukan ?”. bersandarlah Ive di pagar beranda kostannya. “Aku terlalu memprihatinkan tubuhnya yang fana saja. Biarkanlah Ia mendapatkan yang fana, yang bisa menua untuk kemudian menjadi abu kembali. Tatapi aku, telah mendapatkan jiwa dan raganya. Kami telah membangun jiwanya terlebih dahulu barulah kita membangun raganya hingga menjadi satu kesatuan.” Diletakkannya burung itu tepat didepannya. “Baiklah, aku akan membawamu pulang. Tempatmu bukan disini.” Setelah keluar dari tempat kost-nya. Tiba-tiba burung itu terbang dari kardus yang terbuka. Burung itu terbang bebas, Ive yang berusaha mengejarnya ternyata hanyalah sia-sia. Burung itu terbang begitu cepat. Ive hanya bisa berdiri melihat burung itu terbang di udara.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -