- Back to Home »
- #SeptemberNgawur »
- Diterangi Kekasih Gelap
Posted by : Harry Ramdhani
September 08, 2013
Bahkan, kekasih gelapmu sedang duduk di taman, diterangi sinar bulan. Lebih baik kau pulang dan temani aku yang sendirian.
Karena dingin selama penantian panjang untuk sekedar berharap kau
pulang berbeda dengan dingin selepas hujan. Lebih menusuk kerangka
tulang, juga hati yang membeku oleh kasih sayang. Ini tidak bisa
dibiarkan kalau memang ingin dipertahankan.
Bagiku, kau memiliki kekasih gelap bukan jadi persoalan. Perlu
diingat, tidak selamanya perselingkuhan berawal/berakhir di ranjang.
Paling hanya sebatas makan malam atau sekedar teman bicara ditengah
malam, saling bertukar cerita sampai pengalaman dalam bercinta. Itu
saja.
***
"Lagi di mana? Aku sudah siapkan makan malam." Kulayangkan pesan singkat. Semoga maksudnya kau dapat yaitu segeralah pulang.
Tapi dengan cepat kau balas pesan singkatku lebih singkat: "Satu jam lagi aku telepon."
Kesibukan. Yup, itulah penyebab terjadinya hubungan gelap.
Aku menunggumu bersama sajian makan malam kesukaanmu: Kepiting saus tiram. Sesekali aku mainkan cangkangnya. Kujepitkan jemariku. Berharap terasa sakit dan sadar ini bukanlah alam mimpi.
Lilin merah yang menyala sudah hampir padam. Tidak ada nyamuk, yang ada hanyalah keresahan. Resah menunggumu pulang dan kita bisa kembali bersama-sama makan malam. Wine yang tadi aku beli di super market-pun mungkin sudah berubah rasa jadi sirup, manis saja yang terasa tapi, sedikit menggelitik di tenggorokan. Ayolah berdering telepon genggam. Aku ingin dengar kabarnya yang segera pulang.
***
Suaramu sungguh jauh, mungkin kau loudspeaker ketika menenpon. Lebih terdengar sehabis menangis. Atau memang benar kau habis menangis? Aku tidak tau.
Seperti biasa, kau bicara panjang lebar tentang klienmu itu. Klien yang merangkap kekasih gelap. Sulit memang berhubungan dengan seorang yang melihatmu sebatas objek, objek kesenangan, bukan subjek atas kebahagiaan.
"Proyek…, proyek yang selama ini kita kerjakan bersama mesti diakhiri. Alasannya ini-itu tapi, tidak bisa Ia jelaskan satu per-satu," kau bicara terlalu cepat hingga aku sulit untuk menangkap, "Aku tidak percaya ini. Aku…, aku sungguh mencintaimu. Tolong jaga semua rasa yang tersisa. Maafkan aku yang sering mengesampingkanmu. Membuatmu di belakangku selalu. Padahal, kau 'lah pijakan hatiku."
Aku sandarkan kepalaku di atas meja dan menaruh teleponku di samping kepiting saus tiram kesukaanmu. Biarlah makanan kesukaanmu yang mendengar segala keluh-kesahmu.