- Back to Home »
- cosmic g-spot »
- Film Indonesia Vs Film Korea
Posted by : Harry Ramdhani
August 28, 2011
versus
Sebuah film adalah hasil karya banyak orang. Kecuali sutradara yang berperan sebagai penentu, juga didukung oleh penulis skenario, penata kamera, penata artistic, penata suara, editor dan tentu saja bintang film. Yang tidak kalah penting dari sebuah karya ebuah film adalah produser film sebagai pemilik modal – yang membiayai terwujudnya sebuah film.
Film adalah bentuk seni mutakhir yang selalu menterap perhatian masyarakat luas, kehadirannya selalu mendapat tempat dalam media massa. Kemudian bermunculan media khusus tentang film dan yang pada akhirnya muncul kritikus film.
Apabila kita melihat sedikit kebelakang, tentang sejarah film di Indoneesia, belum ada data otentik film pertama di Indonesia, hal ini disebabkan kepustakaan dan dokumentasi sangat kurang – bahkan mungkin tidak mutahil kalau data itu berceceran dalam majalah atau buku tertentu yang sekarang ini sudah sangat sulit ditemukan. Sejarah film Indonesia masih merupakan terraincognita, bumi yang belum dikenal.
Perkembangan dunia film pada saat ini sudah berkembang sangat pesat apa lagi dengan film-film yang masuk kedalam negeri sudah sangat tidak terbendung, dari film Hollywood, Bollywood, Mandarin dan Film Korea yang edang sangat diminati kalangan remaja. Ini membuat persaingan film sangat ketat, atau kita sandingkan saja Film Indonesia dengan Film Korea.
Film Indonesia dengan Film Korea memiliki banyak persamaan, seperti alur yang diceritakan lebih banyak adegan-adegan percintaan kalangan remaja hingga yang menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga, selain itu lebih jarang mengeluarkan film aksi seperti film-film Hollywood. Tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa film korea lebih diminati dibanding film indonesia . . ?? padahal dari alur cerita mereka sama-sama mempunyai cerit yang mirip.
Salah satu kelemahan film Indonesia adalah soal penulisan skenario, menulis skenario bukan merupakan karya bebas, sebab ada aturan-aturan tertentu yang mesti dipatuhi. Seorang Sastrawan bisa berkhayal bebas, atau bisa merdeka melontarkan idenya dalam berbagai macam gaya bahasa, tetapi dalam menulis skenario tidak bisa seperti itu. Ruang geraknya dibatasi oleh hokum-hukum teknis.
Kebanyakan penulis skenario kita bukanlah penulis yang secara akademis mempelajari pengetahuan/teknik penulisan skenario. Mereka justru mendapatkan ilmu pengetahuan itu secara bersamaan, pada saat diminta untuk menulis skenario, lalu mencari contoh bentuk penulisan skenario. Produser film kita memang membutuhkan penulis skenario yang gesit, mampu bekerja dalam waktu singkat. Bahkan seorang penulis terkenal diusahakan untuk agar sekaligus menulis skenario dengan bahan cerita dari produser, hanya untuk memanfaatkan popularitasnya.
Sebuah skenario yang baik sudah tentu akan banyak membantu sutradara untuk menghasilkan film yang baik pula. Peranan skenario sebagai pola dari sebuah film, sering dianggap asal ada. Bahkan ada film yang digarap tanpa skenario, atau skenarionya dibaut saat shooting berlangsung. Sistem kerja seperti itulah yang sering dipakai dalam membuat film di Indonesia, memang ada yang berhasil karena gagasan yang telah ada bisa berkembang dilapangan, tetapi lebih sering berantakan karena kehilangan konsep.
Film-film Korea dibuat oleh orang-orang yang memang sudah ahli dibidangnya, bukan hanya ala kadarnya, sehingga hasilnya pun dapat dirasakan lebih unggul dengan film-film Indonesia. Seperti film ‘Marry is out Night’, banyak didalam adegan film korea yang diiringi dengan musik atau lagu yang tepat yang dapat membawa penonton larut didalam cerita tersebut. Ini dikarenakan cara penulian skenarionya yang sangat tepat harus serprti apa, begini dan begitu. Karya sebuah film dinilai dengan sejauh mana film itu dapat membawa penonton larut dalam cerita tersebut, ikut tercampur emosi oleh bintang film yang berperan sebagai pemeran dalam tokoh film.
Menulis skenario seumpama kita hendak membuat pakaian, bisa saja kita membuat tanpa pola. Tetapi akan lebih jelas bentuknya, akan lebih jelas wujud yang kita inginkan, jika untuk membuat pakaian tersebut dahulu dengan pola. Dengan begitu kita punya pegangan pokokterhadap bentuk yang kita inginkan.
Sebuah film adalah hasil karya banyak orang. Kecuali sutradara yang berperan sebagai penentu, juga didukung oleh penulis skenario, penata kamera, penata artistic, penata suara, editor dan tentu saja bintang film. Yang tidak kalah penting dari sebuah karya ebuah film adalah produser film sebagai pemilik modal – yang membiayai terwujudnya sebuah film.
Film adalah bentuk seni mutakhir yang selalu menterap perhatian masyarakat luas, kehadirannya selalu mendapat tempat dalam media massa. Kemudian bermunculan media khusus tentang film dan yang pada akhirnya muncul kritikus film.
Apabila kita melihat sedikit kebelakang, tentang sejarah film di Indoneesia, belum ada data otentik film pertama di Indonesia, hal ini disebabkan kepustakaan dan dokumentasi sangat kurang – bahkan mungkin tidak mutahil kalau data itu berceceran dalam majalah atau buku tertentu yang sekarang ini sudah sangat sulit ditemukan. Sejarah film Indonesia masih merupakan terraincognita, bumi yang belum dikenal.
Perkembangan dunia film pada saat ini sudah berkembang sangat pesat apa lagi dengan film-film yang masuk kedalam negeri sudah sangat tidak terbendung, dari film Hollywood, Bollywood, Mandarin dan Film Korea yang edang sangat diminati kalangan remaja. Ini membuat persaingan film sangat ketat, atau kita sandingkan saja Film Indonesia dengan Film Korea.
Film Indonesia dengan Film Korea memiliki banyak persamaan, seperti alur yang diceritakan lebih banyak adegan-adegan percintaan kalangan remaja hingga yang menceritakan tentang kehidupan sebuah keluarga, selain itu lebih jarang mengeluarkan film aksi seperti film-film Hollywood. Tetapi yang menjadi pertanyaan besar adalah kenapa film korea lebih diminati dibanding film indonesia . . ?? padahal dari alur cerita mereka sama-sama mempunyai cerit yang mirip.
Salah satu kelemahan film Indonesia adalah soal penulisan skenario, menulis skenario bukan merupakan karya bebas, sebab ada aturan-aturan tertentu yang mesti dipatuhi. Seorang Sastrawan bisa berkhayal bebas, atau bisa merdeka melontarkan idenya dalam berbagai macam gaya bahasa, tetapi dalam menulis skenario tidak bisa seperti itu. Ruang geraknya dibatasi oleh hokum-hukum teknis.
Kebanyakan penulis skenario kita bukanlah penulis yang secara akademis mempelajari pengetahuan/teknik penulisan skenario. Mereka justru mendapatkan ilmu pengetahuan itu secara bersamaan, pada saat diminta untuk menulis skenario, lalu mencari contoh bentuk penulisan skenario. Produser film kita memang membutuhkan penulis skenario yang gesit, mampu bekerja dalam waktu singkat. Bahkan seorang penulis terkenal diusahakan untuk agar sekaligus menulis skenario dengan bahan cerita dari produser, hanya untuk memanfaatkan popularitasnya.
Sebuah skenario yang baik sudah tentu akan banyak membantu sutradara untuk menghasilkan film yang baik pula. Peranan skenario sebagai pola dari sebuah film, sering dianggap asal ada. Bahkan ada film yang digarap tanpa skenario, atau skenarionya dibaut saat shooting berlangsung. Sistem kerja seperti itulah yang sering dipakai dalam membuat film di Indonesia, memang ada yang berhasil karena gagasan yang telah ada bisa berkembang dilapangan, tetapi lebih sering berantakan karena kehilangan konsep.
Film-film Korea dibuat oleh orang-orang yang memang sudah ahli dibidangnya, bukan hanya ala kadarnya, sehingga hasilnya pun dapat dirasakan lebih unggul dengan film-film Indonesia. Seperti film ‘Marry is out Night’, banyak didalam adegan film korea yang diiringi dengan musik atau lagu yang tepat yang dapat membawa penonton larut didalam cerita tersebut. Ini dikarenakan cara penulian skenarionya yang sangat tepat harus serprti apa, begini dan begitu. Karya sebuah film dinilai dengan sejauh mana film itu dapat membawa penonton larut dalam cerita tersebut, ikut tercampur emosi oleh bintang film yang berperan sebagai pemeran dalam tokoh film.
Menulis skenario seumpama kita hendak membuat pakaian, bisa saja kita membuat tanpa pola. Tetapi akan lebih jelas bentuknya, akan lebih jelas wujud yang kita inginkan, jika untuk membuat pakaian tersebut dahulu dengan pola. Dengan begitu kita punya pegangan pokokterhadap bentuk yang kita inginkan.