Bagi kalian - kalian yang lebih mementingkan proses daripada hasil,
mesti liat salah satu proses demokrasi di Indonesia, deh: Pemilu.
Sejak awal pemilu digelar, saya masih terlalu kecil memahami semua
tentang politik; tentang pesta demokrasi yang sesungguhnya; tentang
orang-orang yang akan dipilih kala itu.
Impian saya kala itu adalah bisa berdiri di balik bilik suara dan
menunaikan hak (pilih) saya. Yup, saya benci dengan orang - orang yang
senang memilih dalam Golongan Putih.
Dasar bodoh, gol-put pun pilihan, bukan? Pilihan untuk tidak memilih siapa pun.
Sekarang umur saya sudah 22 tahun. Saya sudah merasakan ikut di
dalam proses demokrasi itu. Saya pernah ikut dalam Pemilihan Legislatif,
Presiden, Bupati, dan… pemilihan Kepala Desa saya tidak ikut, karena
jarak rumah saya dengan TPS jauh.
O ya, sejak saat itu saya sangat apatis terhadap gambar yang tertera
di sana (baca: surat suara). Kertasnya saja lebih lebar dari meja
belajar yang saya punya. Saya tidak tahu apa yang akan mereka lakukan
jika terpilih nanti, tapi saya mesti memilih mereka. Ibarat kisah cinta
Siti Nurbaya. Terpaksa. Tapi tak apa, saya sadar kalau saya adalah
pemula. Pemula di dunia politik Indonesia.
Itu semua berlanjut sampai sekarang, sampai di mana saya ingin duduk
manis di TPS sambil melihat proses pesta demokrasi sendiri. Seperti apa
proses dan pesta demokrasi itu?
PROSES DEMOKRASI
Proses demokrasi di negeri ini, ya soal duduk - duduk menunggu jam
kerja selesai. Itu yang sering dilakukan oleh para anggota KPPS di
setiap TPS. Pantas saja kalau yang dihasilkan dari proses demokrasi itu,
ya orang - orang yang doyan duduk sambil menunggu jam kerja selesai.
Tidak ada yang mesti dikerjakan. Bahkan, ketika saya sedang duduk
dan sekedar nongkrong, ada dua orang bapak-bapak yang asyik bertukar
pendapat. Saya suka itu, karena selalu diakhiri dengan kata sepakat.
Tanpa perlu perang saraf dan urat.
Katanya, mereka lebih suka jaman Orde Baru. Jaman di mana kita
nurut-nurut saja. Kala itu, untuk memilih pemimpin daerah langsung
ditunjuk olehnya (baca: Pak Harto). Siapa yang ditunjuk? para
Purnawirawan yang sudah bebas tugas. Kalau jaman sekarang, ya
pengangguran. Purn. Letkol ini ditunjuk untuk memimpin daerah sini,
Purn. Letkol ini memimpin provinsi ini. Artinya, masuk ABRI ketika jaman
Orde Baru adalah program jangka panjang untuk menyambung hidup dan
tanpa perlu takut kelaparan ditengah bulan. Tidak ada korupsi yang
meraja lela, karena yang korupsi cuma satu: Presiden Orde Baru.
Lihat sekarang, gara-gara demokrasi korupsi semakin tidak
terkendali. Lembaga ini korupsi ini, Departemen itu korupsi itu, dan
semua Legislator memantau dan mengawasi korupsi supaya pembagian sama
rata antar konstitusi.
Saya tidak pedulikan mereka. Toh, nasi sudah matang, saya ingin
makan dan coba cari lauk-pauk yang bisa dijadikan pasangan makan hari
ini.
PESTA DEMOKRASI
Kenapa coba pesta demokrasi? apa sekedar memilih para politisi untuk memimpin negeri ini? Saya akan coba cari tahu sendiri.
Pesta adalah soal makan - makan di negeri ini. Ada pesta artinya ada
makanan banyak yang tersedia. Tidak perlu takut perut akan mengerucut,
karena makanan di TPS seperti air di laut. Tidak akan sampai mata
memandang jauh ke ujung. Setidaknya ini benar-benar terjadi di TPS
tempat saya duduk saat ini.
'Uang capek' yang diterima oleh para anggota KKPS tidak masuk
kantong sendiri. Uangnya dikumpulkan untuk makan-makan. Bahkan, ada
beberapa warga yang bukan anggota KPPS ikut nyuman beli makanan.
Yup, ini baru Pesta Demokrasi. Pesta para rakyat. Pesta untuk semua,
tanpa perlu saling sikut dan tebar fitnah sana sini. Bukan pesta para
pejabat yang rela membuang-buang uang untuk mendapat dudukan. Buka pesta
para politisi yang berharap dipilih dan memimpin negeri ini. Setidaknya
orang miskin sekalipun bisa merasakan perutnya kenyang, walau itu
terjadi tiga tahun sekali… saat pemilu.
Ditulis di Perpustakaan @TerasBaca, yang hari ini berubah jadi TPS 48; antara RT 12 dan RT 09.
No comments:
Post a Comment