- Back to Home »
- Prosa »
- Pertandingan Sore
Sore itu hujannya rintik. Kesebelasan satu sudah bersiap di lapangan, tapi lawan masih di ruang ganti ketakutan.
Pertandingan terakhir yang juga dihadiri para petinggi desa
Sudimampir, sudah dibanjiri penonton setia kedua kesebelasan. Lawan
masih ketar-ketir di dalam ruang ganti stadion kebanggaan.
Kompetisi sepakbola di desa ini ibarat upacara adat. Sakral. Dan sepakbola sudah jadi barang jual yang mahal.
Purwo, kapten kesebelasan tim lawan yang masih di ruang tunggu
tertunduk ketakutan. Takut akan tim-nya kalah telak dari tim lawan.
Takut akan tim-nya tidak bisa berbuat banyak selama pertandingan. Takut
akan segala-galanya. Baginya, lebih baik tidak bertanding kalau sudah
tahu hasilnya. Toh, inti dari bertanding adalah hasil setelah
pertanding bukan akhir musim yang panjang.
Tidak hanya itu, ada hal lain yang dipikirkan Purwo sebelum
bertanding, Aisyah, wanita yang Ia kenal setelah pertandingan tiga hari
yang lalu. Kini Ia juga hadir ke stadion, menonton langsung, "Hari ini
kamu pasti menang seperti kemarin, … sayang."
Sudahku bilang, sepakbola di desa ini sakral, para pelakunya bisa
lebih keren daripada artis ibukota yang suka pamer perhiasan mentereng.
Lima menit di ruang ganti rasanya seperti lima hari. Lama dan melelahkan.
Perpustakaan Teras Baca, 30 Juli 2013