- Back to Home »
- Prosa »
- Delapan Siaga di Lapangan
Posted by : Harry Ramdhani
October 17, 2013
kalau cafe Merah Putih saja sepi
kenapa juga aku mesti terus duduk di sini?
menunggu yang tak pasti?
bukan, ini soal kesetiaan.
Gesti masih ada, tapi di mana?
lihatlah
gelas-gelas plastik tidak pernah kosong
tetap terisi anggur merah dan bir dingin.
Kepualangan
adalah cara manusia untuk pertemuan yang tak terlupakan
tak ada lagi beban yang menggantung di kepala.
delapan ca-ang dengan kepala plontosnya berbaris di lapangan
pun mereka menggigil menunggu perintah selanjutnya
andai kita berada di satu dunia
pastinya tali tambang, pengait, dan slayer
yang mengikat di kepala
tidak bertumpuk di pojok ruang
tapi terpasang di antara dua pohon yang bersilang.
Gunung Salak paling sedih
terakhir diberita katanya,
"kepulan asap mulai menutupi awan,"
Tapakmu tak lagi membekas di tanahnya,
walau pernah kita buat janji untuk mendaki bersama
biarlah kepulangan membawamu pada perjalanan yang tak 'kan terlupakan.
Cafe Merah Putih, 16 Oktober 2013
gambar dari sini