Sebatas kata yang mampu menerjang cakrawala. Dari selatan bisa menuju
utara. Dari timur laut bisa mengalir ke tenggara. Semua terjajah kata
yang melintasi sudut dunia. Buku adalah segerombolan kata yang
dihimpun, dijadikan tertata dari kata ke kata lainnya.
Kujadikan sebuah kata sebagai simbol cinta. Simbol peradaban yang
tak temakan jaman. Tapi bisa lenyap oleh rayap, menguap jadi asap,
sampai tersangkut di atas atap.
Menjaganya semudah mengupas mangga, merangkainya secepat gerak
cahaya. Kubuat kata karena negeri ini sungguh kaya. Kaya akan bahasa,
budaya, dan wanita yang senang mengumbar dada.
Tak mungkin ada kata yang hilang tapi, mungkin, tak lagi diucap
ulang. Hanya seberapa, tidak semua. Yup, karena aku sendiri tidak suka.
Aku pikir, aku tidak pantas mengucapkannya.
Dengan segala kerendahan hati, aku biarkan semua kata tetap hidup
dalam masing-masing konstitusi. Hingga tetap hakiki walau berbeda sisi.
Mestinya ada lembaga yang kerjanya menjaga kata. Bukan kamus bahasa
semata. Tapi coba banyangkan jika sudah hilang, maka akan sulit untuk
(dibawa) kembali pulang.
Karena kata memiliki rasa. Rasa yang tidak dapat diduga.
Warung Babeh kala membelakangi senja.
No comments:
Post a Comment