- Back to Home »
- Prosa »
- Mereka di Penjara Neraka
Soal melanggar aturan, aku jagonya
dan hukuman adalah teman.
Tidak peduli itu ringan
atau sampai menghancurkan badan.
Aku pikir, kadang aturan
sulit dinalar pikiran,
diterima secara seksama.
Bagiku, aturan ada untuk dilanggar.
Semua karena ketidak-adilan,
karena sore itu, aku dipertemukan
dengan cahaya redup di dalam ruangan,
DAN tergeletak manusia tanpa nyawa,
tanpa ada bala-bantuan,
tertinggal nyawa, hanya meninggalkan badan.
Kata mereka: Ini termasuk dalam hukuman.
Ahh, persetan!!
Sejak saat itu terisisa
luka,
kecewa,
dan, hingga
tidak bisa percaya.
Beginikah Indonesia?
Membiarkan terdakwa mati
karena sakit
sama saja seperti
menghina koruptor.
Biarpun sudah didakwa
tapi, masih saja dihina.
Di mana hati nurani kalian semua?
Di mana akal-budinya?
***
Aku, bersama teman-teman
sudah hidup liar -tak karuan-,
di penjara, di jalan, di kolong jembatan.
Pokoknya sudah kami telan.
Rasanya: enak,
jika dinikmati penuh penghayantan.
Hidup sungguh kejam,
satu per-satu temanku diambil Tuhan.
Caranya-pun beragam:
ada yang tertembak di dada sebelah kanan,
ada yang tertabrak mobil keamanan,
ada yang … sudahlah.
Namun, aku masih ingat ucapan
mereka sebelum pergi meninggalkan,
"Terang …
tanda kita selalu bersama
Temani …
keceriaan selamanya
akankah berubah gelap?
Biarkan waktu menjawab."
Itu temanku saat sekarat di tempat
persembunyian saat masih dalam pengejaran
para aparat laknat.
***
"Biarkan waktu menjawab."
Entah sampai kapan ini berakhir?
Sebuah pengejaran yang melelahkan,
tangkap saja aku, supaya bisa bertemu
teman-temanku yang terlebih dahulu
meninggalkanku.
Tak peduli di neraka!!
bersama mereka, aku percaya.
Daripada janji manis surga
tapi menghancurkan sesama.
Aku ingin sekali bertemu …
Harry dan Peneras Baca.
Perpustakaan Teras Baca, 14 Juli 2013