- Back to Home »
- ada yang salah »
- Mencipatakan Budaya Malu
Budaya Malu bukanlah berarti kita malu untuk belajar ditempat yang serba kurang fasilitas, bukan berarti malu untuk berbagai terhadap sesama. Bukan itu. Tetapi bangsa ini membutuhkan Budaya Malu sebagai tempat untuk merenungkan sejumlah kegiatan yang telah atau akan kita lakukan. Seperti pada dasarnya, manusia tidak hanya ‘terbit’ dimana hanya ada semangat dan gairah akan tetapi manusia masih butuh ‘senja’, yaitu waktu dimana manusia untuk merenung.
Tidak hanya itu, Budaya Malu juga merupakan salah satu identitas bagi umat muslim, karena malu merupakan sebagian dari iman. Dari ‘Abdullah bin Mas’ud, ia berkata : Rasulullah SAW bersabda, “Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. Kami berkata, “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya kami malu, Alhamdulillah (segala puji bagi Allah)”. Rasulullah SAW bersabda, “Bukan begitu, tetapi malu kepada Allah dengan sebenar-benar malu itu ialah kamu menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya, kamu menjaga perut dengan segala isinya, dan hendaklah kamu mengingat mati dan kehancuran. Barangsiapa menghendaki akhirat dengan meninggalkan kemewahan dunia, orang yang berbuat demikian, maka ia telah malu yakni kepada Allah dengan sebenar-benar malu”. [HR Tirmidzi juz 4, hal. 53, no. 2575].
Salah satu penyebab sulitnya bangsa ini untuk maju adalah karena rakyatnya sendiri kurang dan atau tidak memiliki Budaya Malu. Apa lagi kita, sebagai Mahasiswa, yang (dahulu) sering dibilang “Agent of Change”. Tetapi kini, dimana peran Mahasiswa ? pergerakan mahasiswa memang ada, dengan bukti Demo besar-besaran terjadi hampir diseluruh Indonesia. Dan itu dilakukan oleh siapa ? Mahasiswa. Pergerakan itu sama sekali kurang disokong oleh tindakan yang solutif untuk bisa memecahkan masalah itu sendiri.
Paling tidak ada 3 hal Budaya Malu yang dibutuhkan oleh Mahasiswa pada saat ini. Sebagai Mahasiswa memiliki rasa malu untuk kearah yang lebih baik.tidak memiliki Budaya Malu bisa saja dikatakan tidak bisa lagi membedakan antara yang baik maupun yang buruk.
1. Pendidikan.
• Ayat Al-Qur’an yang pertama diturunkan oleh Allah SWT adalah Iqra. Dapat diartikan menurut bahasa adalah Bacalah. Sebagai mahasiswa, pastinya kewajiban pokoknya merupakan belajar. Malu sebagai mahasiswa yang hanya ‘nongkrong’ membuang-buang waktu yang telah diberikan Allah SWT kepada kita. Karena itu sama saja tidak menjalankan perintah-Nya. Oleh sebab itu, malu kewajiban kita sebagai mahasiswa adalah belajar. Cara yang paling tepat untuk belajar adalah dengan mencintai belajar. Maksud dari mencintai belajar adalah kita sebagai mahasiswa yang mendapat pendidikan lebih dari pada orang lain harus bisa kita bagikan kembali kepada orang lain yang kurang dapat pendidikan yang layak dari pada kita. Oleh sebab itu, pepatah lama menyebutkan “makin berisi makin merunduk”. Semakin tinggi pendidikan yang kita capai maka semakin tinggi pula tanggung jawab kita terhadap pendidikan tersebut.
2. Pengabdian.
• Seperti yang telah dibahas diatas tentang pendidikan, kesalahan terbesar kedua bangsa ini adalah beranggapan, mencerdaskan kehidupan bangsa adalah tugas guru. Salah. Mencerdaskan kehidupana bangsa adalah tugas kita yang memiliki pendidikan. Malu sebagai mahasiswa tidak bisa mengabdikan sedikit hidupnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa ini. Sebagai contoh, Ki Hajar Dewantara merupakan orang yang tidak mendapat pendidikan yang lebih kala itu, tetapi melalui pengabdiannya terhadap bangsa ini, dia mendirikan sekolah rakyat pertama di Indonesia dimana saat itu sekolah hanya untuk orang-orang ningrat. Ilmu pendidikan adalah sebuah ‘amanat’, sesuatu yang harus disampaikan kembali. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada orang lain.
3. Berani Mengubah.
• Pentingnya strategi ecodevelopment, yang intinya mengatakan bahwa masyarakat dan ekosistem di suatu daerah harus berkembang bersama-sama menuju produktivitas dan pemenuhan kebutuhan yang lebih tinggi; namun yang paling utama adalah, strategi pembangunan ini harus berkelanjutan baik dari sisi ekologi maupun sosial. Malu sebagai mahasiswa hanya bisa menuntut perubahan dibanding menciptakan perubahan.
• Selama masih banyak orang yang berpikir Pemimpin adalah jabatan, maka Indonesia akan susah untuk maju. Bisa, tapi susah. Menjadi pemimpin tidak perlu menunggu jabatan. Yang jadi pemimpin bukanlah mereka yang punya pangkat atau predikat. Menjadi pemimpin adalah pilihan. Siapapun bisa menjadi pemimpin untuk lingkungannya, siapapun bisa menjadi pemimpin untuk negaranya. Indonesia butuh lebih banyak orang yang sadar bahwa menjadi pemimpin adalah pilihan. Indonesia butuh lebih banyak orang yang mau menjadi pemimpin. Karena pemimpin adalah orang visioner yang mau berjuang untuk yang lain. Pemimpin adalah orang yang mau mengambil inisiatif. Apabila masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pemimpin maka tidak ada lagi kejadian orang orang menunjuk keatas meminta perubahan. Tidak ada lagi kejadian anak muda menunggu “pemimpinnya” untuk memerintahkan sesuatu. Apabila masyarakat Indonesia banyak yang menjadi pemimpin maka banyak yang akan ambil inisiatif untuk Indonesia.
Sebagai penutup, Islam sama sekali tidak pernah mengajarkan kita untuk melakukan sesuatu berdasarkan ‘apa yang kita mau’, karena Nabi Muhammad SAW bersabda: Apabila kamu sudah tidak punya malu, maka berbuatlah sekehendakmu. Dan ini berarti, manusia membutuhkan Budaya Malu untuk melakukan apa yang mereka bisa, bukan apa yang mereka mau.