- Back to Home »
- Prosa »
- Ramadhan-Bogor-Hujan
"Selama Ramadhan Bogor Diguyur Hujan" Headline di surat kabar yang baru
saja aku baca pagi ini. Semoga kau baik-baik saja di sana. Di tempat
yang kau sendiri kurang suka.
Ramadhan kali ini tidak bersama. Baru pertama kalinya sejak tiga
tahun kita menjalanu hubungan. Sedikit berbeda. Aku di sini dan kau di
sana.
Kini kau mesti pindah kuliah ke luar kota, lebih tepatnya desa
mungkin. Yup, memangnya ada kota selain Surabaya di Jawa Timur? Aku
pikir tidak. Bukan pilihanmu kuliah di sana, bukan juga inginmu pergi
ke sana, kau hanya menuruti apa kata orangtua.
Bukan pula inginmu kita berbeda. Tapi, berkat perbedaan ini kita
semakin kuat akan perdebatan yang mungkin tidak layak diperbincangkan.
Biarkan saja kita berbeda, memang semua orang di dunia ini berbeda. Tak
ada yang sama.
Bersamamu, aku banyak tahu tentang agamamu dan begitu sebaliknya.
Kau ikut merayakan hari raya agamaku dan begitu juga sebaliknya. Kita
saling mengisi dan melengkapi. Walau kini kau tidak ada lagi di sisi.
***
Kekasih, musim penghujankah yang akan menemaniku selama ramadhan di
kota hujan? Hujan telah mempertemukan kita di sebuah halte tempat
orang-orang sekedar berteduh-- termasuk aku waktu itu --dari lebatnya
hujan. Kau dengan seragam sekolah yang basah, yang sedikit memberikan
ceplakan dalamanmu berdiri sendirian di pojok belakang halte. Katamu,
"Tidak ada yang tidak sengaja di dunia ini. Semua ada yang mengawali
dan yang mengakhiri, ada sebab dan akibat." Baiklah, kalau itu katamu
tapi, aku memang tidak ada niatan apapun untuk meminjamkanmu sweater.
Ketika itu aku tidak peduli kau ini siapa, yang aku tahu, kau butuh
itu untuk menutupi badanmu yang semakin kelihatan semua orang.
Sejak saat itu kita bertemu, kenal, dan menjajal hubungan lebih lanjut kedepan.
Hujan tak ayal sebuah kata-kata yang berjatuhan atas perintah Tuhan.
Aku dimintaNYA untuk merangkai jadi sebuah kalimat indah yang
kutunjukan padamu, pada wanita yang kusayangi, Rasya.
Tepat diparkiran motor sebuah mall ternama di Bogor, hujan sedang mengamuk di luar, aku utarakan sayangku padamu.
Hujan mengingatkanku pada semua kisah kita. Hujan yang hampir saja
membuatmu berbadan dua. Hujan yang hampir saja membuatku berani melawan
orangtua karena perbedaan keyakinan kita. Semua terjadi kala hujan
bersetubuh dengan bumi dan segala isinya di kota bogor.
Ramadhan ini akan kubuat seperti ramadhan lainnya. Tetap bersama
perbedaan yang kita rajut bersama. Tanpa kata cinta yang sama sekali
tidak pernah kita bahas berdua.
***
sekilas bayangmu hilang
dari pandangan.
mengisi ruang kalbu dan pikiran
mengantar fantasi atas kerinduan
Perpustakaan Teras Baca, 22 Juli 2013