- Back to Home »
- #CerpenPeterpan »
- GELAP
Posted by : Harry Ramdhani
July 29, 2012
Siang itu aku terkesan oleh salah satu twit dari Wira Panda
(@Wira_Panda) kalo dia ingin mengajak Followers-nya untuk ikut nulis cerpen
dimana bahannya dari lagu2 dari Peterpan. #CerpenPeterpan itu tagar untuk
memudahkan orang2 mencarinya. Aku ingin sekali bisa berpartisipasi untuk
menulis cerpen, karna aku-pun kini sedang belajar menulis. Tapi sayang, aku
hanya tahu lagu peterpan yang berjudul ‘Ada Apa Denganmu’. Aku ingat saat
pertama kali belajar bermain gitar dan ketika aku tanya temanku yang sudah mahir
main gitar katanya, “belajar aja pake lagu peterpan yang ‘Ada Apa Denganmu’.
gampang kok kuncinya, cuma E, C, G, dan D. Begitu aja terus sampe lagunya
abis.” Bahkan sampai gitarku
patah... Ani. Dan
itulah alasanku baru posting lagu ini sekarang bukan hari saptu (28/7) lalu
seperti yang diminta oleh Kak Wira sebagai deadline.
Pagi itu, saat kuliah MKDU (Mata Kuliah Dasar Umum) Sosial
Budaya pada semester awal dimana seluruh mahasiswa angkatan baru digabungkan
untuk mengikuti kuliah tersebut. Aku datang terlambat. Di luar kelas berdiri
seorang wanita yang terlihat tampak panik karena nampaknya dia-pun terlambat.
Rambutnya diikat secara sederhana kebelakang dengan ikat rambut berwarna kuning
cocok dengan sepatu Jerry yang sama berwarna kuning.”Kenapa masih diluar kelas
?” tanyaku. “Aku terlambat,dan dosen ini kayaknya Killer. Jadinya aku takut
untuk masuk” katanya dengan keringat bulat-bulat yang timbul dikeningnya.
Sebenarnya Aku tidak pernah terlambat untuk masuk kelas tapi
kali ini karna perutku sedikit sakit karena semalem makan tempe penyet yang
rasanya dapat membuat lidah melet tak karuan. Ketika sampai di kampus, Aku
sudah dua kali masuk kamar mandi hingga terlambat seperti sekarang.
Aku memang bukan mahasiswa yang terlalu rajin untuk selalu
masuk kelas, kalau sudah terlambat dan sudah bisa dipastikan nanti akan
disembur oleh dosen ya aku tidak masuk kelas. Tapi, kali ini berbeda. Ia yang
berdiri di luar kelas, Ia yang tampak takut masuk kelas karena terlambat, Ia
yang memiliki semangat untuk tetap masuk kelas walau nanti yang Ia-pun tahu
kalau nanti akan disembur oleh dosen, telah membuat ‘Jiwa Kelakian’ dalam
diriku seakan keluar.
Ada dua posisi dimana ‘Jiwa Kelakian’ setiap laki-laki itu
akan keluar secara tida diduga. Pertama, ketika Ia sedang merasa tertekan oleh
orang-orang yang tampak ‘garang’ dan mengancam hidupnya. Dan Kedua, catechism
Ia sedang bertemu dengan wanita cantik. Yaa, wanita cantik, seperti dia yang
sedang berdiri di luar kelas.
“Jadi kamu mau masuk kelas ?” Tanyaku basa-basi.
“Iyah” Suaranya semakin pelan. Sungguh pelan sampai
hatiku-pun bisa mendengar suara itu.
“masuk aja yuuk, siapa tahu itu Dosen lagi baik hari ini.”.
Inilah posisi dimana laki-laki tidak boleh melakukan hal bodoh. Niatnya ingin
serius malah jayus.
Ia diam. Aku tahu diamnya itu pasti seakan ingin menghiraukan
ucapanku tadi dan dalam hatinya berteriak “APA SIH INI ORANG, SANA DEUH. GANGGU
AJA”. Tiba-tiba Ia melangkahkan kaki meninggalkan luar kelas dan tanpa sadar
tanganku mengayunkan kearah tangannya dan menggenggamnya.
“Hey, mau kemana ?” ucapku tanpa sadar.
Ia memandangku dengean tajam. Aku-pun melepaskan genggaman,
“Maaf”.
Disudut tangga, aku melihat sebuah dus yang bekas dipakai
oleh BEM menggalang dana korban gempa. Inilah laki-laki, selalu keluar ide yang
aneh untuk melakukan suatu hal. Bertindak dahulu tanpa memikirkan akan terjadi
apa nantinya atau dalam istilah orang sunda “Kumaha Engke”.
“Kita pake ini aja untuk masuk kelas, yuuk. Pura-pura aja
abis ikut baksos sama BEM.” kataku sambil mengajaknya.
“Hah, gimana caranya ?” jawabnya seakan tidak ada pilihan
lagi untuk bisa masuk kelas.
“Kita pake ini aja untuk masuk kelas, yuuk. Pura-pura aja
abis ikut baksos sama BEM.” kataku sambil mengajaknya.
“Hah, gimana caranya ?” jawabnya seakan tidak ada pilihan
lagi untuk bisa masuk kelas.
“Udah ikut aja, biar nanti Aku yang ngomong. Kamu bawa
Almamater ‘kan ?”
“Bawa sih, tapi cuma satu.”
“Kamu pake deh itu Almamaternya.”
“Bener nih ?”
“Yaampun, udah pake aja sih itu Almamaternya. Masih pengen
masukkan ?” Aku jadi sedikit emosi karena Ia yang nampak ragu.
*tok tok tok,* Assalam’mualaikum. Aku membuka pintu sambil
memegang dus tadi.
“Maaf, Ibu, kami terlambat masuk kelas. Tadi abis
melaksanakan baksos untuk korban gempa”. Kataku sambil terbata-bata.
“Kamu tidak tahu kalau pagi ini ada kuliah saya ?”
“Iyah, kami tahu kok, Bu. Aaa, kami ingat kata Ibu minggu
lalu tentang kegiatan sosial. Euum, yang menusia adalah makhluk sosial dan
tidak dapat hidup sendiri. Maka, kami sadar bahwa saudara kita disana sedang
tertimpa musibah dan kita tahu bahwa manusia tidak hidup sendiri, masih ada
kami yang akan membantu”. Jawabku seakan itu sudah Aku persiapkan sebelumnya.
Lancar.
“Ouw, jadi kamu masih ingat pelajaran minggu lalu. Tapi
kenapa harus sepagi ini dan bawa dus bekas itu ? sangat tidak elegan.”
“Yaa, karena kami melakukan ini di jalan raya, maka waktu
yang tepat adalah pagi. Kalau kami tunggu sedikit siang, jalanan sudah sedikit
renggang. Dan, dus ini memang tidak pantas untuk melakukan bakti sosial. Sama saja
seperti mengemis atau minta-minta, bedanya kita rapih dan memakai almamater dan
pengemis tidak.”
“Kamu tau kalo islam itu…”
“Iyah, Ibu, Islam itu tidak mengajarkan untuk mengemis atau
minta-minta tapi Islam mengajarkan kita untuk
memberi. Tapi, kita hanya mediator untuk menyalurkan ini kepada
orang-orang yang membutuhkan” ucapanku yang tadi memotong pembicaraan Dosen.
“Yasudah, duduk sana”. Kata Ibu Dosen.
“Maaf, Bu, karena kami terlambat.” Aku jalan menuju bangku.
“Oiyah, siapa namamu ?”
“Aku, Rama dan ini…”
“Aku, Agnes”. Jawabnya dengan tegas. Aku-pun sedikit
terkejut, betapa berbedanya Ia tadi ketika diluar dan di dalam kelas. Dan…
namanya Agnes, sungguh cocok dengan kecantikannya.
“Rama dan Agnes, mulai saat ini kalian jadi Asisten Dosen
untuk mata kuliah Sosial Budaya dan jangan duduk dibelakang, duduk didepan”,
Kata Ibu Dosen.
Kelas mata kuliah Sosial Budaya selesai. Aku kembali bersama
teman-temanku dan… Agnes kembali bersama temannya pula. Aris, temanku langsung
menyambar, “kamu beneran tadi baksos ?”. memang dia ini terlalu serius dalam
menanggapi hal sekecil apapun tapi dia pintar, “Yaa, engga lah. Orang itu aku
nemu dus di luar kelas”.
Ketika asik nongkrong di Kantin, Ringga menepukku dengan
sedikit keras.
“Ram, hebat bener kamu yah.” Kata Ringga.
“Hebatlah, urusan ngomong begitu sama Dosen mah nih
Rajanya.” Kataku sambil menepuk dada.
“Bukan, tapi Agnes. Jadi semalem Aku smsan sama dia sampai
jam 12an lewat malah dan pas adegan aku mau nembak dia ternyata Agnes salah sms
gitu ke Aku, engga penting sih isinya tapi intinya Aku tahu kalau dia udah
punya pasangan.” Ringga menceritakan itu dengan serius.
Aku tertawa terbahak-bahak mendengar cerita Ringga. “Tapi
kamu udah pernah ketemu dia ? atau paling engga yah udah sama-sama kenal gitu?”
tanyaku penasaran. Dan Ringa menggeleng. Ketika ingin pulang, “Ram, pengen
nomornya Agnes gak nih ?”. kata Ringga. “Hah, nomor apa ? dalemannya ?”
menimpaliku dengan sedikit becandain RIngga yang telah pasrah mendekati Agnes.
“Bukaaaaaan, nomor HP-nya ‘lah.” Ringga semakin geram padaku. “Engga ahh.”
Tolakku atas pemberian nomor itu.
Malam hari ketika Aku sedang mengerjakan tugas ada sms
masuk, dan itu dari… Agnes. Singkat sekali sms-nya, ‘Thx, Rama. Agnes’. Senang
sih karena dapet sms dari dia tapi Aku binggung dapet nomorku dari siapa ? Tak
penting.
Aku : ‘Iyah, Agnes, singkatnya sms kamu tadi. Kalau
diingat-ingat, lebih panjang ucapan kamu ketika ngomong sama Dosen Killer tadi
pagi.’
Agnes : :)
diam adalah emas.
Aku : Okeh, udah ahh Aku ngerjain tugas dulu nanti keburu
malem.
Agnes : Tugas apa, Ram ?
Aku : Diam adalah emas :)
Agnes : ihh, Rama, tugas apa sih. Kayaknya tadi gak dikasih
tugas deh.
Aku : :)
Agnes : RAMAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA.
Aku : Heh, Kamu sama Aku ‘kan beda jurusan. Jadi ini mah Aku
lagi ngerjain tugas Prodi Aku, wle:p
Agnes : ouw, bilang dong dari tadi.
Aku : :)
diam adalah emas.
Agnes : RAMAAAAAAAA, rese ihh.
Mulai saat itu, Aku dan… Agnes jadi dekat. Aku tahu dimana
batasku dengan Ia yang sudah punya pasangan dan Aku… single. Kita berdua hanya
Asisten Dosen untuk Mata Kuliah Sosial Budaya.
Tidak terasa, sudah 2 tahun Aku dekat dengan Agnes. Saling
bertukar cerita antara satu dengan lainnya. Kini, teman Agnes di Kampus adalah
temanku juga. Begitu sebaliknya. Pernah aku satu kali mengadakan kegiatan penggalangan
dana yang tadinya dulu hanya basa-basi tapi kini menjadi kenyataaan.
Aku ingat ketika Aku mengajak Agnes pulang bersama. Yaa,
pertama kalinya. Aku tahu ketika itu hubungan Agnes dengan pasangannya sedang
tidak bagus. Hal pertama yang Aku lihat adalah matanya yang memerah, mungkin
habis menangis di kostan temannya. Lama berbincang dengan Agnes, akhirnya
Ia-pun bisa balikan lagi dengan pasangannya. Aku sebenarnya tidak usah ‘belaga’
ngasih nasehat, karena Aku tahu bahwa mereka
tidak akan bisa berpisah lama-lama. Dan akan selalu begitu selama mereka
berhubungan. Putus-Nyambung.
Sore itu berbeda, Agnes datang menghampiriku dengan tangis.
Dan mengatakan “Rama, tolong jangan dekati Aku lagi”.
Sampai malam datang, aku masih tidak tahu maksud dari kata-kata
itu. Eumm, yang Aku tahu memang mereka kini sedang berpisah. Tapi… apa
hubungannya denganku.
Aku berdiri dalam gelap. Tersungkur dalam keheningan malam.
Berlarian dalam pikiran. Terkapar oleh angin yang liar.
Aku melihat tiga bintang yang berdekatan, bentuknya mirip
anak panah yang sedang meluncur memecahkan malam, meleburkan dinginnya malam,
menghancurkan dinding keterpaksaan perasaan.
Aku tidak habis pikir kenapa dengan kau sekarang ini ?
Apa salah yang telah Aku buat sampai Kau seperti ini
sekarang ? tell me, please.
Jika kemarin Aku sempat membuatmu merasa kecewa, tolong maafkan aku. Tidak perlu diucap, karena
kita-pun saling memahami.
Sampai kapan ini ? Embun diatas rumput sudah mulai
bermunculan, Ayam sudah siap membangunkan orang-orang. Matahari perlahan
memperlihatkan fajar-nya, tidak seperti putri malu yang menguncup ketika
disentuh.