- Back to Home »
- Prosa »
- Kata Mata
Perjumpaan kita memang sesaat, tanpa mulut yang berucap, dan hanya saling menatap …
Awalnya aku tidak heran dengan kedatanganmu bersama lelaki gendut
yang perutnya seperti beruang. Pastinya Ia banyak uang. Begitu
dugaanku.
Jaman sekarang, melihat laki-laki tua dengan perempuan muda bukanlah hal baru yang tabu …
Aku duduk bersebrangan dua meja dari tempat kau berada bersama
lelaki tua. Matamu yang layu seakan habis melakukan aktivitas melepas
celana dan pasti tanpa baju.
Posisi kita bersebrangan dan mata kiita bertatapan …
Alis kananmu kau angkat sekali, yang berarti: Hai!! Aku membalas dengan mengangkat kedua alisku yang artinya: Hai juga!!
Sejak saat itu mata kita saling berbicara. Membicarakan banyak
cerita seperti ketika kau mulai sering membodohi lelaki gendut yang kini
ada di hadapanmu sampai memintanya bercerai dengan istri yang katanya
sudah tidak dicintai.
Bola matamu bergerak ke sana-ke mari tapi, mulutnya tetap meladeni
segala gombalan kacrut dari lelaki ini. Kau sungguh lihai, sudah
berpengalam dalam hal-hal semacam ini dan mungkin aku nanti yang akan
jadi korbanmu. Tak apa, karena aku tahu ini buka cinta. Ini sebatas
obrolan empat mata yang tak tahu berakhir di mana.
Nasi gorengku datang lebih dulu, aku lihat ada air yang meluncur deras di tenggorokanmu. Mataku meledek dan kau tersipu malu.
Disuapan terakhir, aku sekali lagi melirikmu, kau sudah semakin
mesra atau terpaksa tertawa di depan lelaki tua. Matamu melirik dua
kali ke kanan, "Bawa aku pulang." Begitu katamu lewat matamu. Aku
melirik k bawah, "Ada dia, caranya?" Jawabku.
Akhirnya aku tahu, ternyata tawamu palsu. Kini kau murung, terlihat
dari matamu. Katanya, cinta datang dari mata dan turun ke hati. Aku
tidak percaya. Aku hanya melihat ada orang yang terpaksa melakukan
semua. Tidak ada cinta. Lebih baik aku meninggalkanmu berdua
dengannya. Dengan orang yang telah membawamu bertemu denganku.
Jika kita jodoh, pasti bertemu lagi. Aku baru percaya itu.
Perpustakaan Teras Baca, 19 Juli 2013