- Back to Home »
- MELANKOLIA »
- lanjutan - naskah (melankolia) 5
“Belum” Tyas menggeleng. “Kenapa sih kamu ga mau dengerin semua omonganku dari dulu ? kalau tidak salah ‘kan kamu sudah menjual banyak barang dagangan itu ke temen-temen kamu. Lalu kemana untung dari setiap item yang terjual ?” Ive semakin menekan suara hingga terdengar tegas. “Kenapa harus mengingat yang dahulu ?” “Toh aku cuma nanya doang, ga lebih. Dan maaf, aku belum bisa bantu kamu untuk hal ini” “Itu sama sekali bukan urusanmu, Ive. Itu urusanku dengan Ayahku.” “Aku tahu, tapi aku merasa tidak bisa berbuat apa-apa untuk hal ini.” “Sudah ku bilang, ini bukan urusanmu” akhirnya Tyas menoleh kearah Ive. “Ada yang ingin aku bicarakan selain itu denganmu” sambil meraih tangan Ive. “Apa itu ?”, tanya Ive dengan penasaran. “Pertengakaran kita selama minggu ini telah mebuat aku pusing. Dari masalah uang bayaran, kecurigaan akan orang ketiga yang entah ada di aku atau di kamu, tentang hal-hal sepele” “Terus ?” “Aku sempat membuka perasaanku pada orang lain, tapatnya 3 hari yang lalu” Tyas kembali menundukan kepalanya. “Aku suka dengan orang lain”. “Maksudmu, kamu punya pacar lagi ?”. Tyas hanya menganguk, tidak menjawab. Kehenignan kembali terjadi, tapi tangan mereka masih saja saling mengepal. Ive-pun sadar, bahwa beberapa hari ini mereka saling bertengkar. Tapi selalu ada saja pemecahan masalahnya, walaupun sedikit belum tuntas. Kali ini, Ive merasa dibohongi. Andai Tyas tahu apa saja usaha yang telah Ia lakukan untuk membantu Tyas. “lebih baik kamu pulang, hari sudah semakin gelap. Nanti kamu kehujanan” keta Ive. “Tapi aku sudah mengakhiri itu, itu hanya perasaan sesaat” Tyas mulai mengubah duduknya semakin berbelok kehadapan Ive. “Jangan bicarakan itu sekarang, lebih baik kamu pulang” sambil perlahan membuka lepasan tangannya yang dikepal begitu keras oleh Tyas. “Maafin aku” Tysa berdiri dan meninggalkan Ive yang masih duduk disana. Beberapa saat hujan turun begitu lebat, tapi Ive masih saja duduk, tidak bergerak sama sekali. Hujan telah menyirami isi kepala Ive yang termenung. Seakan menyatukan berbagai partikel-partikel kecil didalam otaknya menjadi satu kesatuan atom yang siap dieksekusi oleh Ive. Selau ada yang bernyanyi Dibalik awan hitam, semoga ada yang menerangi sisi gelap ini. Menanti seperti pelangi yang