- Back to Home »
- 11 Dialog! »
- Tahun Baru, Tuhan Lama, Dua Cerita Lainnya
Posted by : Harry Ramdhani
December 31, 2014
TAHUN BARU DAN TUHAN LAMA
MENJELANG malam tahun baru, Dini lebih memilih mengurung diri di kamar ketimbang pergi keluar dengan teman-temannya. Gadis berusia 11 itu baru saja mengalami menstruasi pertama. Ia tidak berani cerita ke orang tua. Takut disangka habis kehilangan keperawanannya, sebab darah itu tidak berhenti keluar dari lubang kencingnya.
Kau tahu cara Tuhan bersenang-senang? Ia membuat manusia takut pada apa pun dengan berlebihan. Ketakutan selalu menggiring manusia untuk berdoa. Dan itu yang dilakukan Dini di kamarnya.
“Tuhan, bila tahun yang baru ini aku telah resmi dewasa, tolong jangan pisahkan aku dengan Tuhan yang lama, yang selalu mengabulkan doa-doa kecilku setiap malam, sebelum aku tidur. Amin.”
PATUNG PEREMPUAN
DI depan toilet umum stasiun itu dibangun sebuah patung seorang perempuan. Menurut cerita, itu perempuan gila yang mati di depan toilet umum. Setelah kematiannya, toilet umum itu menjadi sangat angker. Selalu ada kejadian yang aneh-aneh. Pernah satu waktu pengguna toilet mati dengan tubuh berlumur tahi. Kejadian itu tidak hanya sekali, tapi berkali-kali. Bahkan ada juga yang mati tanpa pelir, kemaluannya tidak ditemukan di sekitar toilet. Hilang begitu saja. Setelah Perusahaan kereta itu dikelola swasta dan tidak ingin kejadian-kejadian aneh itu terulang, maka dibuatkan patung di depan toilet umum itu.
Namun ada juga cerita lainnya: ini tentang kisah cinta penjaga loket dengan petugas pemeriksa tiket. Sudah dua tahun mereka menjalin hubungan dan sebentar lagi akan melangsungkan pernikahan. Mereka dipertemuakan oleh duka yang sama: masing-masing di antara mereka telah lebih dulu ditinggal mati kekasih yang dicinta. Persis saat-saat ketika ingin melangsungkan pernikahan.
Hubungan mereka sangat bahagia. Ke mana-mana selalu berdua. Di mana ada penjaga loket, di situ ada petugas pemeriksa tiket. Sangat lengket. Barangkali hanya saat ke toilet mereka berpisah.
Dan benar saja, setelah rapih-rapih ingin pulang shift malam, mereka pergi ke toilet. Penjaga loket itu sudah selesai lalu menunggu pacarnya di depan toilet. Lama sekali. Teman-temannya sudah pulang , tapi perempuan penjaga loket itu tetap menunggu. Dia berdiri di depan toilet laki-laki sampai pagi. Baru saat itulah pasangannya ditemukan tewas dengan luka tusuk di jantungnya. Semalam ia dibunuh di dalam kamar mandi. Mungkin karena telah lelah, perempuan penjaga loket itu mati terserang penyakit jantung di depan toilet laki-laki.
Untuk mengabadikan kisah cinta mereka, akhirnya dibuatkan patung perempuan di depan toilet umum itu. Sesaat setelah keluar dari toilet umum, tepat di depan patung, seperti ada yang tangan yang menarik baju saya.
PEMBUKA BOTOL
BANYAK yang menanyakan tentang pembuka botol itu, yang selalu ada di tas saya. Kata mereka, untuk apa setiap hari dibawa-bawa? Saya hanya menjawab seperti yang Seruni pernah katakan dulu, “kau tidak akan pernah tahu, kapan, di mana, dan dengan siapa nanti meminum bir. Setidaknya, ketika kau bawa pembuka botol itu setiap hari, kau akan paham dua hal: tidak lagi kesulitan ketika ingin minum bir dan melihat Tuhan bekerja dengan segudang rencana-Nya.”
Saya ingat betul itu, karena apa yang pernah Seruni katakan tentang pembuka botol itu terjadi pada pertemuan kita yang ketiga. Pertamuan pertama, kita saling tukar kartu nama. Pertemua kedua, kita bertukar cerita. Lalu dipertemuan ketiga, di apartemenmu, kita sama-sama bertukar cerita perihal nama-nama pakaian dalam yang kita punya. Barulah saya sadari kalau Seruni suka membawa pembuka botol ketika ingin membuka bir yang telah lebih dulu sudah dibeli sebelum kita ke apartemenmu.
“Memang hanya itu isi tas aku, Sya: make-up, charger, dan pembuka botol,” katamu. “Tapi yang tidak pernah ketinggalan, ya, pembuka botol itu.”
“Kalau sewaktu-waktu ketinggalan?”
“Lebih baik aku tidak pakai BeHa tiap ke mana-mana daripada pergi tanpa bawa pembuka botol,” guyonnya, sambil menuangkan bir ke gelas saya.
Malam itu hujan baru saja turun. Kebetulan AC apartemenmu masih rusak. Kelembaban suhu setelah hujan membuat kita sama-sama kegerahan. Maka, malam itu, masing-masing di antara kita sama sekali tidak mengenakan pakaian.
Ini botol ketiga. Wajahmu makin memerah. Berdiri saja tak sanggup. Seruni sudah mabuk. Memang malam itu Seruni yang mengajak saya ke apartemennya. Ada yang ingin ia ceritakan tentang kesiapannya menjelang pernikahan. Bayangkan, satu minggu sebelum menikah tapi, ia belum mempersiapkan apa-apa. Seruni merasa seperti masih ada yang mengganjal di hatinya.
“Aku tidak takut, atau apa, tapi…”
“Pernikahan bukanlah pelabuhan terakhir, karena cinta akan membawamu berlayar semakin jauh ke samudera yang lebih luas lagi,” kata saya.
Seruni menundukkan kepalanya. Ia sadar, pernikahannya ini semata hanya urusan politik antara orang tuanya dan orang tua pacar dadakannya itu. Padahal kalau dipikir-pikir, calon suami Seruni orang yang baik. Memegang beberapa perusahan Keluarga. Dan yang lebih penting, calon suami Seruni akan diusung menjadi Presiden dari kedua partainya untuk periode berikutnya.
Namun, dalam diam Seruni itu, perlahan saya paham kegelisahhnya. Politik, seperti juga permainan dadu, kita tak pernah bisa menduganya.
“Pernikahan, tak lain, semudah membuka bir dengan pembuka botol, tapi cinta, akan memintamu membuka bir itu tanpa pembuka botol, kau mesti berusaha dengan apa saja agal bir itu terbuka,” ujar saya.
Lalu ketika botol keempat itu habis, Seruni menarik tangan saya ke ranjang. Kita seperti makhluk purba berjalan tanpa mengenakan pakaian. Ia mematikan lampu utama dan menggantinya dengan menyalakan lampu tidur. Sialnya ketika itu kita tidak tidur. Di balik selimut itu, Seruni malah lanjut bercerita. Saat mabuk Seruni tidak pernah kehabisan bahan cerita. Kini ia menceritakan tentang Kama Sutra dan langsung ingin mempraktikannya.
Setelah hari itu saya tidak pernah bertemu Seruni sampai hari pernikahannya. Saling menanyakan kabar pun tidak. Di kafe yang biasa saya kunjungi setiap akhir pekan, suami Seruni tiba-tiba menghampiri saya. Lalu setelah memesan satu kaleng bir ia pun cerita: tiga hari sebelum pernikahan, Seruni ditemukan tewas di apartemennya tanpa pakaian, dengan selangkangan tertancap botol bir. Anehnya, di apartemen itu banyak sekali botol-botol bir yang sudah dibuka tapi tetap utuh isinya. Mayatnya kaku sambil di tangannya memegang erat pembuka botol bir.
Perpustakaan Teras Baca, 31 Desember 2014