The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani May 21, 2018

seger betul mandi pas siang bolong.




Segar betul. Mandi pukul 2 siang saat matahari sedang panas-panasnya di bulan puasa. Ketika hendak menjemur handuk keluar, matahari seakan baru ingin muncul dari tidur panjangnya semalaman. Tidak ada suara ayam karena ia berkokok terlalu pagi dan manusia tidak ada yang peduli. Pagar rumah, tanaman yang digantung, sampai lantai teras serasa masih diselimuti embun; dingin. Segar betul.

***

Tapi tadi aku duduk sendirian di bangku-bangku di depan Indomaret. Bingung. Bukan untuk berpikir antara batal puasa atau tidak. Bukan. Bingung karena tidak tahu bagaimana caranya memperpanjang masa aktif akun premium spotify. Susah betul. Pedahal bulan lalu gampang-gampang sahaja. Sekarang aku lupa caranya. Keringat dingin mulai merambah dari tengkuk leher hingga lengan tangan. Normal. Itulah reaksi tubuh ketika sedang kebingungan. Tadi di hadapan ATM berulangkali aku mencoba peruntungan. Hasilnya: hanya kartu yang masuk dan keluar. Sporify premium tidak berhasil di perpanjang, orang-orang mengantri di kasir Indomaret membayar minuman dingin yang mereka ambil dari lemari pendingin. Dua orang, tiga orang, mulai mengantri di belakang menunggu giliran menggunakan mesin ATM. Aku kebingungan betul.

***

Bulan puasa tahun ini seperti kembali menemuiku dengan kegembiraan. Entah. Tapi itu yang aku rasakan. Anak-anak yang mulai ramai datang ke masjid dan orang-orang yang berdagang di pelataran masjid. Aku menduga: sepertinya kegembiraan ini muncul ketika hampir setiap hari –sebelum bulan puasa ini– melulu diperbincangkan di media sosial –tapi orang-orang itu sendiri tidak pernah ke masjid –tentang tumbuh-kembangnya orang-orang ekstimis. Mulai dari isi ceramah sampai penceramahnya. Mungkin orang-orang yang melulu membincang itu lupa: masjid tidak melulu seputar itu. Masjid adalah kediaman bagi siapa saja, makanya ada yang dinamakan Dewan Keluarga Masjid (DKM). Keluarga, biar bagaimanapun, tidak pernah lepas dari masalah. Jika, anggaplah asumsi orang-orang yang tadi aku sebut benar, masjid sebagai awal mula tumbuh kembangnya ekstimisme, maka biarlah keluarga dari masjid itu yang menyelesaikan. Tidak perlu dipukul rata kalau semua masjid seperti itu, bukan?

***

Dua hari menjelang bulan puasa, anak-anak berkumpul di pelataran masjid selepas magrib. Anak-anak itu menikmati betul rasanya keluar malam dan bertemu dengan teman sebayanya. Waktu main mereka seakan diperpanjang. Kemudian satu per-satu dari mereka diberikan obor. Entah ini hanya ada di Indonesia atau di setiap negara seperti itu ketika menyambut bulan puasa. Beramai-ramai mereka berjalan dari masjid melantunkan salawat menyusuri malam, menerangkan jalan. Pawai obor. Perlu juga sepertinya aku beritahukan: masjid di mana anak-anak itu mengikuti pawai obor, saban jumat di masjid itu penceramah selalu melakuakan orasi melawan pemerintahan. Hanya ada dua hal yang bisa menyelamatkan orang-orang yang jumatan itu tetap mau datang ke masjid: (1) mendengar ceramah sambil main media sosial atau (2) melipir ke warkop yang letaknya bersebelahan dengan masjid dan mendengar ceramah dari sana. Yang ingin aku sampaikan adalah terlepas dari bagaimana masjid itu dikelola, ketika bulan puasa tiba, selalu ada hati yang terbuka untuk semua. Anak-anak yang bergembira dan kakak-kakak mereka yang manis-manis betul ketika mendampingi adiknya pawai obor.

***

Kuhanya ingin puasa menghadirkan yang betul-betul segar. Semial: kamu yang lagi suka ganta-ganti avatar twitter yang bikin temlenku jadi segar betul.

Leave a Reply

Subscribe to Posts | Subscribe to Comments

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -