Archive for October 2012
Sumpah (para) Pemuda
By : Harry Ramdhani
Pandji Pragiwaksono ketika menjadi
pembicara di OBSAT (Obrolan Langsat) tentang Berani Mengubah bmenatakan, “Kita
tuh biasanya ngelakuin apapun musim-an. Beramal, musim-an, nunggu bulan
ramadhan. Ngibarin bendera, musim-an, nunggu tujuh-belasan. Semangat kepemudaanpun,
musim-an, kalau deket 28 Oktober wuahh langsung semangat kepemudaan abis itu
semangat kekendoran… langsung loyo lagi.”
Bumi gonjang ganjing langit kelap kelap
Yup, 28 Oktober adalah Hari
Sumpah Pemuda. Siapapun tahu kalau yang pernah sekolah, soialnya ada aja tuh
BAB yang jelasin tentang Sumpah Pemuda. Tapi kalau yang belum tahu yak baca
buku sana. Males banget sih.
Tanggal 28 Oktober 1928 adalah
Sumpah Pemuda II. Terjadi Kongres para pemuda Indonesia yang menghasilkan tiga
point penting. Point yang kini sering dikesampingkan oleh Pemuda Indonesia.
Point yang dianggap remeh temeh. Point itu adalah :
“Kami
Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe-bertoempah darah jang satoe, Tanah
Indonesia.
Kami
Poetera dan Poeteri Indonesia mengakoe berbangsa jang satoe, bangsa Indonesia.
Kami
Poetera dan Poeteri Indonesia mendoengdjoeng bahasa persatoean bahasa
Indonesia.
– Otentik 1928”
“Kami
Putra-Putri mengakui, satu tanah air, tanah air Indonesia.
Kami
Putra-Putri Indonesia mengakui satu bangsa, bangsa Indonesia.
Kami
Putra-Putri menakui satu bahasa, bahasa Indonesia.
–
Soekarno dan Yamin” (Sumber: JJ. Rizal)
Nah, sadar gak sih kalau udah
mengesampingkan tiga point ini ? sadar gak sih kalau udah ngeremehin tiga point
ini ? sering banget ketemu orang yang gak percaya sama Indonesia. Tapi yang
bikin sedih adalah kalimat itu keluar dari mulut Mahasiswa… Agent of Change…
Sang Pejuang… Pemuda. Pemuda itu berjuang, anak muda itu ngengkang.
Yasudahlah, itu urusan Sampean. Pilih, ingin
berjuang atau ngengkang?
Tapi, mungkin banyak yang gak
tau kalau di Sumpah Pemuda II adalah pertama kalinya lagu Indonesia Raya
dikumandangkan oleh WS Rendra. Mungkin banyak yang gak tahu juga kalau saat
pertemuan Sumpah Pemuda II ada yang cin-lok, gak percaya ? tanya sana sama
Sejarahwan. Mungkin banyak yang gak tahu juga kalau tanggal 28 Oktober 1928 itu
ada tukang koran yang pertama kali menjual korannya dan berkenalan dengan
seorang gadis desa dan kemudian Ia nikahi. Mungkin banyak juga yang gak tau
kalau taggal 28 Oktober 1928 ada seorang pujangga yang balikan sama pasangannya. Dan masih banyak lagi yang terjadi di
tanggal 28 Oktober 1928 yang belum sempat dikuak oleh Sejarahwan.
Kini, semangat kepemudaan
memang kendor. Layu bagai Putri Kraton yang kemayu. Dan, apa sih penyebabnya ?
OGAH BELAJAR. Bukan males, tapi OGAH. Sama sekali gak minat untuk belajar.
Belajar tidak hanya di kelas. Belajar bisa di mana-pun.
Oktober,
2012
Sungguh romantis. Kalau
September punya slogan ‘September Ceria’ maka Oktober adalah Oktober Romantis.
Tidak ada yang lebih romantis dibanding bulan Oktober 2012. Bahkan Romeo dan
Juliet kalau masih hidup maka mereka akan bunuh diri pada bulan ini. Kalau saja
Rangga dan Cinta masih ada, pasti Rangga akan kembali untuk menemui Cinta pada
bulan ini.
Tuhan telah menciptakan bulan
Oktober bagi Umat Indonesia sebagai bulan para pejuang. Pejuang Cinta. Selamat
untuk kalian yang telah berjuang. Selamat untuk kalian yang telah berjuang
dibulan ini walau kalah di Medan Perang. Selamat untuk yang akan memulai
perjuangan dibulan ini. Kalianlah pejuang sejati. Pejuang yang telah melakukan
karena cinta. Maaf, untuk kalian yang masih ngengkang. Silakan lanjutin.
·
Menangislah untuk kalian yang ‘balikan’ dengan
pasanganmu dibulan Oktober. Keluarkan air mata sebagai tanda terima kasih
kepada Tuhan. Kepada perjuanganmu untuk terus memperjuangkan kepercayaan atas
cinta dengan sebuah sumpah suci.
·
Tertawalah untuk kalian yang ‘baru jadian’
dibulan Oktober. Tertawakan orang lain yang mengira kalian Homo selama ini.
tertawa atas perjuangan konyol yang kalian tunjukan kepada Tuhan, mungkin Tuhan
akan ikut tertawa karena sumpah kalian.
·
Renungkanlah untuk kalian yang melakukan dosa
pada bulan Oktober. kini kalian telah sadar, bahwa dosa yang dilakukan hanyalah
persembahan neraka yang dikemas seindah janji surga dan semanis sumpah di
surga.
·
Percayalah untuk kalian yang telah memilih
‘pasangan baru’ dibulan Oktober. Pengalaman kalian yang telah membuat keputusan
akhir untuk memilih. Wawasan kalian yang telah membentuk sebuah pilihan atas
serangkaian kalimat sumpah setia. Bukan ramalan atau lingkungan.
·
Pikirkanlah untuk kalian yang ‘menikah’ dibulan
Oktober. Semoga perjuangan selama ini tidak terhenti pasca menikah. Semoga
tidak menikah dalam keadaan mabuk, mabuk karena asmara bukan cinta. Ingatlah,
sumpah kalian bukan terhadap pendamping hidup tapi, sumpah kalian untuk Tuhan.
Dunia baru telah menunggu.
Biar, Pandji bilang pasca
Oktober semua akan loyo. Suatu hal yang romantis tidak akan loyo. Kalaupun
loyo, tinggal datang ke Klinik Pak Kobra lalu konsultasikan, dekat, hanya 7km
dari perempatan Ciawi. Kalau masih loyo, pergilah ke Alfamart, di rak obat
dibagian atas ada suplemen namanya Irma, murah, hanya 9k. masih loyo, pengen
yang murah, beli tissue ‘sulap’ di tukang jamu. Kalau masih saja loyo, hentikan
masturbasi, berbagilah kesenangan kalian kepada orang lain.
Tag :
OBSET,
Orangtua Tolol Adalah Kamu
By : Harry RamdhaniSelamat datang di dunia baru.
Aku perbah bertemu dengan seseorang, ketika ditanya, “Apa
mimpimu ?” Dengan cepat dan singkat Ia menjawab, “Menikah.” Tidak lama, “Aku
hanya ingin berjalan, perlahan, menuju rumah Tuhan, untuk mengucap janji
dihadapan-Nya.”
Bumi gonjang ganjing langit kelap
kelap
Pernikahan menjadi suatu yang sacral. Sacral karena adanya
sumpah kepada pasangan yang kita cintai, sumpah terhadap para orangtua kita,
sampai sumpah kepada Tuhan. Sumpah serapah bukan hanya sekedar sumpah wakil
rakyat ketika dilantik untuk mengabdi pada rakyat tapi, kenyataannya hanyalah
bualan warung kopi semata.
Kini, entah apa yang terjadi, pernikahan terjadi akibat
sedang dalam keadaan ‘mabuk asmara’. Tidak sadar. Pernikahan dianggap sebagai
garis akhir dari sebuah hubungan asmara. Inilah fenomena yang sekarang dianggap
biasa tapi memiliki konsekuensi yang luar biasa. Mereka (baca: orang yang
menikah dalam keadaan mabuk asmara) seakan lupa menjalani sebuah kehidupan
baru, lupa akan memulai dunia yang jauh runyam bak benang yang dibiarkan kusut
di lantai.
Memang, agama menyarankan, ‘lebih baik menikah dibanding
beriznah’ tapi, apakah hanya melihat dari sudut pandang ini saja ? Kalau meman,
Iya, apakah menikah sebagai ajang melepas hasrat birahi agar jauh dari dosa ?
Semakin runyamkah kehidupan dewasa ini ? apa yang terjadi ?
Melihat kebelakang, benar, orangtua kita menikah pada usia
yang muda. Benar, ada yang sengaja dinikahkan karena kepentingan politik. Sebuah
umpatan kuno untuk wanita , ‘buat apa sekolah tinggi-tinggi, kalau
ujung-ujungnya di dapur juga’. Itu dulu, kini tidak. itu dulu, kini masih aa
saja.
Kadang Aku prihatin dengan orang yang menikah muda. Prihatin
untuk segalanya, baik kepada calon Orangtua dan anaknya kelak. Bukan soal
pengalaman dalam mengasuh. Bukan soal akan bermain dengan anaknya nanti. Tapi
soal lingkungan yang ditimbulkan oleh pasangan muda. Perhatikan. Inilah konsep
hidup kebanyakan orang pada masa ini, lulus kuliah lalu kerja dua tahun dan diakhiri dengan ‘pernikahan’. Banyak yang
mengelak tapi tetap saja konsep ini dilakukan. Banyak yang setuju tapi dengan
alasan yang beragam seperti, agar jarak umur antara Orangtua dan Anak tidak
terlalu jauh. Logis. Memang ini dilakukan oleh orang yang berada di negara maju
tapi… ini Indonesia… Indonesia yang masih jadi negara berkembang… .
Lagi, dampak terhadap lingkungan dari pasangan muda. Kita
mkhluk sosial, kemanapun pergi akan bertemu dengan makhluk sosial lainnya. Aku
sempat menanyakan orang-orang yang ‘ingin’ menikah muda, “Jika nanti menikah
lalu berbaur dengan lingkungan baru, hal yang paling mendasar, apakah ikut
arisan RT setiap bulannya ?” Dan, 70% orang menjawab, TIDAK. alasannya beragam
namun benang merahnya adalah kita beda gengerasi jadi gak akan cocok dengan
ibu-ibu lainnya.
Jujur, memang arisan tidak terlalu penting dalam kehidupan
sehari-hari, Aku-pun tidak terlalu suka dengan arisan. Tapi, dengan arisan kita
jadi tahu siapa saja tetangga kita, siapa saja orang yang berada di lingkungan
kita, dan lain-lain. Itu penting, kembali, kita makhluk sosial. Arisan bukan
sekedar mengumpulkan uang-dikocok-keluar nama-ambil uangnya. Di sanalah terjadi
sebuah interaksi, interaksi sosial.
Aih… Alankah lucunya negeri ini. Aih… Alangkah bodoh rakyatnya.
Aih… Kenapa itu Kamu.
Bagiku, orang yang menjalankan konsep hidup tadi adalah
orang yang ‘Rugi’. Jelas sekali, rugi karena membiarkan ilmu yang telah didapat
kala bersekolah menguap karena ditelan waktu, tidak diamalkan. Rugi karena
kebebasan terkunci rapat dalam dalam hati.
Aku terhimpit oleh orang-orang yang menikah dan terjepit.
Aku ter-kotak-kan oleh orang-orang yang menikah karena pasrah pada keadaan. Aku
tidak ingin seperti mereka. Tapi, ada lagi yang terlupa, Aku sempat berpikir
MBA (Maried By Accident) menjadi momok yang bisa mencoreng nama baik sekeluarga
dan orang yang berada disekitarnya. Kadang, Aku berpikir, Single Parent menjadi
sosok yang hina karena mengasuh seorang anak seorang diri dan dianggap hina.
Tapi, semua telah berubah, telah menjadi lumrah.
Benar, jaman dulu MBA atau menikah karena kecelakaan atau
hami dilluar nikah dianggap mencemarkan nama baik. Tapi, setelah beberapa
perenunganku, namanya menikah pasti dikarenakan oleh sebuah kecelakaan.
Kecelakaan karena ditabrak sebuah mobil, mobil itu bernama mobil ‘cinta’, mobil
itu tidak kabu setelah menabrak tapi mobil itu berhenti kemudian menggotong
korban yang tertabrak ke Rumah Sakit Cinta bernama KUA. Pengemudi mobil tadi
bertaggung-jawab. Benarkan ? menikah karena sebuah kecelakaan ? Atau begini,
hamil diluar nikah, Aku pikir ini-pun telah menjadi hal yang biasa saja. Entah
apa faktor yang menyebabkan ini terjadi, Aku juga tidak tahu. Eum… yang jelas
orang pada masa kini tidak mempersoalkan hal yang dianggap ‘hina’ tapi orang lebih
melihat tanggung jawab yang dilakukan. Apabila benar hamil dan anaknya tidak
digugurkan, maka akan dirawat seperti biasa, tidak ada pengucilan hukuman norma
bagi pasangan tersebut. Semua lumrah.
Dan, Single Parent, inilah gaya hidup orang barat. Dulu, banyak
ketika terjadi perceraian dan sudah memiliki anak maka akan cepat-cepat mencari
yang baru. Tapi, kini tidak, perkembangan teknologi komunikasi telah membuat
segala informasi dan gaya hidup bisa didapat dengan mudah. Kini, banyak Single
Parent, paling banyak adalah wanita. Kenapa ? wanita dianggap tangguh,
pura-pura kuat, pura-pura sanggup. Penuh kepura-puraan.
Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang membiarkan ilmu yang
didapat dahalu ketika menganyam pendidikan tapi dibiarkan menguap. Di mana jiwa
soialnya ? berbagilah ilmu dengan yang lain, yang membutuhkan. Amalkan ilmu
tersebut untuk memajukan Indonesia.
Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang menikah karena mementingkan
nafsu birahi semata. Menikah karena sudah tidak tahan ingin berhubungan intim.
Takut berzinah tapi menghancurkan kebebasan dalam diri sendiri.
Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang memiliki anak nanti ketika
menangis malah dimarahin. Anak itu dianggap tidak nurut maka terus-terusan
dimarahin. Siapa suruh dulu bikin anak.
Orangtua Tolol Adalah Kamu, yang membiarkan anak menangis
tapi biar gak nangis lagi marah dipukul. Orangtua tak ber-otak. Aku ingat,
sebenarnya menangis butuh konsentrasi. Maka, ketika anak kecil menangis hal
yang dilakukan adalah memecah konsentrasinya seperti, anak itu menangis karena
minta mainan dan tidak dibelikan Orangtuanya lalu menangis tapi yang dilakukan
Orangtuanya adalah memukul anak itu sambil marah-marah. Jelas, anak itu tidak
akan berhenti malah menagis lebih keras lagi. Padahal tinggal memecah
konsentrasi anak yang sedang menangis dengan mengalihkan perhatiannya. Cukup,
itu saja dan anak tidak akan menangis. Sudah TOLOL tidak Inovatif pula.
Berbagi suka dan duka bersama. Inikah menikah muda ? Tapi
Aku tidak suka. Aku lebih suka berbagi suka tanpa duka.
Tag :
OBSET,
Bertemu (calon) Aktivis
By : Harry Ramdhani
Ah, sudah tak tau lagi Aku
pengen nulis apa. Emang dasar batak. Susah banget dikasih tau. juancuuuk…!!
Soal apa lagi ? tulisan
‘Jancukers’-ku udah dicopot sama Pak Mulyanto. Aku udah nulis klarifikasi-nya
juga. Aku udah ketemu sama orang-orang yang kontra dengan pendapatku. Trus, opo
toh mau, sampean, cuuk ?
Bumi gonjang ganjing langit
kelap kelap
Suatu ketika, akhirnya ada
penengah atas kontroversi tulisan ‘Jancukers’ dan ketidak-pikiranku/ ora urus
atas perubahan warna almamater. Bukannya Aku ingin apatis terhadap kampus ini
tapi, memang tidak penting saja menurutku untuk terus-terusan tenggelam dalam
pro-kontra warna almamater yang sudah diubah.
Ketika calon aktivis, kita
sebut saja Ia, Pulan, datang menghampiri dengan segala wacana, datang dengan
segepook sejarah, datang dengan segepok berita panas. Aku tetap tidak akan
merubah pikiranku tentang perubahan warna almamater.
Bermula dengan segepok sms
yang datang karena protes atas tulisan yang telah Aku buat. Kita berdiskusi
ringan. Bermula dengan surat kabar local yang Sampean bawa. Kita mulai
melebarkan diskusi ringan. Tolol sekali Sampean ini, masa pengen terjadi kasus
Mahasiswa – Polisi di Kampus kita. Pikir, liat noh mahasiswa Fakultas Hukum,
isinya polisi semua. Berani, Sampean ?
Intinya diskusi kita adalah
Aku tetap pada konteks ‘Ora Urus-ku’ dan Sampean tetap lantang soal perubahan
warna Almamater. Kadang, ketika melihat Sampean bertindak, Aku terpikirkan dua
hal.
Pertama, entah ini hanya
perasaan saja atau logika asal-asalan semata, Sampean tampak sekali jadi tumbal
atas segala pemikiran teman-teman Sampean ini. jadi gini, teman Sampean yang
mikir dan Sampean yang eksekusi. Dan temen Sampean hanya duduk manis.
Ini kembali mengingatkan-ku
ketika diundang Provocactive Proactive di Metro TV untuk Ngompol (Ngomong
Politik). Bintang tamunya saat itu adalah Abang Usman Hamid. Wuiihh, siapa juga
yang ndak tau Abang kite yang satu ini. Tukang demo. Ia adalah sahabat alm.
Munir yang sampai sekarang masih aktif di KontraS. Ternyata demo itu penting,
karena demo merupakan jalan terakhir ketika suatu masalah masih tidak dapat
selesai. Jadi, kalau di negeri ini masih banyak yang demo artinya banyak
masalah yang tak kunjung selesai. Tapi, yang jadi pertanyaan adalah benarkah
orang yang Demo, turun ke jalan itu orang yang benar-benar menganspirasikan
pikirannya atas masalah yang tak kunjung usai ? Dan, disinilah Aku menemukan
jawaban. Ternyata, banyak orang yang turun ke jalan itu tidak mengerti
duduk-persoalannnya, sehingga tindak anarkislah yang terjadi saat demo. Dimana
para pemikir yang merumuskan semua ? dimana para provocator saat demo ? Di
belakang.
Kedua, menganggap demo sebagai
ajang seru-seruan. Yup, seru bagi kebanyakan orang orang adalah anarkis. Aku
tidak suka tindak anarkis tapi Aku lebih suka tindakan rusuh. Jelas, rusuh
dengan anarkis jauh berbeda. Rusuh akan Aku analogikan seperti penonton sepak
bola dan anarkis akan Aku analogikan seperti pendukun sepak bola.
Penonton sepak bola sering
sekali rusuh. Rusuh terhadap semangat yang coba di convert menjadi semangat
para pemain yang bertanding. Sungguh tidak asyik kalau menonton sepak bola
hanya diam saja, para pemain-pun sama sekali tidak semangat kala bermain.
Pendukung sepak bola akan bertindak anarkis kala ada pertandingan. Aku melihat
pendukung sepak bola itu fanatic yang berlebih. Apabila tim kesayangannya
sedang bermain dan ada penonton musuh yang sedang gembira karena tim-nya
mencetak gol maka pendukung yang tim-nya kemasukan akan marah terhadap penonton
tersebut. itu adalah tindakan tolol. Rusuh adalah memberi semangat dan Anarkis
adalah tindakan menentang semata.
Aku kasihan pada Pulan,
tindakannya hanya dijadikan alat oleh orang-orang yang hanya bisa cuci tangan
di kamar mandi, atau bahkan melakukan masturbasi. Dan yang terpenting adalah
KAMU yang menelpon malem-malem. Sikapmu sungguh anarkis. Masih saja marah-marah
atas apa yang telah diklarifikasi. Masih saja menentang atas apa yang ada. SEKALI LAGI, AKU (JANCUKERS) SAMA SEKALI
TIDAK MENGURUSI PERUBAHAN ‘WARNA’ ALMAMATER. Kalau memang muke lu ndak
asyiiiik di photo pake almamater baru, terima aje. Emang muke udah jawir.
Tag :
OBSET,