- Back to Home »
- Prosa »
- Kubelajar Menulis Namamu, Seruni
Posted by : Harry Ramdhani
January 31, 2014
di terang bulan, yang sembunyi di antara bintang dan hujan
diam-diam ingin kurangkai namamu.
nama yang tak lagi kusebut selepas sembahyang
akhir-akhir ini sering gentayangi isi kepalaku
; yang kosong tak berilmu.
rindu ini, Seruni,
lebih indah dari purnama,
lebih deras dari hujan di bulan januari,
lebih sakit dari pukulan tentara Orba pada mahasiswa.
adakah cara lain untuk merindukanmu, Seruni?
yang lebih baik dari sekedar pencintraan;
retorika bualan tanpa perubahan.
agar bisa kurangkai namamu dengan benar di sini.
"coba kau tanya gelandangan,
; mereka yang mencari sesuap nasi dari jalan-jalan,
dari bekas makan yang tak dihabiskan
yang kotor tapi, tetap saja menikmati.
rindukan aku seperti itu, kekasihku,"
Hidup dalam khayalan.
Hidup dalam kenyataan.*)
namamu akan kusandingkan dengan bintang dan hujan,
mana mungkin aku musti meniru gelandangan,
itu terlalu rendahan, bukan?
"rindu bukan soal tinggi atau rendah kedudukan,
tapi rindu ialah perkara kau kuat menahan
rasa di antara peraduan
; mengakhir atau tetap melanjutkan."
"Banyak aktivis yang dulu berteriak ketidakadilan
kini bersembunyi di balik kokohnya jabatan.
Hidup mereka nyaman. mapan.
sandang, pangan, dan papan tak perlu lagi dipikirkan
karena negara sudah menjamin itu dalam anggaran.
mereka lupa akan arti memperjuangkan sesuatu yang dulu telah dilakukan.
seperti halnya rindu, kau akan kuat menahan
apabila ingat semua yang pernah kau perjuangkan," lanjutmu
kini aku hanya mampu mengeja namamu,
bersama buruh-buruh yang lantang
berteriak upah tak sesuai pengeluaran,
karena harga-harga dan kebutuhan tak sanggup lagi di bahas dalam anggaran.
Perpustakaan Teras Baca, 31 Januari 2014
*) dari puisi Sajak Kenalan Lamamu, WS Rendra
gambar: dari sini