- Back to Home »
- Prosa »
- Tersayat Air Hujan
Hujan,…
aku tau, akan
ada yang datang,
pastinya sesuatu yang
menyenangkan.
Suara petir riuh menggelegar,
bersautan.
di dalam aku dengar
teriakan
dari luar
Suaranya aku ingat
dan tidak asing.
seakan pernah menyayat
orang yang disayang.
Tetesan air di ruang belakang
semakin padam,
tandanya wadah sudah penuh
air yang menggenang.
Ingin aku mengabaikan
air di belakang
seperti yang kau lakukan
dulu. Pahit untuk dikenang.
Cercaan,
tuduhan,
makian,
bertubi kau sarangkan
di telinga kanan,
bertumpuk di otak kanan.
Walau sebatas ucapan
namun, membekas pilu
seperti dihantam tamparan
tak… dalam diri, aku malu.
Masih saja terdengar
tinggi, semakin meninggi
kala petir menyambar
pohon di hutan jati.
aku bersila di atas
sejadah yang dijadikan alas,
sebatas berdo'a tak beralas
agar kau mendapat
orang yang lebih pantas.
Pantas dicaci,
dituduhi,
dimaki,
bertubi-tubi
hingga puas terasa dalam diri.
Harapku sederhana:
di luar, kau tidak terkena
tajamnya hujan yang sama
saat melukai hati oleh kata.