- Back to Home »
- Prosa »
- Senyuman
Mungkin itulah yang membuatku ingin terus habiskan waktu denganmu seperti malam ini…
Kau memang selalu tertutup, tidak pernah jelas merinci kebahagiaan
bila bersamaku, tapi aku sadar bahwa senyummu adalah awal dari
kebahagiaanmu…
Tiba-tiba aku teringat perbincanganku dengan Lidya, salah seorang
sahabat dekatmu. Pada saat itu Lidya menceritakan banyak tentang dirimu
yang aku tidak tahu…
Ini karena sudah tiga tahun berlalu sejak pertemuan terakhir kita.
Sejak itu juga rasa ada yang berbeda. Bahagiaku sulit untuk
ditunjukkan, amarahku semakin tidak karuan, bahkan sedihku pun
serta-merta melayang…
Walau kini kau tanpa sehelai benang, aku tak nafsu untuk lakukan.
Tak ingin hanya sekedar mencari keringat dari sebuah badan mungil yang
ada di hadapan…
Senyummu…
Sama seperti dulu, tapi sekarang seperti ada dua benang yang menarik dari pinggir bibirmu…
Terpaksa…
Atau…
Memang bahagia…
Tak jelas. Itulah kau dengan segala ciri khas, dengan senyum manis yang selalu tinggalkan bekas…
Aku masih ingin melihat senyummu, yang bisa mengubah duka menjadi
suka, yang bisa timbulkan amarah menjadi gairah, yang bisa satukan
suasana hampa menjadi wujud realita…
Tak usah kau suruh aku untuk berjanji, untuk tetap mengikat rasa
sehidup-semati. Karena senyummu kini buka seperti yang dulu lagi…
Perpustakaan Teras Baca, 17 Juli 2013