- Back to Home »
- Who's I'm Follow »
- #TerimakasihHilbram - Motion Radio
Posted by : Harry Ramdhani
December 18, 2014
Malam itu yang sedang siaran
adalah Vickie Lontoh. Sebelum on air – akhirnya saya tahu proses
orang-orang sebelum itu – kita terlebih dulu janjian. Katanya, “nanti
gue bakal tanya-tanya soal yang Liga Champions, dan lu jawab aja yang
tadi di Twitter. Oke?”
Lagu Song For Mama mengudara.
Lalu jeda iklan beberapa. Selama menunggu saatnya on air, saya berbincang sedikit
dengan Viclon (nama panggilan Vickie Lontoh).
“Jadi udah berapa lama dengerin Motion?” tanya Vicklon.
“Duh, berapa lama, ya, yang pasti dari awal-awal masuk kuliah, lha.”
“Emang kapan lu masuk kuliah?”
“Taun 2009-an atau ya, gak jauh
dari itulah. Dan belum lulus.” jawab saya sambil ingin tertawa atau
bersedih setelah mengucapkan itu.
“Wuah lama juga, dong,”
“apanya?”
“Dengerin Motion-nya, kok. Tenang.” Vicklon ketawa dari ujung telepon, “berarti udah berapa kali menang kuis?”
“Boro-boro menang, gue cuma ikut-ikut doang,”
“Aduh, sabar, deh, kalo gitu. Jangan bosen tapi ikutan kuis, siapa tahu nanti lu menang,”
“ho’oh, lagi pula gue dengerin Motion Radio gak melulu pengen menang kuis juga, sih,”
“oke, abis iklan ini kita langsung on air, ya, sekaligus closing,”
“okley! Tapi nanti akun twitter
gue gak usah di tweet, yak, pas on air, lu tau sendiri, fanatiknya orang
sini sama tim bola. Takutnya gue di-bully sama Motioners yang lagi
dengerin,”
“Sip!”
***
DI RUMAH saya, radio, adalah
satu-satunya barang elektronik paling berharga. Radio bukan semata
barang elektronik biasa, tapi sudah seperti anggota keluarga. Ketika
kami sekeluarga pergi, pasti radio tetap dinyalakan. Ketika saya susah
dibangunkan, pasti Ibu saya menyalakan radio, dan dengan seketika saya
bangun. Ketika dulu televisi di rumah saya rusak dan kondisi ekonomi
keluarga kami sedang tidak baik (atau, sampai sekarang mungkin) untuk
sekedar membetulkan, radio yang menemani setiap hari. Ketika malam hari
Ibu saya sedang membuat kue untuk paginya dijual di warung sayur dekat
rumah, radio seperti teman bicaranya. Dan, ketika saya tidak bisa tidur,
lalu tidak ada yang mendongengkan, saya menyalakan radio – sialnya itu
terbawa sampai sekarang, saya baru bisa tidur kalau sekeliling banyak
yang bicara, seperti penyiar radio.
Pertemuan saya dengan Motion
Radio hampir sama dengan pertemuan kekasih yang jatuh cinta pada
pandangan pertama. Ketidak-sengajaan. Saat saya sedang memutar-mutar
tuning, mencari frekuensi radio yang tidak kresek-kresek, tiba-tiba
terdengar suara Dagienkz. Suaranya sangat khas, karena dulu saya selalu
mendengarnya siaran paginya ketika SMA dengan Desta. Aha! Akhirnya bisa dengerin dia siaran lagi. Dia itu penyiar terlucu yang pernah ada.
Dari sanalah saya kenal
penyiar-penyiar kondang seperti Miund – yang menjadi partner siaran
Dagienkz – pada pagi hari. Dia pun tak kalah lucu. Pokoknya setiap pagi,
sebelum berangkat kuliah, saya dibuat ketawa terus oleh mereka.
Sorenya, ada Artasya Sudirman dan Hilbram Dunar. Dan, dari mereka berdua saya belajar tentang cinta dan dengan lepas menertawakannya.
Mendengarkan radio, bagi saya,
seperti sebuh kebutuhan. Entah di ruang tunggu kampus, di ruang
sekretariat fakultas, di Perpusrtakaan Teras Baca (perpustakaan umum
yang saya buat bersama teman-teman saya) pasti saya menyalakan radio.
Setidaknya dengan radio, kita bisa meredam ego masing-masing terhadap
lagu atau jenis musik yang satu dengan yang lainnya berbeda. Bahkan,
yang paling ekstrim, kalau Motion Radio topiknya sedang asyik beraaaat!!
(Dagienkz suka sekali mengucapkan itu, “asyik beraaaaat!!”), saya tidak
masuk kuliah. Dan pada saat yang bersamaan saya juga belum mengerjakan
tugas. Cucok sudah!
***
Ah, siaran radio tanpa membahas cinta-cintaan serasa ada yang kurang, bukan?
Di Motion Radio, Hilbram Dunar
rajanya. Barangkali dia terlalu banyak bertemu Om Mario Teguh sehingga
begitu. Entahlah. Hilbram paling bisa membuat ‘cinta’ sebagai subyek,
bukan obyek. Cinta tidak hanya dimainkan, tapi memainkan. Di mana ada
Hilbram, entah siapa partner siarannya, selalu cinta yang menjadi
suguhan utama. Yang membuat saya salut, Hilbram tidak cuma membicarakan
‘cinta’, namun juga menuliskannya menjadi dua buku kumcer. Sejak di
Motion Radio, ia telah membuat dua buku: Plastic Heaven dan Main Hati.
Saya punya keduanya dan saya hibahkan untuk Perpustakaan Teras Baca.
Kedua buku itu yang paling suka dibaca.
Puncaknya, setiap hari rabu,
bersama Miund membuat program #GuRih (Lagu Perih – lagu nyaman yang
membuat hati tidak aman). Lagunya perih, topiknya pun tak kalah perih.
Pernah satu waktu, Hilbram dan Miund menanyakan pada Motioners alasan
menikah selain karena cinta. What a question?
Setiap rabu saya tidak pernah
menjawab apa yang ditanyakan mereka. Pertama. Saya sibuk tertawa
mendengar atau membaca jawaban Motioners yang pada nyeleneh. Kedua. Saya
tidak terlalu expert dibidang percintaan; pacaran saja belum pernah.
Tapi, saya bahagia bisa menertawakan dan merenung soal cinta dari
Hilbram dan Miund.
***
Akhir tahun 2011 atau awal tahun
2012, saya lupa tepatnya, Dagienkz tidak lagi siaran di Motion Radio.
Tapi, setiap mendengar #Wayang975FM, semua akan tahu kalau masih ada
keberadaannya di sana. Tak lama, sebelum Artasya Sudirman melahirkan, ia
pun mengikuti jejak Dagienkz. Dari kepergian mereka, seperti yang
Hilbram ibaratkan di buku Main Hati, “Walau aku tahu bahwa segala
sesuatu yang enak sekali pada hakikatnya hanya terjadi sekali-kali atau
bahkan satu kali. (Check-Out)”. Tidak ada yang abadi, karena hanya
ketidak-abadian itulah satu-satunya yang abadi. Barangkali. Saat itulah
selama Hilbam dan Miund siaran, yang saya cemaskan dari dulu adalah
siapa selanjutnya?
And than… Hilbram.
Entah, seketika saya tidak tahu
ingin nge-tweet apa saat tahu kabar itu melintas di timeline. Sedih?
Sudah pasti. Kadang kesedihan memang sulit dituliskan, tapi suatu ucapan
terimakasih layak disematkan buat Hilbram; atas segalanya yang telah ia
lakukan di Motion Radio. Sampai dua buku Kumcernya seakan yang
membimbing saya dalam hal menulis apapun tentang cinta.
Motion Radio seakan menjadi
saluran untuk Hilbram menguji kisah-kisah cintanya yang kelak akan
ditulis di bukunya. Dari semua tulisan saya tentang cinta – baik yang
sudah saya tayangkan di blog atau e-book – itu seiring perjalanan saya
menjelajahi buku-buku Hilbram itu sendiri.
aku belum mau kehilangannya
biarkan tetap gelap…
supaya bisa kudekap erat tubuhnya
sambil kunikmati wajah yang tenang terlelap
jangan dulu terbit matahari…
aku belum mau ditinggal pergi
jangan dulu terbit matahari…
supaya bisa kukecup keningnya lalu hadir di hatinya
walau hanya dalam mimpi – (Plastik Heaven, Gelap, hal 5)
#TerimakasihHilbram #HilbramMiundLastDay
Palmerah Barat, Gd. Kompas Gramedia Lt. 06, 18 Desember 2014
ogut g gaol. ga tau bakal stop itu 2 penyiar barengan.
ReplyDeletepada kemana yah...
generasi penyiar baru nya blm 'canggih' nih.. huhuhu :(
katanya, sih, nanti bakal balik lagi. :)
Delete