- Back to Home »
- Prosa »
- Hikayat Pohon Duka
Posted by : Harry Ramdhani
October 28, 2014
Dulu, pada batang tubuh pohon itu terukir nama kita. Seperti itulah perlahan rindu tumbuh.
Aku mengajakmu ke sebuah taman yang sudah gersang. Waktu itu aku sedang lari dari rumah, Ayah nampak marah dan ingin sekali memukulku. Barangkali hari itu aku tengah berbuat ulah. Dan, di bawah pohon itu kita sembunyi. Tanpa ada yang tahu, karena ini tempat rahasia yang kita temukan saat mengejar kupu-kupu yang baru keluar dari kepompongnya.
Senja hampir tanggal, tapi aku masih ingin tinggal.
Tiba-tiba kau mengambil sebuah batu kerikil yang tajam. Lalu ditulisnya inisial nama kita di batang tubuh pohon yang mungkin terkena kutukan kemarau berkepanjangan.
Kez
dan
Gil
Di lingkari pula inisial nama kita dengan bentuk hati.
"Nama ini tidak akan hilang, sebelum di antara kita ada yang menikah duluan," katamu
"Bagaimana kalau kita menikah bersamaan, Kez?"
"Tulisan ini akan abadi,"
Lamat-lamat matahari hilang. Bulan muncul dengan bulat yang sempurna. Kemudian di bawah pohon yang terkena kutukan itu, kita untuk pertama kalinya ciuman.
***
"Apa kabarmu, Kez?"
"Jauh lebih buruk dari masa-masa kecil kita, Gil,"
"Mengapa?"
"Ada yang tak sanggup aku ceritakan padamu. Ada bagian dariku yang tak perlu kau tahu."
Kini Kez tampak lebih pucat. Kulitnya memang putih, tapi hari ini ia lebih mirip mayat hidup. Sudah 11 tahun terhitung sejak pelarianku ke taman kita tidak bertemu. Selama itu pula kita tanpa pernah menghubungi satu sama lainnya. Waktu memang mampu mengubah segala.
"Apa kau masih suka dipukuli Ayahmu?" tanya Kez sambil memaksakan tersenyum.
"Terkadang," jawabku, "tapi aku tidak lagi lari, karena aku tidak menemukan teman untuk sembunyi,"
Kez bersandar di bahuku. Rasa-rasanya ini ketenangan yang baru ia dapatkan.
"Boleh aku mengajakmu, Gil, kalau-kalau aku ingin sembunyi?"
"Tentu, Kez!!"
Lalu sebelum senja datang, kita lebih dulu berciuman. Kesenangan masa lalu tidak akan hilang, karena terawat baik dalam rumah ingatan.
Tanpa sengaja kita tertidur di bawah pohon yang memang ternyata benar dikutuk itu. Sampai sekarang pohon itu masih kering kerontang.
Laki-laki dengan dada telanjang datang. Ia membawa sesuatu di tangannya. Seperti balok kayu, atau sejenisnya. Ia meneriaki nama Kez.
"Kez…, Kez…, di mana kau? Kez…."
Sontak Kez terbangun dengan kagetnya.
"Kez…, Kez…."
"Gil, temani aku sembunyi. Aku mohon,"
Kez tampak ketakutan sekali.
"Ya, aku akan menemanimu sembunyi," kataku sambil mengusap punggungnya, "tenanglah!"
Lama-lama suara itu hilang. Kez tampak senang. Tapi, ketika kita ingin beranjak pergi dari pohon itu, salah satu inisial nama kita tak ada. Tertinggal namaku.
…
dan
Gil
Perpustakaan Teras Baca, 28 Okt 2014