- Back to Home »
- OBSET »
- Ini Soal Almamater, IQ ??
Posted by : Harry Ramdhani
October 14, 2012
“JANCUKERS
HIMAKOM
TIDAK
MENGURUSI PERUBAHAN ‘WARNA’ ALMAMATER…
KABEH
TERGANTUNG OTAKMU, CUUK !!” – begitulah tulisanku yang terpampang
rapih di mading BEM. (FYI: itu yang nempel bukan Akika, tapi Ahmid noh.)
Tulisan ini ‘terpaksa’
turun untuk mencerahkan Sampean, para IQ Melati (sebuah istilah di Republik #Jancukers. Pada dasarnya manusia memilki IQ,
dimana manusia memiliki otak untuk berpikir. Tapi, di Republik #Jancukers
terdapat tiga tingkatan IQ, yaitu IQ Melati, IQ Bintang, dan IQ Berlian. Yup,
IQ Melati adalah tingkat terendah) yang hanya melihat kulit dari pada isi.
Maaf, bukan untuk menyindir. Sumpah, Aku ndak ada maksud apa-apa.
Bumi gonjang ganjing langit kelap
kelap
Terkadang Akika suka heran
sendiri soal orang-orang mempersoalkan suatu yang hanya kasat mata. Pandji
Pragiwaksono pernah bilang dalam salah satu gigs
stand-up comedy, “Untuk itu ‘lah Indonesia butuh stand-up comedy, supaya negeri
ini sudah tidak ada lagi yang ‘sensi’ karena akan berujung pada konflik.
Bayangkan, kalau Indonesia terus-menerus terjadi konflik, kapan ada waktu
rakyat Indonesia bersatu untuk INDONESIA ?? banyak orang Indonesia hanya
menangkap apa yang diucap dari pada apa yang dimaksud. Lebih melihat Format
dari pada Isi.” (FYI: Sampai tulisan ini turun, Unida belum dapet ACC juga soal
#OpenMic di sini. Payah. Kalah sama Cianjur yang isinya cuma Kang Beras tapi
mereka sudah ada komunitas stand-up comedy yang diadakan rutin).
Banyak yang protes terhadap
tulisanku di mading BEM tersebut. bahkan ketika tulisan itu baru selesai dibuat
sudah ada yang komentar, “Ahh, nulis apa sih lu ?” Katanya sambil sostoy bareng
temennya. “Plis, tulisan Akik yang dibaliknya, bukan itu.” Aku jawab sambil
jengkel, udah sostoy nyindir tapi ndak bener yang di sindir. -_-*
Tulisannya selesai di tempel,
udah ada yang langsung komentar pula di Twitter, akun Aku samarkan “@ktimplung:
tapi kata2nya lebih ‘Mahasiswa yg berorganisasi’ coba deh. Itu dibaca orang
banyak lho.” Ada lagi, masih disamarkan akunnya “@grungheacih: sumpah, kata2
HIMAKOM kasar banget. Mahasiswa gak gitu kali nulisnya. Mau protes ? yg kritis
bukan sinis. Jelek2in nama HIMAKOM.” Dan masih ada lagi lewat SMS, wuihh
buanyaak buaanget deh. Aku sampai lempar pertanyaan di Twitter, “Sek-sek, kok
pada tau yah kalo itu yang nulis Aku ? padahal gak ada sedikitpun namaku di
sana.” Dengan cepat langsung ada yang nyamber, (lagi) akun Aku samarkan,
“@frityukAhhSini: YAIYALAH TAU. MANA ADA ANAK HIMAKOM YG SUKA NULIS ‘JANCUK’
??! -____- *sewot* “
Kala itu tidak Akika pikir
serius, guyon sih. Malah Akika mikir gini, ‘Akhirnya, ada juga yang suka
perhatiin Akika. Terima kasih, Tuhan. Engkau Maha Guyon’.
Nah, biar Aku tak kasih tau
sekarang, Iyaah bener, dikalangan orang-orang IQ Melati macem Sampean ini kata
‘Jancuk’ tergolong umpatan kasar, ndak etis, dll, dsb, dst… padahal dari sebuah
buku, berarti ada referensinya dong, di buku Jiwo J#ncuk karya Sujiwo Tejo
(@sudjiwotedjo) nah ini, Presiden Jancukers Indonesia, “#JANCUK asal kata
dancuk, bahasa arab da’ artinya meninggalkanlah kamu, assyu’a artinya
kejelekan. Karena logat Jawa jadi Jancuk.”
Jancuk dengan demikian bernasib
sama dengan ‘fuck’. Tadinya asosiatif dengan seks, tapi kemudia maknanya
meluas. Jancuk kemudian mengalami perluasan makna sehingga dipakai secara
meluas untuk berbagai situasi, senang, susah, marah. Karena maknanya telah
meluas, Jancuk memang tidak bisa lagi diartikan jorok, tapi tergantung konteks
komunikasi. Kembali, Jancuk sama halnya dngan fuck atau satu rumpun dengan
cukimay, sering dipakai untuk mempertegas muatan emosional dari kalimat. Jancuk
itu asli kosakata Surabaya. Artinya Jaran Ngencuk. Dulu pernah dibuatkan
seminarnya di Surabaya, bukan umpatan, hanya salam.
Seperti ini contohnya: #Jancuk!
Nang endi ae kon? (kemana aja lu) Muatan emosinya bukan jorok, tapi terkejut
ketemu teman. Kalo di bahasa Inggris: where the fuck have you been man? Bukan
jorok, tapi surprised.
Dan masih banyak lagi contohnya:
#Jancuk ketika disuruh bangga jadi orang Indonesia tapi buku sejarah ndak
direvisi. Sejak SD dibilang Indonesia dijajah 350 tahun, mestinya berperang!
#Jancuk kok dibilang 350 tahun dijajah, mestinya 350 tahun berperang. Yang
takluk kan keratin-keratonnya saja. Sementara pemberontakan rakyat terus di
mana-mana. #Jancuk. Karena sejak SD ditanamkan kita dijajah 350 tahun, bukan
perang, kita jadi minder sama bule sampe sekarang. Kalah dengan nego-nego kerja
mereka. #Jancuk tuh ketika bunuh diri ndak boleh, tapi kalo hidup ndak dikasih
lapangan kerja. Kenapa ndak blak-blakan saja bilang dilarang bunuh diri supaya
ndak berkurang pembayar pajak.
Kembali ke tulisan di mading, itu
hanya sebuah kalimat matematika yang keluar dari sebuah Logika Matematika. IQ
Sampan belum sampe ‘lah soal itu. Kalo memang Akika diminta agar ndak kasar
jadi nulis gini, ‘Oppa HIMAKOM tidak
mengurusi soal Almamater. Karena dengan Almamater ndak bisa joget Gangnam
Style’ atau ‘Oppa HIMAKOM
tidak mengurusi soal Almamater. Karena baik hijau atau biru sama sekali ndak
SuJu’. Apakah kedua itu Asyiik ? sama sekali ENGGAK. Akika orang
Indonesia. Indonesia punya buaanyak kebudayaan, bahasa yang lebih Asyiiik
Beraaat !! Akika selalu bilang di Twitter, “Kite nih sama sekali ndak ada
pantes2nya sampe tergila-gila sama itu, Korea. Ndak pantes. Liat aje dari muka,
muka orang kite melayu abies. Baru rada Korea muke kite kalo bangun tidur
doang, itu juga rada ndak enak, ada belek. Muke kite emng beda-beda, jelas,
karena dari beragam suku. Tapi, tetep aje, siapa-pun perantau yang dateng ke
Pulau Jawa udah pasti kena polusi orang-orang jawa pribumi. Jadi dah itu muke
Sampean, Jawir.”
Akika inget perkataan Mamiek,
Indonesia sangat kaya terutama Jawa, di Jawa terkenal dengan musik CampurSari
dimana beragam aliran musik bisa disatukan didalam Campursari dan semua orang
tau kalau ini adalah musik asli Jawa yang terkandung dalam perut Indonesia.
Untuk apa sostoy dengan pake-pake kata ‘Oppa’ biar tampak Korea, pakai ‘lah
kata ‘cuuk’ lebih Indonesia. Gamila Arif juga pernah bilang, “Perkaya seniman
dalam negeri.” Bagaimana ? dukung mereka, hargai karya mereka, jangan
dikit-dikit minta gratis. Contoh, temen Sampean sudah menghasilkan sebuah karya
dan suatu saat Sampean ketemu lalu dengan entengnya Sampean bilang, “bagi dong
karya lu.” Gimana seniman dalam negeri bisa hidup dari karyanya kalau teman sendiri
tidak mendukung, padahal yang tahu susahnya membuat sebuah karya adalah kita,
temannya. Apakah Sampean masih ndak pengen cinta Indonesia sekalipun sudah
melihat Sruti Respati ? Wuiihh, ayu tenan, cuuk. Bahkan Gus Dur pun mengajarkan
bahwa dalam Islam berlaku sebuah Akulturasi. Ndak usah sok ke – arab-arab-an
untuk bisa tampak Islam yang kece, jadilah Muslim, muslim Indonesia.
Ora urus Akika soal perubahan warna Almamater. Bagiku,
Almamater adalah suatu kebanggaan. Kebanggan yang timbul dari hati. Kebanggaan
yang bisa dirasakan oleh orang yang telah mengabdi. Kebanggaan bukanlah timbul
karena teman kita menjuarai sebuah kejuaraan lalu kita bangga. Kebanggaan lahir
ketika kita telah berbuat untuk mengharumkan nama Almamater. Selama belum
melakukan apapun, sila di gonta-ganti warna Almamater. Akika belum berbuat
apa-apa untuk Kampus ini. bagiku, orang yang jelas-jelas menolak pergantian
warna Almamater karena memang tidak ada cinta untuk Kampus ini. menuntut dan
terus menuntut. Aikau juga sempat menyinggung ini (baca: Almamater) dalam
tulisan, Orang Bilang Masturbasi.
Sila baca di sini -> http://harryramdhani.blogspot.com/2012/10/orang-bilang-masturbasi.html
Masih ingin marah ? Kenapa ?
karena kita berbeda. Dasar bodoh. Matematika Sampean sangat amburadul. Dalam
matematika hanyalah ada persamaan, tidak ada perbedaan, dalam matematika hanya
ada per-tidak-samaan. Untuk apa mengedepankan perbedaan ? toh pada dasarnya
manusia memang berbeda. Mukenye aje beda, satu Jawir dan satunya Tuwir.
Sebagaian otakku telah rusak oleh
orang-orang yang masih menganggap satu ditambah satu adalah dua. Aku berdikari
di atas semua posisi, karena Aku Oposisi.
Oleh, Seorang pria yang sedang menabur bunga di
Twitter Hill atas kematian
sebuah rasa dari kepercayaan.
[Give your comment on
Twitter with tagar #OBSET]