Untuk kesekian kalinya manusia dipertemukan dengan cinta. Dan, dengan
jumlah yang sama juga manusia dibuat sakit olehnya. Sakitnya jatuh
karena cinta.
Terlalu manis kau buat pendekatan dan terlalu pahit kau akhiri
perpisahan. Seperti menendang keras bola, tapi malah memantul balik ke
muka. Hentikan. Hentikan dan tidak perlu diteruskan.
***
Ah, Pemilu, sudah banyak rakyat yang tertipu. Kalau bukan, pasti
sudah tidak ada lagi orang yang mengemis gunakan sapu. Tapi aku tidak
ingin diam dengan tidak ikut memilih. Aku ingin gunakan hak suaraku.
Walau (nanti) masih ada orang yang mengatur kemenanganmu.
Kecintaanku terhadap negeriku tidak bisa dihalang-halangi olehmu.
Apapun jabatanmu; seberapa pun jumlah korupsimu; sama sekali bukan
urusanku. Urusanku adalah merawat negeri ini dari hari ke hari.
Perubahan bukan di tanganmu, tapi ditanganku dengan segala upayaku.
Kesejahteraan bukan dipundakmu, tapi di pundakku ketika aku sadar bahwa
banyak yang menderita olehmu. Keadilan bukan di meja kuasamu, tapi di
atas tanah tempatku berpijak; di atas tanah semua orang yang berdiri
tegak.
Mungkin kau punya segalanya nanti ketika menjabat. Tapi tidak bisa
kau dapatkan empati dari pergolakan rakyat. Rakyat yang terus berdikari
tanpa kenal henti, tanpa kenal waktu untuk berdiskusi memajukan negeri
ini.
Kau bisa lucuti semua harga diri negeri tanpa perlu tahu akan seperi
apa masa depan nanti. Aku takut jika terus berdiam diri. Aku takut
rakyat lupa ini sudah pagi karena lapar tapi tak kunjung bertemu nasi.
Aku takut jika benar semua terjadi.
Perpustakaan Teras Baca, dengan hadiah-hadiah kecil yang menumpuk.
No comments:
Post a Comment