Archive for June 2014
#Kamisan - Ibu Tidak Pulang
By : Harry Ramdhani
ilutrasi: @Komikazer
Ibu ingin keadilan
tentu menolak lupa dan diam
kepulanganmu, ialah harapan
mungkin sudah mati
mungkin sudah tak tahan sembunyi
semoga saja sudah di surga
atau mungkin, terdampar di neraka
dulu rasanya Ibu bilang:
Nak, tak perlulah kamu ikut-ikutan
nanti tidak bisa pulang
kini dengan lantang Ibu bilang:
Nak, setiap kamis sore Ibu berdiri, berdiam
di depan istana menunggumu pulang
Ibu ingin keadilan
tentu menolak lupa dan diam
biarlah Ibu kehujanan
dengan payung hitam
biarlah Ibu kepanasan
dengan baju hitam
ingatan ini tidak hilang
ingatan ini untuk mengenang yang hilang
dan, setiap kamis sore yang kelam
ialah, untuk mereka pelanggar HAM
Perpustakaan Teras Baca, 05 Juni 2014 - #Kamisan
Tag :
Prosa,
Pagi Tadi Selepas Keretamu Pergi
By : Harry Ramdhani
Jepretan Uyya'
Pagi
tadi, setelah keretamu resmi pergi, aku duduk di peron sendiri. Lalu, ada lelaki
tua membawa karung besar dan tongkat runcing dari besi menghampiri. Rambutnya berantakan. Sudah ubanan.
Ketika aku tanya, ia diam. Ketika aku beri uang, ia menolak dengan menyembunyikan
tangan. Lelaki tua itu kemudian pergi. Sepertimu
yang juga pergi pada pagi yang terlalu dini.
Aku
masih duduk-duduk di peron. Lalu, ada lelaki kecil yang membawa bungkusan permen
kosong menghampiri. Di ujung bungkus permen
itu dilipat beberapa keluar. Aku kira pengemis,
ternyata bukan. Tiba-tiba saja duduk di sampingku,
kemudian ia diam dalam waktu yang panjang. Tapi, lelaki kecil itu diam-diam meneteskan
air mata. Aku tanya, Ia tetap diam. Aku berikan uang, ia malah menyembunyikan tangan.
Aku masukan ke bungkus permen, ia buang. Lelaki kecil itu kemudian pergi. Sepertimu dan lelaki tua tadi yang juga pergi
pada pagi yang hampir meninggi.
Baru
saja ingin angkat kaki, ternyata datang wanita
tua membawa kain gendongan menghampiri. Ia
tidak diam seperti dua orang sebelumnya tadi. Wanita tua itu menanyakan lelaki tua
dan lelaki kecil yang mungkin lewat di sekitaransini. Aku tunjuk saja ke arah selatan–arah yang
sama dengan keretamu pergi. Belum turun lengan kiriku menunjuk, wanita tua itu malah
duduk. Ia tertunduk. Tak lama, ada suara
nafas yang beradu. Wanita tua itu menangis
tersedu. Aku tanyakan ada apa, ia malah
diam. Kali ini aku tidak ingin memberinya uang, karena aku tahu, ditinggal
orang yang dicintai lebih sedih daripada tidak memiliki uang sama sekali.
PerpustakaanTeras Baca, 29 Mei 2014
Tag :
Prosa,