- Back to Home »
- Prosa »
- Tuan Ojek Payung
Posted by : Harry Ramdhani
January 17, 2014
Hujan, sayang,
pelan-pelan, jalanan habis hujan
licin. Aku pernah lihat wanita jatuh; ngejengkang,
terpeleset di pinggir jalan. Kasihan.
makanya, saat hujan aku pilih diam,
rinduku perlahan merayap
dari jalan yang basah
sampai kamarmu yang penuh gairah
hujan ialah ludah Tuhan.*
Aromanya
khas di atas aspal yang kepanasan
lendirnya
seperti kenangan,
lengket dalam ingatan
sayang,
birahiku berceceran.
"Tuan Ojek Payung,
kenapa kau bisa kuat hujan-hujanan?"
tanyaku. Aku penasaran.
Aku sudah bersiap walau awan masih mendung.
aku ingin seperti Tuan Ojek Payung,
yang tidak jatuh, terpeleset, dalam rindu-rindu
terdahulu, langit sudah isyaratkan awan mendung
pun tangis bisa banjiri kalbu.
Sayang, payungku terlampau kecil
untuk kau ojek-i, namun rindu
atas masa lampau seperti anak kecil,
yang tak bisa diatur meski aturan sudah diberi-tahu.
Perpustakaan Teras Baca, 17 Januari 2014
(*)Koide's Tweet
gambar: dari sini