- Back to Home »
- cosmic g-spot »
- Rest In Puppets Sastra Jingga
Posted by : Harry Ramdhani
April 01, 2014
"Kita kehilangan maestro wayang Indonesia. Selamat jalan Pak Asep
Sunandar Sunarya, semoga sumbangsihmu terus menginspirasi" - tweet Pak
BeYe.
Tepat di mana sebagian umat sedang merayakan Nyepi; memohon ke hadapan Tuhan untuk menyucikan alam manusia dan semesta, diam-diam Kau meninggalkan kami. Tanpa memberitahu dulu kalau kepulanganmu jatuh pada hari ini. Setidaknya saya percaya, orang-orang yang tahu cara berinteraksi dengan Tuhan dan dirinya dengan baik, maka akan tahu pula kapan kepulangan tiba menjumpai. Tapi, Kau? Ah, kami di sini masih banyak utang rasa padamu. Utang yang terbayarkan meski saya mampu.
Asep Sunandar Sunarya, atau yang akrab disebut dengan Dalang Cepot, telah pulang dengan meninggalkan bangsa yang masih belum bisa mengapresiasi budayanya sendiri. Saya salah satunya. Jati diri yang semestinya dijadikan wajah perlahan samar seperti make-up yang pudar. Lewat pewayangan, Asep Sunandar Sunarya memperjuangkan. Demi jati diri bangsa di hadapan dunia. Demi jati diri bangsa di jurang kehancurannya.
Penyakit komplikasi penyebabnya. Sungguh kompleks penyakit yang Ia derita sama persis dengan penderitaan bangsa. Kalau kau bisa tiada, bagaimana dengan Indonesia?
***
Saya tumbuh, besar, dan berkembang dengan jarak 30-50 km dari pusat peradaban tataran sunda; Kota Bogor namanya. Letaknya tidak terlalu jauh untuk saya bisa melihat dan memahami kehidupan di sana. Saya sadar, masih ada segelintir orang yang peduli, namun oknum yang merusaknya lebih banyak. Merusaknya dengan tidak mampu mengemban amanah sebuah warisan kearifan lokal. Saya benci karena tidak mampu melakukan itu sendiri.
Wayang kini adalah warisan dunia. Milik kita semua. Dan, kemunculan Dalang Cepot ialah penyegarnya. Seperti yang dilakukan Wali Songo ketika itu, melalui pertunjukan wayang, menyebarkan ajaran islam. Dalang Cepot punya cara yang berbeda namun pola yang sama. Menyebarkan pemikiran lewat pewayangan sembari mengenalkan wayang kepada masyarakat dengan jenaka. Ya, lewat tawa, kritik dan segala macamnya akan mudah diterima.
Saya masih ingat, ada dua hal yang saya tunggu ketika puasa: pertama, adzan maghrib; kedua, tayangan Asep Show. Tidak lebih. Masa kecil memang menyenangkan, karena dua hal kecil saja serasa kebahagiaan sudah di genggaman tangan.
Tapi, lambat-laun ketika saya dewasa, mulailah saya mengenal ada Dalang lain yang nyentik namun tetap asyik: Sudjiwo Tedjo. Lalu, Ki Dalang Rohmad Hadiwijoyo yang selalu baik mendongeng kisah-kisah pewayangan di Twitter Hills. Semenjak saat itulah saya kembali percaya, ingatlah kembali cita-cita atau apapun yang pernah membuatmu bahagia ketika kecil, niscaya ketika besar dijalankan pasti akan tercapai. Saya ingin menjadi Dalang.
Lewat buku-buku yang ada kaitannya dengan pewayangan apapun saya baca. Dari buku Wayang Beber sama Ngawur Karena Benar, anggitan Mbah Tedjo. Dari Daeng Google yang membeberkan semua sampai mendengar Radio Play pewayangan di Motion Radio. Namun, dari semua cara saya belajar tentang pewayangan, mendadak hilang senada nama Dalang Cepot di dunia pertelevisian, ketika teman saya bilang, "kalau mau jadi Dalang itu mesti punya turunan Dalang juga. Kalau enggak, ya gak mungkin bisa."
Semenjak saat itu pula saya berhenti belajar menjadi Dalang. Semenjak saat itu pula saya mengubur cita-cita dan harapan dalam-dalam.
Namun, setelah kepulangan Kang Dalang Cepot, saya ingin menggali kembali yang telah lama dikubur. Mencari dan kembali mewujudkannya karena wayang merupakan warisan dunia; yang siapa pun bisa memiliki meski tak ada turunan darah sama sekali. Ya, lewat beliau'lah saya banyak belajar lewat lakonnya seperti hidup ini perlu hiburan, setiap tindakan tidak perlu dilakukan dengan tergesa-gesa dalam pelaksanaannya, membuka diri untuk mempelajari watak oranglain supaya bisa lebih bermasyarakat, dan yang paling berharga, ialah belajar untuk selalu jujur. Itulah Si Cepot dalam lakon yang kerap dimainkan Sang Maestro Wayang Indonesia, Kang Asep Sunandar Sunarya.
Selamat karena telah memperindah pertemuanmu dengan Tuhan. Bersemayam dengan tenang bersama Cepot yang Kau tinggalkan.
Rest In Puppets Sastra Jingga, Sang Dalang Cepot yang melegenda.
Perpustakaan Teras Baca, 31 Maret 2014
Sebuah catatan sedihku atas kepulanganmu, Asep Sunandar Sunarya.
NB: Sastra Jingga adalah nama lain dari Cepot. Sebuah sebutan yang didapat karena sifat nakalnya walau bijaksana.
gambar: dari sini