meng... cepet sembuh, dong!!!
By : Harry Ramdhani
i'm tired. i'm so freakin tired. forsure. kerjaan tiba-tiba banyak. numpuk. itu minggu lalu. emng gak ada kerjaan yang engga bikin capek, sih. tapi, ngng... at the same time, lu juga kayaknya lagi banyak kerjaan juga --plus, deadline buku puisi. apalagi mesti ke luar kota. bukan gak mau ngabarin atau sekadar nanya ini-itu, tapi emng udah keburu capek sama kerjaan. i don't want to share segala capeknya kerja to you. untungnya dulu sempet dibikinin instagram: seengganya jadi tau lu lagi di mana and ngapain aja. for me that's enough. makasi, ya, ternyata ada gunanya juga punya instagram. but, i'm still tired. i'm so freakin tired. forsure. aku selalu punya pelarian, for any moment: lawakan. dari minggu lalu, tiap ada jeda buat istirahat, selalu cari and sengaja apa aja yang bisa bikin ketawa. kalaupun bukan tontonan, bacaan sampe semua peristiwa yang ada, yang dicari pasti lucunya. itu macem udah jadi algoritma. kebentuk sendirinya. sampe satu waktu: keknya enak potong rambut. tiba-tiba aja kepingin and kepikiran. capek kerja kali, ya? entahlah, ya. saptu siang, kerjaan lagi gak terlalu banyak, minta gomah buat potongin. i know you have been on the way ke ciawi. makanya coba beraniin sekadar kasih tau: mau potong rambut. i know the respond could be... yaudah. tapi, gapapa. dapet libur seharipun, hari minggu, dipake baut seharian tidur. gak mau ngapa-ngapain. malah gak mau buka laptop. cuma mau tidur and lurusin pinggang. that's enough. walau sekalian (iseng) buat berani nanyain kabar via story(?) i know the respond could be... yaudah. diambil lucunya aja. and i got some joke for that respond in my tweet~ dan, besoknya. dan, besoknya. jarang banget kebangun siang-siang tuh kalau bukan karena laper --kecuali ada kerjaan atau udah janjian. biasanya kalau lagi masuk malem, pagi tidur, bangunnya tuh selapernya aja. gak laper, ya, lanjut tidur. tapi, siang itu malah tiba-tiba kabanget kebangun. i have a bad dream. i dream of you. lupa tentang apa, gak begitu jelas juga. tapi tiba-tiba ngajak jalan, tapi perginya cuma mau angkotan. kita pindah dari satu tempat ke tempat lainnya naik angkot. udah sore, mau magrib, kita pulang. i know something's weird happening: you're allowed to go to the toilet, and make up there. mau pulang, malah dandan. apa mungkin semua perempuan ngelakuin itu? i not familiar for that. kita pulang. pas di angkot pun saling diem-dieman. i got off first. angkot lanjut jalan. angkot yang ditaekin... and you still on there... makin lama... malah bukan jauh, tapi ilang. ilang and jadi bayangan. tiba-tiba kebangun. tiba-tiba kek orang bingung. laper, engga; mau lanjut tidur gak bisa. i'm thinkin' of you a-day-long. i feel bad, but i dont know what will gonna be happen. "hopefully you're aight over there, meng. damnit. tadi siang, sialnya, malah gak baek mimpiin lu. :(((" and the first time i read "we lagi sakit", tiba-tiba badan lemes. dari minggu lalu, walau capek kerja, tapi selalu dapet cara buat ketawa-ketawa. padahal, di waktu yang sama, lu malah sakit. mungkin ada di satu waktu: pas gue lagi ngakak nonton family feud, justru lu lagi ngeringis kesakitan. mungkin ada juga di satu waktu: gue pilih-pilih makanan, justru lu lagi gak ada pilihan mau makan apa. inget hal-hal yang udah kejadian minggu lalu bikin gue sedih sendiri. gue inget, gue pernah bilang: "gue cuman takut ada apa2. and pas lagi bgitu... gue gak bisa ngapa2in. for that moment, i feel i'm a loser." setelah denger semua vn, i feel i'm a loser. gue gak mau (lagi) kehilangan orang-orang yang gue sayang, tapi gue gak bisa ngapa-ngapain. kejadian yang lalu-lalu jadi keinget lagi. semua. maafin gue, ya, meng. gue takut, takut banget. gue takut lu ada apa-apa, tapi gue gak bisa ngelakuin apa-apa. walau gue juga tau gak banyak yang bisa gue lakuin. tapi, gue janji, meng: kapan pun lu butuh sesuatu, gue bakal usahain sekuat yang gue mampu. meng... cepet sembuh, dong!!!
keyboard flexible
By : Harry Ramdhaniditeror, ditipu, dikasih nasi minta lauk!
By : Harry Ramdhani
ntap! dah beres. |
"Teror!" barangkali itu kata yang tepat untuk menggambarkan kejadian yang terjadi pada seminggu ini. Aku merasa takut, kaget, bahkan tertekan. Bukan hanya aku, begitu juga dengan tetangga-tetangga sekitarku. Kumulai dari mereka dulu mungkin, ya. Jadi dalam seminggu ini, tetanggaku menerima telpon tak dikenal. Bergiliran. Ada yang menelpon sekitar pukul 2 dini hari, pagi, atau setelah magrib. Ya, itu telpon penipuan. Ingat, kan, dulu pernah ada modus penipuan lewat telpon? Jadi keluarga kita, kata di penipu, mengalami kecelakaan atau musibah lainnya. Kita diminta transfer sejumlah uang. Itu mungkin sudah bertahun-tahun lalu. Aku masih ingat tetanggaku yang ingin ditipu seperti itu. Dulu waktu dia masih kelas 2 SMU malah, tapi sekarang dia (baru saja) sudah menikah. Anehnya, yang sampai sekarang aku bingungkan, mengapa si penipu itu bisa tahu nama-nama keluarga kita? Tetangga sebelah rumahku kini hanya tinggal berdua di rumah. Ketiga anaknya sudah menikah dan punya anak. Sudah tua. Tapi sekitar pukul 6 pagi, tetanggaku mendapat telpon penipuan itu. Kagetlah awalnya! Tetanggaku langsung datang ke rumah, minta bantuan Gopah. Panik sekali --hampir menangis. Aku yang baru saja tidur, jadi terbangun. Ada ribut-ribut di teras rumah. Gopah menyalakan motor, langsung pergi. Aku tanya Gomah ada apa? Katanya baru dapat telepon kalau anaknya tetanggaku mengalami kecelakaan dan diminta mentransfer uang untuk biaya rumah sakit. Gopah pergi menemui anaknya, kebetulan rumahnya tidak begitu jauh, kira-kira 2 km mungkin. Tidak sampai setengan jam, Gopah pulang. Anaknya baik-baik saja dan tidak ke mana-mana, alias ada di rumah. Karena tetangga lain jadi keluar rumah, mereka juga katanya mengalami kejardian yang sama: mendapat telpon serupa. Untungnya tidak ada yang langsung mentrasfer sejumlah uang. Penipu itu gagal total. Bagaimana denganku, apakah mendapat telpon serupa? Tidak! Mengapa? Karena aku tidak punya telpon rumah. Namun, aku mendapat teror lain. Seperti biasa, jelang akhir bulan, aku dan Gopah mengerjakan laporan pajak untuk beberapa perusahaan. Tapi, di antara perusahaan itu, ada 1 yang aneh. Tiba-tiba saja ada transaksi di perusahaan yang selama ini tidak pernah melakukan kegiatan. Biasanya saya laporkan "nihil", karena biarpun tidak ada kegiatan, tetap saja mesti dilaporkan. Tapi tidak untuk kali ini, angkanya cukup fantastis: ratusan juta. Ada satu kegiatan di perusahaan itu dengan nilai ratusan juta, tapi tidak pernah tercatat. Karena transaksi tersebut senilai ratusan juta, maka pajak yang mesti dibayarkan juga terbilang lumayan: puluhan juta. Sebemarnya itu biasa saja, asal transaksinya ada. Lha ini, tiba-tiba saja ada tagihan sebesar itu. Aku telusuri semua lawan transaksi yang pernah bekerjasama. Tidak ada. Itu perusahaan baru. Pernyataannya: siapa yang menerbitkan faktur? Dan, siapa yang menandatangani faktur tersebut? Gopah langsung menelpon direktur perusahaannya, ia bilang tidak ada transaksi apa-apa. Gopah tanya apakah tahu nama perusahaan yang jadi lawan transaksinya itu, tidak tahu juga. Aneh bin ajaib sekali. Untunglah sistem perpajakan yang baru ini sudah online, jadi sudah bisa ter-update secara otomatis. Besoknya, Gopah mendatangi kantor pajak mencari tahu. Takutnya memang ada yang ngaco dari sistem pajak. Ternyata laporan dari orang pajak benar adanya. Ada transaksi dari perusahaan lain kepada perusahaan yang Gopah urus. Gopah minta data perusahaan tersebut untuk menelusuri sendiri --walau ada opsi untuk membatalkan, sih. Singkat cerita, perusahaan tadi memberi beberapa nama dengan siapa mereka berhubungan. Nama-nama itu tidak ada yang Gopah kenal. Lebih anehnya lagi, direktur perusahaannya sendiri juga tidak tahu. Gopah coba hubungi orang-orang yang melakukan transaksi diam-diam itu. Mereka mengaku terpaksa karena ada pekerjaan, kasarnya proyek, yang lumayan. Gopah kesal. Ia merasa dilangkahi. Dia juga mengaku "sudah diberi izin untuk mengambil alih" perusahaan itu. Gopah tentu saja ada di pihak direktur utama yang lama. Karena tidak begitu cara mainnya. Kalau mau oper-alih, tidak bisa karena izin seorang. Mesti ada notaris yang mengurus itu. Dia bilang nanti akan mengurusnya. Tapi, untuk saat ini, ia minta semua akses perpajakan untuk melaporkan. Gopah masih tidak mau. Karena memang selama ini Gopah yang mengurus itu --meski tidak dibayar! Aku katakan saja untuk kasih saja semua akses dan aset perpajakannya, tapi dengan catatan: mulai saat ini sudah tidak lagi mau ikut campur dan mengurusi semua hal terkait perusahaan tersebut. Gopah sepakat. Orang tadi senang, karena (mungkin) merasa menang. Semua akses itu Gopah kirim via wasap. Seketika aku jadi ingat ketika dulu pernah mengurus perusahaan itu. Bahkan sampai ditawari kerja di sana. Sayangnya aku tolak karena sudah bekerja. Jadi aku dan Gopah hanya membantu saja jika ada yang bisa dibantu urusan perpajakannya. Cukup lama. Bahkan ketika perusahaan itu ada masalah, aku dan Gopah sampai datang ke kantor pajak. Sialnya, sesampainya di sana, laptop yang kubawa malah dikatain sama orang pajak. Katanya, laptopku bisa meledak kalau dipaksa untuk menginstal aplikasi pajak yang butut itu. Ya, bagiku, yang butut dan usang itu aplikasi pajaknya bukan laptopku. Sejak saat itu aku tidak mau lagi ke kantor pajak tersebut. Jika ada apa-apa, aku cari sendiri caranya. Googling sendiri. Bisa kok, tanpa dikatain di depan umum seperti dulu. Tidak sampai 2 jam setelah Gopah memberi semua akses, orang itu kembali menghubungi Gopah. Tidak bisa melaporkan, katanya. Orang itu bilang, tolong untuk transaksi ini dilaporkan dan untuk ke depannya akan diurus sendiri. Aku bilang saja katanya sudah tidak mau lagi berurusan dengan mereka. Gopah diam. Karena memang hanya aku yang bisa mengoperasikanya. Aku tentu tidak mau. Aku sendiri masih ingat Gopah pernah bilang kepada orang-orang semacam itu, "dikasih nasi, minta lauk". Gopah masih diam. Aku tinggal mandi, karena baru selesai main basket. Lalu ketika aku baru saja mau makan, Gopah bilang, "yaudah bantuin saja dulu yang ini, rezeki itu gak ada yang langsung jatuh dari langit, ada aja jalannya." Tanpa diberitahu seperti itupun aku sudah tahu. Aku hanya membayangkan, dengan lepasnya satu perusahaan itu, meski tidak dibayar, hilang satu penghasilan --namanya rezeki itu bukan hanya berbentuk uang kok-- buat Gopah. Aku taruh lagi piringku di meja. Dengan terpaksa aku kerjakan laporan pajak mereka. Aku tahu, jika sampai hari Senin tidak dilaporkan, maka mereka akan kena denda. Lumayan, 500ribu pula. Selesai. Aku kirim semua bukti lapor pada mereka. "Terima kasih," balas orang itu, tidak lebih.
diingetin pns!
By : Harry Ramdhaniteraskerja. alias kerja diteras |
Kira-kira piye perasaane dadi wonge nyang saban bilang "sayang" cuman dibales karo dia: makasih. Piye, coba? Uuh... lha mending. Nih yha... gimana perasaanmu setelah beres kerja, ngerjain ini-itu, terus lanjut laporin pajak-pajak, bikin csv segala macem, pas mau laporin, taunya situs pajak error? Piye hayooo? Masih mendinglah. Pas kamu lagi kerja, usahain ngeloporin pajak, mana internet butut, tapi tagihan tetep lanjut gak dipotong kompensasi terus dibilang sama PNS --PNS lho yha, alias angkatan lama-- gini: kalo kerja yang rajin. Kalo kerja yang rajin coba. Diingetib sama PNS: kalo kerja yang rajin. Piye coba, hah? Piye perasaane? Mana situs pajak masih error. Masih ndak bisa lapor! Kadang kokya aku jadi ngerti perasaane rengginang nyang terpakso dimasukin kaleng Khong Guan. Serius!
Sudahkah?
By : Harry Ramdhanibukan sekadar, buat nyang butuh, ini lebih dari segala hal. |
Sudahkah di tempatmu ada seorang mustahik alias orang yang berhak menerima zakat, tapi dikecualikan hanya karena (1) berbeda pilihan politik dengan pengurus dan/atau pengelola zakat? Atau, yang lebih buruk lagi, (2) mustahik tersebut tidak mendapat haknya karena ia poligami dan miskin? Tentu orang-orang tersebut acapkali dianggap buruk dari berbagai lapisan masyarakat sosial. Hanya karena ia membela atau membicarakan politik dalam kesehariannya, mustahik tersebut tidak mendapat zakat. Hanya karena ia memiliki lebih dari satu istri dan dianggap bukan lelaki setia atau ia seorang wanita yang (mau) dimadu tapi kemudian tidak diperhatikan oleh suaminya, maka keluarga mereka, yang poligami dan dipoligami, jadi tidak mendapat pembagian zakat. Apalagi hanya karena sekadar (dianggap) buruk oleh lingkungan sosial, mereka jadi tidak mendapat zakat. Jujur, aku sampai tidak habis pikir ketika nama-nama mustahik itu dicoret. Jika hal tersebut terjadi di tempat tinggalmu, jelaskan saja ini: (1) fakir, orang yang tidak memiliki harta; (2) miskin, orang yang penghasilannya tidak mencukupi; (3) riqab, hamba sahaya atau budak; (4) gharim, orang yang memiliki banyak hutang; (5) mualaf, orang yang baru masuk Islam; (6) fisabilillah (pejuang di jalan Allah; (7) ibnu sabil, musyafir dan para pelajar perantauan; dan (8) amil zakat, panitia penerima dan pengelola dana zakat. Jadi sila tempatkan orang-orang tersebut pada delapan (8) kriteria tersebut. Buatku itu sudah cukup. Tetapi jika memang orang-orang tersebut pada akhirnya menerima dan ocehan kalian tidak henti-hentinya mencibir, semoga ada yang bulan latihan lain buat kalian, selain ramadan.
Sebuah catatan tentang seorang laki-laki yang tidak memakai dompet
By : Harry Ramdhaninasi goreng enak: rindu malam. lokasinya di depan kantor kompas gramedia, palmerah barat. |
Beberapa temanku, sampai hari ini bahkan, masih suka terheran ketika aku mengeluarkan beberapa lembar uang ratusan ribu dari dalam saku dalam kondisi yang menyedihkan: terlipat tidak kruanan. Dan karena itu pula aku jadi sering mengulang alasanku, bahkan pada orang yang sama, melakukan hal itu. Satu alasan yang utama adalah aku tidak suka menggunakan dompet. Sejak dulu bahkan. Sejak aku mulai mengenal dompet bisa dugunakan untuk menyimpan uang, selain celengan di rumah. Apalagi setelah aku mulai sering mengumpulkan uang jajan sekolah yang kemudian uangnya aku gunakan dengan sia-sia. Mentraktir makan pacar, misalnya. Sejak saat itu aku jadi akrab dengan dompet. Setidaknya aku menjadi laki-laki umum lainnya: di mana di saku celana belakangku akan terlihat sedikit membungbug karena tersimpan dompet. Akan tetapi itu tidak berlangsung lama. Nyatanya aku tidak suka. Alias tidak nyaman ada yang mengganjal di kantung celana. Seperti ada kepalan tangan yang sedang menempel di bokong. Ih!!! Karena itu pula akhirnya aku tidak lagi menaruh dompet di celana dan aku ganti dengan menaruhnya di tempat lain: tas. Ternyata itu tidak menyelesaikan permasalahan, justru membuat dua (2) permasalahan baru, yaitu (1) aku jadi suka membawa tas ke mana-mana dan (2) setiap ada urusan bayar-membayar aku jadi suka membuka-tutup tas. Melelahkan dan ribet. Namun, pada satu kesempatan aku terselamatkan saat di mana aku jarang --atau tidak punya-- uang. Aku jadi tidak akrab dengan dompet. Dompet jadi sesuatu yang-tidak-ada-pun-tak-mengapa. Aku masih bisa baik-baik saja asal masih bisa beli rokok dan kopi dan buku dan jajanan murah pinggir jalan lainnya. Setidaknya uang yang kupunya sebatas untuk itu. Kantung celana, tentu saja, masih memungkinkan untuk itu. Kebiasaan ini ternyata mengikutiku sampai aku bisa punya penghasilan sendiri. Setiap ada kiriman uang bulanan, aku jadi suka mengambilnya sedikit untuk yang aku perlukan saja. Kalau ada kebutuhan lain, semisal mengetahui akan ada antrean di banyak mesin ATM, maka pada satu waktu aku akan mengambil uang dalam jumlah yang sedikit lebih banyak dari biasanya. Uang tersebut tetap aku simpan di kantung celana, tentu saja, sampai pada waktunya teman-temanku akan melihat aku mengeluarkan lembaran uang ratus ribuan dari dalam kantung celana, lalu ditanyakan lagi kenapa. Maka, bila laki-laki itu dinilai dari model dompet yang digunakan dan/atau isi dompetnya, tidak dinilaipun aku tidak mengapa. Sebab, dompetku akhirnya menjadi tempat di mana aku menyimpan segala macam tiket nonton bioskop, tiket nonton konser dan lain sebagainya yang pernah aku lalukan untuk sesuatu yang sia-sia, dulu, bersama pacar. Oh, bukan, barangkali mantan, lebih tepatnya.
Lelucon (tentang) pemilu serentak 2019
By : Harry RamdhaniSeberapa kuat aku menerima kehilangan?
By : Harry Ramdhanihuntinghuji - jalan. |
Setidaknya sudah 2 malam, sebelum aku dan peang tidur, kami saling mengelitiki. Bercanda. Sampai kami lelah. Dan tidur. Begitu juga yang terjadi di malam ketiga. Bedanya setelah peang tidur, kali itu aku memikirkan sesuatu: akan sampai kapan kami bisa bercanda seperti ini sebelum tidur? Pertanyaan itu membuatku keluar dari kamar. Menuju teras. Membakar satu batang rokok dan berusaha menjawab pertanyaan tadi. Tidak ada yang aku temukan. Waktu sudah menunjukan pukul 12 lewat. Aku bakar rokok kedua. Sambil memikirkan itu aku coba merealisasikan apa yang aku bayangkan. Begini. Sekarang peang sudah kelas 3 SD. Sebentar lagi dia naik kelas. Dan begitu seterusnya. Bukan sekadar naik kelas, tentu saja, peang akan bertambah usia dan dewasa dengan sendirinya. Lalu aku membayangkan: apakah peang masih mau bercanda seperti itu, sebelum tidur, jika ia sudah kelas 6 SD, misalnya? Aku tidak yakin, mesti itu masih mungkin. Kenapa? Sebab aku ingat bagaimana dulu aku seusia itu. Aku masih "ngekor" gomah ke mana-mana. Kadang tidur dengannya. Nonton tv masih suka dimeminjam pahanya. Dekat. Sangat dekat --bila tidak ingin dikatakan aku ini anak mami, tentu. Dan itu aku bisa bayangkan terjadi hal serupa oleh peang. Itu jika aku bayangkan yang aku inginkan. Bagaimana jika tidak? Bagaimana kalau peang sudah kelas 4 SD, ternyata ia bahkan sudah tidak ingin tidur denganku? Tidak akan ada lagi keisengan-keisenganku sebelum tidur. Atau yang lebih menyedihkan: peang itu kalau tidur sukanya kalau tidak dipeluk, ia yang memeluk. Kadang, ketika aku masih kerja sambil menemani peang tidur di sebelahku, ia akan dengan sendirinya memiringkan badan dan memelukku. Tentu aku akan kehilangan. Tanpa terasa aku sudah menghabiskan 3 batang rokok dengan sekotak susu UHT rasa cokelat. Aku takut semua yang aku bayangkan terhadap peang menjadi kenyataan dalam waktu dekat --jikapun masih lama dan bila waktunya tiba apakah aku akan dan/atau sudah siap? Tidak. Tentu aku tidak siap. Rokok keempat sudah di tangan, tapi aku mesti tidur. Itu sudah hampir pukul 2 dan besoknya aku mesti berangkat pagi. Aku masih memikirkan itu dan pada kondisi yang sama. Tapi tiba-tiba terbersit pikiran untuk datang aksikamisan. Apa aku datang ke aksikamisan saja? Yha. Paling tidak datang dan menyaksikannya dari jauh bila aku tidak mampu mendekat, berkerumun dengan para penyintas dan peserta lain. Aku hanya ingin tahu: bagaimana tetap mampu menyikapi sebuah kehilangan? Paling tidak melihat mereka yang sudah terlebih dulu kehilangan, bukan oleh waktu, tapi kenyataan. Dan tadi, sialnya, aku datang dan aksikamisan telah selesai. Tidak ada sesiapa, kecuali aku, di sana dengan membawa pikiran yang sama. Seberapa kuat aku mampu merelakan kehilangan?
Belerdikari, antara Dany Beler dan Komedi Hari Ini
By : Harry RamdhaniNyanyian Kesedihan, Pablo Neruda
By : Harry Ramdhanilukisan karya anak-anak di rumah singgah Potads. |
Ingatanmu muncul dari malam di sekelilingku.
Sungai itu membaur dengan ratapan kerasnya dengan laut.
Gurun seperti dermaga saat fajar.
Ini adalah jam keberangkatan, oh sepi!
Kepala bunga dingin menghujani hatiku.
Oh lubang puing-puing, gua ganas kapal karam.
Di dalam kamu, perang dan penerbangan terakumulasi.
Dari kamu sayap burung-burung lagu naik.
Kamu menelan semuanya, seperti jarak.
Seperti laut, seperti waktu. Di dalam kamu semuanya tenggelam!
Itu adalah saat-saat bahagia dari serangan dan ciuman.
Jam mantra yang menyala seperti mercusuar.
Ketakutan pilot, kemarahan seorang penyelam buta,
mabuk mabuk cinta, di dalam kamu semuanya tenggelam!
Di masa kecil kabut jiwaku, bersayap dan terluka.
Sebuah pencarian yang hilang, di dalam kamu semuanya tenggelam!
Kamu berdukacita, Kamu berpegang pada keinginan,
kesedihan mengejutkanmu, di dalam diri kamu semuanya tenggelam!
aku membuat dinding bayangan menarik kembali,
di luar keinginan dan tindakan, aku terus berjalan.
Oh daging, dagingku sendiri, wanita yang aku cintai dan kehilangan,
aku memanggilmu di jam lembab, aku angkat laguku untukmu.
Seperti kendi kamu tempatkan kelembutan yang tak terbatas,
dan pelupaan tak terbatas itu menghancurkanmu seperti guci.
Ada kesendirian pulau-pulau hitam,
dan di sana, wanita cinta, tanganmu membawaku masuk.
Ada kehausan dan kelaparan, dan kamu adalah buahnya.
Ada kesedihan dan reruntuhan, dan kamu adalah keajaiban.
Ah wanita, kamu tidak tahu bagaimana kamu bisa menahanku
di bumi jiwamu, di salib tanganmu!
Betapa mengerikan dan singkatnya keinginanku terhadapmu!
Betapa sulit dan mabuk, seberapa tegang dan rajin.
Pemakaman ciuman, masih ada api di makammu,
masih dahan-dahan yang digoreng terbakar, dipatuk oleh burung-burung.
Oh mulut yang tergigit, oh anggota badan yang dicium,
oh gigi yang lapar, oh tubuh yang terjalin.
Oh gila harapan dan kekuatan
di mana kami bergabung dan putus asa.
Dan kelembutan, ringan seperti air dan tepung.
Dan kata itu nyaris tidak mulai di bibir.
Ini adalah takdirku dan di dalamnya adalah pelarian kerinduanku,
dan di dalamnya kerinduanku jatuh, di dalam kamu semuanya tenggelam!
Oh, lubang puing, semuanya jatuh padamu,
kesedihan apa yang tidak kamu ungkapkan, dalam kesedihan apa kamu tidak tenggelam!
Dari mengepul hingga mengepung kamu masih disebut dan bernyanyi.
Berdiri seperti seorang pelaut dalam haluan kapal.
kamu masih berbunga dalam lagu, kamu masih memecahkan arus.
Oh lubang puing, terbuka dan pahit.
Penyelam buta pucat, pengumban beruntung,
penemu yang hilang, di dalam kamu semuanya tenggelam!
Ini adalah jam keberangkatan, jam yang sangat dingin
yang malam kencangkan ke semua jadwal.
Sabuk gemerisik lautan membentuk pantai.
Bintang dingin naik, burung hitam bermigrasi.
Gurun seperti dermaga saat fajar.
Hanya bayangan yang berliku-liku di tanganku.
Oh lebih jauh dari segalanya. Oh lebih jauh dari segalanya.
Ini adalah jam keberangkatan. Oh ditinggalkan.
Mendamaikan rindu dan dendam setiap tahun
By : Harry Ramdhanibagus2 yha? gelang and gantungan, kesukaanmu. |
***
Apa yang kamu dapat di hari ulangtaun? Apa yang kamu harapkan? Ceritakanlah... biar dari jauh akan aku amin-kan.
Mari merayakan bengong!
By : Harry Ramdhaninyang aing bayangkeun tentang gopah! |
Rindu membuatnya berantakan lagi.*
kekuatan cinta kita ditakar?*
maka mustahil kita bisa sebegini tegar.*