Maaf tidak datang melayat, mungkin karena takut hanya membawa hati yang tersayat.
Tulisan ini untuk seorang guru matematika yang mangajarkan saya
bahwa "Matematika adalah perkara merangkai angka yang tiba-tiba bisa
menghasilkan jawaban yang tidak tahu dari mana asalnya." Meski kini
telah meninggalkan semua namun, pemikirannya tetap hadir dalam ingatan.
Pesulap Amatir Matematika
Saat itu saya masih duduk dibangku kelas lima. Terlihat dungu
ketika maju ke depan kelas tanpa bisa menyelesaikan soal matematika.
Dengan sebatang kapur tulis di genggaman telah membuat jemari tangan
kananku putih sebagian. Masih menatap papan tulis dengan serangkai soal
yang masih belum saya temukan jawaban. Mendadak, rumus-rumus untuk aku
tulis di depan hilang ditelan rasa takut yang mencekam. Takut karena
menjawab asal-asalan.
Walau sudah di rumah, masih saja kejadian tadi pagi di sekolah
enggan hilang. Menempel di setiap dinding otak kanan. Papah mendekat
dengan secangkir teh manis yang aku buat.
"Ada apa?"
"Pah, tadi Dede --panggilanku di rumah, karena memang anak bontot--
gak bisa ngerjain soal matematika. Aku malu seharian di kelas."
Saya memang tidak begitu pandai di kelas, mendapat ranking-pun hanya
dari kelas satu sampai kelas tiga. Itupun hanya seputaran sepuluh
besar. Tapi, jika urusan matematika, saya jagonya. Berbeda dengan hari
ini, saya mati kutu oleh sebuah soal matematika.
"Coba nanti papah tawarin ke salah satu jama'at di Mushola untuk buka les di sana. Tau pak Karim?"
Dulu, Papah memang aktif di Mushola sebagai pengurus. Setiap minggu
pagi kami sering datang ke Mushola sekedar bersih-bersih dan yang lain
ada juga keliling komplek untuk mengambil infaq sadakoh.
"Itu 'lho, yang orangnya putih-tinggi-suka pake kaca mata" Lanjut Papah sembari duduk di teras rumah.
"Aku gak tau, pah. Tapi, apa dia bisa?"
"Pastinya, Pak Karim itu guru matematika di SMUN 3 Jakarta."
Mulai minggu depan, saya sudah ikut les dengan beliau. Sungguh
asyik bermain-main angka dengannya (Baca: Pak Karim). Setiap rumus bisa
dijadikan sebuah guyonan, setiap yang tidak bisa dituntun dari awal
sampai bisa menyelesaikan, dan setiap yang bisa menjawab dapat sebuah
pujian. Senang bukan kepalang.
Tidak hanya saya sendiri yang belajar matematika, tapi ada juga
kedua teman saya. Maklum, namanya juga kalau ada yang satu ikut pasti
yang lainnya akan ikut. Bukan tidak berpendirian tapi, inilah nikmatnya
memiliki kawan.
Kita belajar dari jam delapan sampai jam sebelas siang. Benar-benar
tidak terasa, karena Pak Karim membuat matematika sungguh sederhana.
"Tidak perlu menghafal rumus." Katanya, "Biarkan saja angka-angka itu kalian susun dan jawaban akan datang dengan sendiri."
Kini setiap ada pelajaran matematika di sekolah, saya tidak lagi
merasa takut. Walau jadi sering dipanggil ke depan kelas untuk
menyelesaikan soal-soal matematika dan hasilnya selalu gak pernah bener
tapi, inilah matemetika. Matematika bukan soal hasil tapi, matematika
adalah soal merangkai angka-angka.
***
Sudah duduk dibangku kelas enam, saya tidak lagi belajar dengan Pak
Karim. Karena satu dan lain hal, saya malah meninggalkan. Bajingan
memang, baru kelas enam saja saya sudah jadi bajingan. Setelah mendapat
banyak wawasan malah ada yang dilupakan. Tapi, Pak Karim dan segala
ajarannya sama sekali tidak pernah terlupakan. Terus membekas diingatan
sampai saya menutup sebuah buku besar hitung-hitungan ketika masuk
kuliah.
Sebelum itu, ketika di SMP kelas tiga, wali kelasku adalah seorang
guru matematika. Saya mengingat beliau ketika sedang mengajarkan.
Meski tidak mirip tapi, caranya menghadapi siswa-siswi yang notabene
benci matematika sungguh mirip.
Sempat ada ulangan matematika dan hanya saya yang tidak ikut
remedial. Sisanya, mereka di dalam kelas mengejakan ulang ulangan
matematika. Ketika duduk di luar sendirian, wali kelasku menghampiri.
"Sejak kapan kamu suka matematika?"
"Eum… waktu saya tidak bisa mengerjakannya di depan kelas." Jawabku singkat.
Wali kelasku bukannya mengawasi, malah asyik ngobrol dengan saya di depan kelas. Kita berbincang banyak hal soal matematika.
Sarannya, "Nanti setelah kamu lulus di sini ada SMU baru, SMUN 3
Cibinong. Khusus untuk siswa SMPN 2 Cibinong bisa langsung masuk tanpa
ikut tes tapi, lebih baik kamu masuk ke Sekolah Teknik. Di sana, kamu
bisa belajar banyak tentang matematik."
Hanya manggut-manggut mendengar saran dari wali kelas. Jika
dipikir-pikir, benar juga, kalau masuk SMU nanti cuma dapet hitungan
yang begitu-begitu saja. Kalau ingin lebih luas lagi mesti melihat
banyak jenis hitung-hitungan yang lebih menantang.
Akhirnya masuk ke salah satu Sekolah teknik ternama di Bogor, SMKN 2
Bogor. Dari serentetan jurusan yang ditawarkan, hanya jurusan listrik
yang lebih dekat dengan hitung-hitungan. Di sana, kembali mendapat wali
kelas yang notabene (juga) adalah guru fisika. Semakin cocok. Semakin
menjadi memainkan angka-angka.
***
Menutup semua hal hitung-hitungan ketika mkuliah adalah keputusan
besarku. Keputusan yang menuntut belajar hal baru dari awal. Yang saya
tahu dari banyak orang adalah kalau kuliah nanti, ambil jurusan yang
sesuai kesenangan, biar gak lama-lama lulusnya.
Lewat itu, saya mencoba untuk menantang orang-orang yang beranggapan
demikian. Tapi memang benar, bahkan sampai sekarang belum juga lulus.
Fakultas Komunikasi adalah pilihan dan jurnalistik adalah jurusan.
Di sana saya belajar merangkai kata bukan angka. Namun, bagaimana-pun
juga, cara berpikir matematika yang pernah ditanamkan sudah men-default
di otak kanan. Ya… karena saat belajar menghitung, otak yang saya
gunakan adalah otak kanan bukan kiri seperti kebanyakan orang.
***
Saya telah lama meninggalkannya tapi, Beliau (baca: Pak Karim) tidak
sendirian, Ia ditemani kanker otak yang lekat. Mungkin, karena sebuah
kesederhanaannya dalam memahami matematika, penyakitpun tidak ingin
hengkang dari kepalanya. Dan, Ia meninggalkan saya dengan setumpuk
hitung-hitungan kata yang masih saja pelajari sampai sekarang. Tepat di
hari jum'at, 31 Mei 2013, Ia telah dibawa oleh Tuhan. Entah alasannya
apa? Lagi, ini urusan Tuhan. Saya hanya menduga, Tuhan buth jasanya
untuk ikut menghitung jumlah umatnya yang masih setia sujud untuk-Nya.
FYI: Blog ini merupakan hasil design putra pertama Alm. Pak Karim, seorang Pesulap Amatir Matematika