The Pop's

Posted by : Harry Ramdhani December 18, 2014


Saya masih ingat kali pertama diajak on air di Motion Radio 97.5 FM. Malam itu, di program #ULALA975 (Kumpulan Lagu Lama), topik yang dibahas itu tentang pertandingan pembuka Liga Champions Eropa. Dengan asal saya langsung mention @MOTION975FM, “sepak bola itu Arsenal, yang lain cuma tim-tim bola pantai dll dst dsb.” Tak lama setelah itu, pihak Motion Radio mengirim DM untuk meminta nomor telepon. Saya sangat tahu, kalau sudah diminta kontaknya berarti saya akan ditelepon dan ditanya secara on air. Namun, karena saya twitter-an menggunakan gadget jadul dan hanya suport writelonger, sehingga tidak ada –tanda atau simbol apapun– untuk pemberitahuan. Sampai 10 atau 15 menit barangkali, sebelum akhir siaran selesai. Lumayan, meski tidak bisa jadi penyiar di sana, yang penting suara saya sempat mengudara.
Malam itu yang sedang siaran adalah Vickie Lontoh. Sebelum on air – akhirnya saya tahu proses orang-orang sebelum itu – kita terlebih dulu janjian. Katanya, “nanti gue bakal tanya-tanya soal yang Liga Champions, dan lu jawab aja yang tadi di Twitter. Oke?”

Lagu Song For Mama mengudara. Lalu jeda iklan beberapa. Selama menunggu saatnya on air, saya berbincang sedikit dengan Viclon (nama panggilan Vickie Lontoh). 

“Jadi udah berapa lama dengerin Motion?” tanya Vicklon.

“Duh, berapa lama, ya, yang pasti dari awal-awal masuk kuliah, lha.”

“Emang kapan lu masuk kuliah?”

“Taun 2009-an atau ya, gak jauh dari itulah. Dan belum lulus.” jawab saya sambil ingin tertawa atau bersedih setelah mengucapkan itu.

“Wuah lama juga, dong,”

“apanya?”

“Dengerin Motion-nya, kok. Tenang.” Vicklon ketawa dari ujung telepon, “berarti udah berapa kali menang kuis?”

“Boro-boro menang, gue cuma ikut-ikut doang,”

“Aduh, sabar, deh, kalo gitu. Jangan bosen tapi ikutan kuis, siapa tahu nanti lu menang,”

“ho’oh, lagi pula gue dengerin Motion Radio gak melulu pengen menang kuis juga, sih,”

“oke, abis iklan ini kita langsung on air, ya, sekaligus closing,”

“okley! Tapi nanti akun twitter gue gak usah di tweet, yak, pas on air, lu tau sendiri, fanatiknya orang sini sama tim bola. Takutnya gue di-bully sama Motioners yang lagi dengerin,”

“Sip!”

***

DI RUMAH saya, radio, adalah satu-satunya barang elektronik paling berharga. Radio bukan semata barang elektronik biasa, tapi sudah seperti anggota keluarga. Ketika kami sekeluarga pergi, pasti radio tetap dinyalakan. Ketika saya susah dibangunkan, pasti Ibu saya menyalakan radio, dan dengan seketika saya bangun. Ketika dulu televisi di rumah saya rusak dan kondisi ekonomi keluarga kami sedang tidak baik (atau, sampai sekarang mungkin) untuk sekedar membetulkan, radio yang menemani setiap hari. Ketika malam hari Ibu saya sedang membuat kue untuk paginya dijual di warung sayur dekat rumah, radio seperti teman bicaranya. Dan, ketika saya tidak bisa tidur, lalu tidak ada yang mendongengkan, saya menyalakan radio – sialnya itu terbawa sampai sekarang, saya baru bisa tidur kalau sekeliling banyak yang bicara, seperti penyiar radio.

Pertemuan saya dengan Motion Radio hampir sama dengan pertemuan kekasih yang jatuh cinta pada pandangan pertama. Ketidak-sengajaan. Saat saya sedang memutar-mutar tuning, mencari frekuensi radio yang tidak kresek-kresek, tiba-tiba terdengar suara Dagienkz. Suaranya sangat khas, karena dulu saya selalu mendengarnya siaran paginya ketika SMA dengan Desta. Aha! Akhirnya bisa dengerin dia siaran lagi. Dia itu penyiar terlucu yang pernah ada. 

Dari sanalah saya kenal penyiar-penyiar kondang seperti Miund – yang menjadi partner siaran Dagienkz – pada pagi hari. Dia pun tak kalah lucu. Pokoknya setiap pagi, sebelum berangkat kuliah, saya dibuat ketawa terus oleh mereka. Sorenya, ada Artasya Sudirman dan Hilbram Dunar. Dan, dari mereka berdua saya belajar tentang cinta dan dengan lepas menertawakannya.

Mendengarkan radio, bagi saya, seperti sebuh kebutuhan. Entah di ruang tunggu kampus, di ruang sekretariat fakultas, di Perpusrtakaan Teras Baca (perpustakaan umum yang saya buat bersama teman-teman saya) pasti saya menyalakan radio. Setidaknya dengan radio, kita bisa meredam ego masing-masing terhadap lagu atau jenis musik yang satu dengan yang lainnya berbeda. Bahkan, yang paling ekstrim, kalau Motion Radio topiknya sedang asyik beraaaat!! (Dagienkz suka sekali mengucapkan itu, “asyik beraaaaat!!”), saya tidak masuk kuliah. Dan pada saat yang bersamaan saya juga belum mengerjakan tugas. Cucok sudah!

***

Ah, siaran radio tanpa membahas cinta-cintaan serasa ada yang kurang, bukan?

Di Motion Radio, Hilbram Dunar rajanya. Barangkali dia terlalu banyak bertemu Om Mario Teguh sehingga begitu. Entahlah. Hilbram paling bisa membuat ‘cinta’ sebagai subyek, bukan obyek. Cinta tidak hanya dimainkan, tapi memainkan. Di mana ada Hilbram, entah siapa partner siarannya, selalu cinta yang menjadi suguhan utama. Yang membuat saya salut, Hilbram tidak cuma membicarakan ‘cinta’, namun juga menuliskannya menjadi dua buku kumcer. Sejak di Motion Radio, ia telah membuat dua buku: Plastic Heaven dan Main Hati. Saya punya keduanya dan saya hibahkan untuk Perpustakaan Teras Baca. Kedua buku itu yang paling suka dibaca.

Puncaknya, setiap hari rabu, bersama Miund membuat program #GuRih (Lagu Perih – lagu nyaman yang membuat hati tidak aman). Lagunya perih, topiknya pun tak kalah perih. Pernah satu waktu, Hilbram dan Miund menanyakan pada Motioners alasan menikah selain karena cinta. What a question?
Setiap rabu saya tidak pernah menjawab apa yang ditanyakan mereka. Pertama. Saya sibuk tertawa mendengar atau membaca jawaban Motioners yang pada nyeleneh. Kedua. Saya tidak terlalu expert dibidang percintaan; pacaran saja belum pernah. Tapi, saya bahagia bisa menertawakan dan merenung soal cinta dari Hilbram dan Miund.

*** 

Akhir tahun 2011 atau awal tahun 2012, saya lupa tepatnya, Dagienkz tidak lagi siaran di Motion Radio. Tapi, setiap mendengar #Wayang975FM, semua akan tahu kalau masih ada keberadaannya di sana. Tak lama, sebelum Artasya Sudirman melahirkan, ia pun mengikuti jejak Dagienkz. Dari kepergian mereka, seperti yang Hilbram ibaratkan di buku Main Hati, “Walau aku tahu bahwa segala sesuatu yang enak sekali pada hakikatnya hanya terjadi sekali-kali atau bahkan satu kali. (Check-Out)”. Tidak ada yang abadi, karena hanya ketidak-abadian itulah satu-satunya yang abadi. Barangkali. Saat itulah selama Hilbam dan Miund siaran, yang saya cemaskan dari dulu adalah siapa selanjutnya?

And than… Hilbram.

Entah, seketika saya tidak tahu ingin nge-tweet apa saat tahu kabar itu melintas di timeline. Sedih? Sudah pasti. Kadang kesedihan memang sulit dituliskan, tapi suatu ucapan terimakasih layak disematkan buat Hilbram; atas segalanya yang telah ia lakukan di Motion Radio. Sampai dua buku Kumcernya seakan yang membimbing saya dalam hal menulis apapun tentang cinta. 

Motion Radio seakan menjadi saluran untuk Hilbram menguji kisah-kisah cintanya yang kelak akan ditulis di bukunya. Dari semua tulisan saya tentang cinta – baik yang sudah saya tayangkan di blog atau e-book – itu seiring perjalanan saya menjelajahi buku-buku Hilbram itu sendiri. 

biarkan tetap gelap…
aku belum mau kehilangannya
biarkan tetap gelap…
supaya bisa kudekap erat tubuhnya
sambil kunikmati wajah yang tenang terlelap
jangan dulu terbit matahari…
aku belum mau ditinggal pergi
jangan dulu terbit matahari…
supaya bisa kukecup keningnya lalu hadir di hatinya
walau hanya dalam mimpi
– (Plastik Heaven, Gelap, hal 5)


#TerimakasihHilbram #HilbramMiundLastDay
Palmerah Barat, Gd. Kompas Gramedia Lt. 06, 18 Desember 2014

{ 2 comments... read them below or Comment }

  1. ogut g gaol. ga tau bakal stop itu 2 penyiar barengan.
    pada kemana yah...
    generasi penyiar baru nya blm 'canggih' nih.. huhuhu :(

    ReplyDelete

- Copyright © Kangmas Harry - Date A Live - Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -