- Back to Home »
- Prosa 100 Kata »
- Ronaldo, Messi, dan Cerita Lainnya
Posted by : Harry Ramdhani
April 10, 2014
Tapi, beberapa hari lalu, saya baca beberapa tweet Irwan Bajang (lihat sendiri TL-nya 08 April 2014) tentang proses menulis. Saya kagum pada keberaniannya meng-eksplore imjinasi tanpa membatasi. Dan, cerpen ini: Senin, Selasa, dan 5 hari lainnya; yang membuat saya ingin 'gila-gilaan' seperti dulu dalam menulis. Berani meng-eksplore imajinasi tanpa membatasi.
Hal tergila dalam proses belajat tulis-menulis adalah ikut nimbrung di project TehNit: #JuliNgeblog dan #100Kata8. Selama dua bulan, setiap harinya saya hanya menulis, menyunting, ke warnet --untuk posting. Jadi, mungkin saya akan memulai 'kegilaan-kegilaan' lain dalam menulis selepas #NyeratNgariung. Inilah beberapa kumpulan cerita dalam 100 Kata:
Ronaldo, Messi, dan Dia
ilustrasi: Dagienkz's Photo on Instagram
"Pelatih, buat aku seperti Ronaldo, Messi, dan Dia," pinta Dimas.
***
Dari wilayah pertahanannya, Dimas merebut bola dari kaki Polli, lawan latih tandingnya. Dengan lincah Ia giring bola itu sendiri ke depan. Sangat lincah. Satu per-satu Ia lewati musuhnya. Dari jarak 40 meter, Dimas menendang bola dengan keras. Dan, gol.
Dimas adalah pemain andalan Timnas U-14 Indonesia. Diumur segitu, permainannya jauh dari rata-rata pemain lain. Ia seperti lahir di lapangan sepak bola.
Ketika istirahat Dimas kesal. Ia merasa masih gagal mempunyai kuda-kuda yang kuat dan tegap seperti Dia, seorang Kakek tua yang Ia intip ketika dia buang air besar di sungai.
Kamar #Peang, 09 April 2014
Tuhan, Ambil Mataku
ilustrasi: Puisi Cyber Punk
Gara-gara mata ini aku dipukuli lagi. Hampir mati. Padahal, semua yang terlihat itu tidak seluruhnya disengaja. Kebetulan saja ketika kejadian aku di sana. Dan sial, mataku ikut melihatnya.
Pernah satu waktu, aku buang air kecil di rawa-rawa. Tidak jauh dari tempatku, rawa itu gerak-gerak. Aku pikir ular, ternyata sepasang kekasih yang sedang menggelar tikar. Aku kepergok. Dipukuli habis-habisan. Aku diancam akan dibunuh kalau membocorkan ini. Akhirnya aku diam.
Malam ini, aku dipukuli lagi. Hampir mati lagi. Kulihat Paman membawa plastik hitam. Ada rambut yang terjurai keluar. Itu kepalaku setelah dipenggal. Mata ini membuatku sial. Tuhan, ambil mataku.
Perpustakaan Teras Baca, 09 April 2014
Cerita ini diambil dari berita detikcom. Berita pasutri yang ditembak mati pasca pergoki perampok.
Polisi dan Timbangan yang Rusak
ilustrasi: Gallery Abstract
Andai timbangan badan itu bisa teriak, pasti akan seperti ini, "cepat angkat kakimu sekarang".
***
Berat badanku naik kata timbangan. Aku takut, karena lusa ada seleksi masuk polisi. Kalau berat badanku seperti ini, pasti tidak losos nanti.
***
"Selamat, Handoko. Kau diterima sebagai anggota Polri."
Satu set seragam kuterima saat pelantikan. Begitu juga yang lainnya. Timbangan itu telah membantuku.
Ibu senang bukan kepayang. Ayah tidak hentinya memukul-mukul pundaku. Ayah bangga. Katanya sambil tertawa lebar. Lusa mereka adakan syukuran. Banyak yang diundang, dari saudara, tetangga, sampai selingkuhanku juga. Semua.
Andai mereka tahu, ketika aku jadi Polisi nanti, semua timbangan akan berkata bohong.
Perpustakaan Teras Baca, 09 April 2014
Tiga Bocah Tewas Ditabrak Sedan Hitam
ilustrasi: Lelang Lukisan
Tiga bocah tertabrak mobil sedan hitam. Semua korban tewas di tempat dengan luka yang sama; otaknya keluar dan terpental jauh sampai bahu jalan.
Polisi datang dengan cepat untuk proses evakuasi. Sama sekali tidak terlambat seperti dalam film-film aksi. Korban di masukan ke dalam mobil ambulan yang juga ada di lokasi. Hebat. Semua ada pada waktunya. Polisi. Ambulan. Dan, orang-orang yang mengerubuti mobil sedan hitam; menunggu jatah bayaran.
Dari dalam mobil, seorang Caleg melambaikan tangan keluar, "tenang, kita akan menang," katanya dengan bahagia dan bangga.
Ingin rasanya aku berikan tiga otak bocah tadi --yang terlempar ke bahu jalan-- pada orang-orang di kampanye jahanam ini.
TPS 53, Perpustakaan Teras Baca, 09 April 2014
Lelaki yang Keluar dari Saku Celana
ilustras: Lukisan Abstrak
Dari dalam saku lelaki itu keluar. Semua kebohongannya terbongkar. Angan-angan menikah akhir bulan ini nampaknya pudar. Cerobohnya saat itu terlalu fatal. Andai kata andai menjadi nyata, tentu Ia tidak ingin semua terjadi seperti sekarang; secara mendadak semua batal. Semua.
"Aku bisa jelaskan semua," katanya sambil sesegukkan.
Ibarat sebuah masakan, penjelasannya pasca semua kejadian terungkap, biasa lebih banyak bumbunya ketimbang bahannya.
Dengan seketika juga, Ia acuhkan lelaki yang keluar dari saku celana tadi. Seperti tidak mengenalnya dari pertama, 'lu-lu, gue-gue' saja.
Ia susah payah berlari. Namun, langkahnya tak bisa lebih cepat amarah yang serta-merta dibawa pergi. Jauh --ke lain hati.
Perpustakaan Teras Baca, 08 April 2014